Tarbawi

Cara Benar Menilai Siswa

Memberikan penilaian terhadap hasil belajar adalah sebuah kemestian dalam proses belajar mengajar, tapi hal tersebut bukan satu-satunya. Penilaian terhadap proses belajar menjadi lebih utama dari pada sekedar hasil. Tentu bisa kita katakan bahwa proses yang benar lagi baik menjadi penentu hasil belajar. Namun, jika terjadi perbedaan antara hasil dan proses , maka penilaian terhadap proses belajar menjadi indikator keberhasilan sebuah pembelajaran. Karena penilaian hasil belajar yang kebanyakan diukur dengan ujian memiliki banyak kelemahan, di antaranya:

  1. Situasi ujian menjadikan siswa mengalami tekanan mental yang memungkinkan dia lupa akan materi pelajaran.
  2. Siswa mendapatkan masalah pribadi atau keluarga pada saat atau dekat dengan pelaksanaan ujian yang menyebabkan dia kehilangan konsentrasi belajar.
  3. Soal yang diberikan tidak jelas atau tidak sesuai dengan proses belajar yang diberikan sehingga tidak dipahami oleh siswa.
  4. Instrumen penilaian yang digunakan keliru untuk mengukur keberhasilan pencapaian hasil belajar.
  5. Pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak efektif. menyebabkan siswa tidak memahami materi pelajaran yang diberikan.

Sebuah pandangan yang harus dibangun oleh para pendidik, bahwa ketidakberhasilan siswa dalam satu atau beberapa mata pelajaran bukan menjadikan kita berputus asa dan memberi cap negatif pada siswa tersebut. Semestinya pendidik mencoba melihat kendala-kendala yang dihadapi oleh para siswa, dan melakukan pembenahan pada proses pembelajaran yang diberikannya , baik dari sisi metode pengajaran ataupun dari perangkat yang digunakan. Dan yang sangat penting, ia berusaha melihat potensi lain yang dimiliki peserta didik, karena sesungguhnya setiap manusia dilahirkan sebagai manusia cerdas dan memiliki potensi, sehingga Allah Subhanahu wata’ala menugaskannya sebagai khalifah di atas muka bumi ini.

وَ إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّيْ جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيْفَةً قَالُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَن يُفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَ نَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَ نُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّيْ أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ

Baca Juga  Bunda, Jadilah Murabbiyah Yang Tak Kenal Lelah (Bag. 2)

“Dan (ingatlah) tatkala Rabbmu berkata kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak dan menumpahkan darah, padahal kami selalu bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau?” Dia berkata, “Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 30).

Tersirat dalam ayat ini, bahwa manusia memiliki potensi kebaikan yang banyak sehingga dia memiliki kemampuan menjadi khalifah di atas muka bumi. Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna, di antaranya potensi kecerdasan yang luar biasa. Fakta ilmiah menunjukkan bahwa manusia memiliki otak dengan 1 triliun sel. Dari 1 triliun sel tersebut, terdapat 100 miliar yang termasuk sel saraf aktif (neuron) dan 900 miliar lainnya “merekatkan” setiap 1 dari 100 miliar neuron. Setiap rekatan tersebut dapat tumbuh cabang hingga 20.000. Maka, jika otak kita memiliki 1 triliun neuron sedangkan 1 neuron memiliki 20.000 cabang, maka dalam 1 detik dalam otak kita terjadi 1.000.000 interaksi/senyawa kimia. Inilah bukti kehebatan otak manusia yang tidak dapat dikalahkan oleh sistem komputerisasi manapun. Oleh karena itu setiap manusia tentu mampu melakukan hal-hal yang luar biasa. Dengan pemahaman ini, mestinya para pendidik lebih berusaha membantu siswa dalam menemukan potensi dan minatnya serta mengarahkan pengembangan potensi tersebut, bukan dengan mengecap dan menghukuminya sebagai siswa bodoh, atau mengucapkan perkataan dan menunjukkan sikap yang tidak mendidik lainnya.

Revolusi Pandangan

Terjadinya perbedaan minat yang dimiliki manusia tentu merupakan takdir dari Allah Subhanahu wata’ala yang menjadi rahmat bagi alam semesta. Betapa tidak, jika semua manusia hanya memiliki minat yang sama, fokus dalam satu aspek saja, maka akan seperti apa jadinya dunia ini? Selain itu, tidak akan mungkin sampai pada salah satu tujuan penciptaan manusia sebagai khalifah bumi.

Baca Juga  Sebab-Sebab Ampunan (6)

Peserta didik itu tidak harus mengetahui semua hal untuk dikatakan pintar. Bukankah Thomas Alva Edison, penemu lampu pijar, dikeluarkan dari sekolah karena dikatakan idiot? Bukankah Einstein, seorang ilmuwan fisika terkemuka, dikatakan pelajar yang lambat, tidak bisa mengikuti pelajaran, bahkan menderita Sindrom Asperger, sebuah kondisi yang berhubungan dengan autisme dan diusir oleh kepala sekolahnya? Tetapi ternyata mereka menjadi orang hebat bahkan mendapatkan penghargaan Nobel (penghargaan tertinggi untuk penemuan dan karya besar) yang para gurunya terdahulu tidak pernah menyangka hal itu. Dan masih banyak contoh lain yang menunjukkan bahwa kehebatan itu bukan dengan harus lulus di setiap tes mata pelajaran, akan tetapi dikatakan hebat jika memiliki kemampuan yang lebih pada bidang tertentu dari yang lain.

Sekiranya Einstein ikut ujian nasional sekolah, maka bisa dipastikan bahwa dia tidak akan lulus UAN, karena nilai bahasa, biologi, dan pelajaran lain selain fisika dan matematika tidak memenuhi standar. Lalu, apakah kita akan mengatakan bahwa dia orang yang gagal dan tidak berprestasi? Tentu saja tidak, bahkan dia adalah salah satu orang jenius yang kita kenal.

Banyak kasus yang terjadi, siswa memiliki minat pada ilmu sosial lebih besar dibandingkan dengan ilmu sains. Tetapi karena keinginan guru, dia masuk ke jurusan ilmu sains dengan anggapan bahwa anak tersebut pintar dan ilmu sains cocok untuk orang yang pintar. Ini adalah salah satu contoh pemahaman yang keliru dalam dunia pendidikan. Betul, siswa tersebut mampu dalam bidang sains, tetapi akan tidak maksimal dan menjadi orang biasa saja tanpa prestasi yang menonjol pada bidang tersebut, bahkan tidak sedikit yang gagal. Sebaliknya, seorang yang memiliki minat, punya keseriusan pada satu bidang dan menggeluti bidang tersebut, niscaya akan meraih prestasi yang gemilang. Kadang pandangan kita terlalu sempit dalam menilai Ilmu dan kepintaran. Bukankah yang menjadi rektor di berbagai universitas, pejabat negara dan pemerintah kebanyakan bergelut dalam bidang ilmu sosial?

Baca Juga  Sudah benarkah ke istiqomahan kita?

Cara pandang kita harus berubah, lebih menghargai potensi dan kelebihan orang lain pada bidang mana saja yang ditekuninya. Tugas terbesar dari seorang guru adalah bagaimana menemukan minat dan potensi siswa kemudian mengarahkannya, bukan untuk mengategorikan siswa sebagai orang cerdas atau bodoh. Keberhasilan seorang pendidik ketika dia mampu menjadikan peserta didiknya terus belajar, berkarya, dan menemukan potensi terpendam dalam diri mereka. Hal tersebut merupakan tanggung jawab dan amanah kita sebagai pendidik. Dan perlu diingat, bahwa mereka adalah insan emas yang menjadi aset umat dan bangsa serta akan menjadi ladang pahala bagi kita kelak.

Tidak dapat dipungkiri, sistem pendidikan yang ada memang sangat mempengaruhi, tetapi tidak boleh menghalangi kita untuk bersikap bijaksana dalam memberi penilaian dan tidak menjadikan siswa sebagai korban sistem yang ada, sembari melakukan upaya ke arah sistem yang lebih ideal dan memberi ruang seluasnya untuk perbedaan minat dan potensi peserta didik.

 

Ardian Kamal, S.Pd., MSc.

Alumni S2, Bidang Fisika, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

2 Comments

  1. MasyaAllah Tabarakallah….
    hey, engkau manusia yang menyebar kebaikan dan pengetahuan.
    sungguh mulianya engkau di mata manusia dan di Mata ALLAH
    Subhanallah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?