SEMPURNAKAN SALATMU!
Di antara ciri utama seorang mukmin sejati adalah gemar bermuhasabah, yaitu sikap senantiasa mengintropeksi diri atas amal ibadah yang telah ia persembahkan kepada Allah. Seorang mukmin yang ingin naik ke level takwa tidak akan menggapainya kecuali dengan melewati anak tangga yang bernama muhasabah.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” )ِAl-Hasyr: 18)
Perhatikanlah!, dalam ayat ini Allah mengawali perintah muhasabah dan takwa dengan seruan kepada orang-orang beriman, lalu ditutup kembali dengan perintah takwa, sebagai isyarat bahwa tidak sempurna keimanan seseorang, tidak pula ia disebut bertakwa sampai ia gemar bermuhasabah.
Muhasabah menjadi parameter kualitas keimanan seorang hamba, karena ia adalah buah kekhawatiran, jangan-jangan amalan yang telah ia kerjakan tidak diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala karena sadar akan banyaknya kelalaian dan kekurangannya, bukan malah merasa sombong hingga merasa telah berjasa kepada Allah. Dalam syariat sikap ini disebut dengan sikap khauf (rasa takut) yang merupakan penyempurna sikap raja’ (rasa penuh pengharapan kepada Allah).
Allah Azza wajalla berfirman dalam surat al-Mukminun ayat 60-61:
وَٱلَّذِینَ یُؤۡتُونَ مَاۤ ءَاتَوا۟ وَّقُلُوبُهُمۡ وَجِلَةٌ أَنَّهُمۡ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ رَ اجِعُونَ
“Dan mereka yang memberikan apa yang mereka berikan (sedekah) dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya,
أُو۟لَـٰۤىِٕكَ یُسَـٰرِعُونَ فِی ٱلۡخَیۡرَ اتِ وَهُمۡ لَهَا سَـٰبِقُونَ
“Mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya”.
Di antara sekian banyak amal saleh, ada satu amalan yang patut mejadi bahan muhasabah dan perlu kita periksa kembali. Amalan ini menjadi pembeda utama antara iman dan kufurnya seseorang. Ia merupakan penghulu kebaikan. Satu-satunya ibadah yang disyariatkan di langit sementara yang lainnya di bumi. Bila sengaja ditinggalkan maka lebih dimurkai oleh Allah dari pada berzina, minum khamar dan dosa besar lainnya. Ya, itulah salat lima waktu.
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab ِ Al-Wābil As-Shayyib mengklasifikasikan tingkatan orang yang salat menjadi 5 golongan:
- المعاقب al-mu’āqab (golongan yang disiksa)
Mereka adalah orang-orang yang mengerjakan salat, namun akan diazab di akhirat kelak karena melalaikan rukun dan waktunya. Salat tanpa memperhatikan rukun-rukunnya, seperti tumakninah dalam salat, suka menunda salat hingga keluar waktunya, wudunya tidak sempurna padahal ia merupakan syarat sahnya salat. Sangat banyak dalil yang menyinggung model orang seperti ini, di antaranya firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Al-Ma’un:
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ(6)
Maka celakalah Orang yang salat (1) (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya (2) yang berbuat riya’ (3)
Dalam hadis Nabi juga pernah mengancam orang yang tidak menyempurnakan wudhunya. Beliau bersabda:
وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
“Celakalah tumit-tumit yang tidak terkena air wudu dari api neraka”. (HR. Al-Bukhari: 60 dan Muslim: 241). Perawi hadits mengatakan bahwa beliau mengucapkannya sebanyak 2 atau 3 kali.
Renungkanlah wahai hamba Allah, jika melalaikan salat saja telah celaka dan binasa, apalagi yang tak salat sama sekali. Wal-‘iyadzu billah.
- المحاسب al-muhāsab (golongan yang dihisab)
Golongan ke-2 ini adalah orang-orang yang menjaga rukun, waktu, dan wudu yang merupakan standar minimal sahnya salat secara lahir, namun sayangnya mereka lengah dalam upaya menjaga diri dari was-was dan pikiran-pikiran yang menghilangkan rasa khusyuk. Meski tidak berkonsekuensi dosa dan siksaan seperti golongan yang pertama, tapi mereka tetap akan dihisab dan disidang atas salatnya yang tidak dilakukan dengan khusyuk.
- المكفر عنه al-mukaffar ‘anhu (golongan yang diampuni)
Hal yang membedakan antara golongan ini dengan yang sebelumnya adalah tatkala was-was dan pikiran yang mengganggu kekhusyukan salat datang, mereka senantiasa berjuang keras untuk melawannya dan tidak menyerah begitu saja. Meskipun kadang sesekali jatuh dalam was-was yang ditebarkan oleh setan, namun mereka segera kembali dan memperbaikinya, sehingga Allah dengan rahmat dan kasih sayang-Nya mengapresiasi perjuangannya dengan memberi dispensasi berupa ampunan atas ketergelincirannya.
- المثاب al-muṡāb (golongan yang diberi pahala)
Mereka adalah orang-orang yang memperoleh pahala yang berlimpah karena menjaga lahir dan batinnya untuk salat. Tak rela barang sedetik pun pikirannya untuk selain salat. Hatinya benar-benar telah tenggelam dalam lautan kenikmatan salat yang agung.
- المقرب من ربه al-muqarrab min rabbihi (golongan yang spesial di sisi Allah)
Golongan ini berada pada level tertinggi. Mereka adalah orang-orang yang ketika bangkit berdiri untuk salat menyadari bahwa hakikatnya dia sedang berdiri di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, bahwa jiwa dan raganya, setiap gerak geriknya disaksikan oleh Allah yang Maha Agung, seakan dia melihat Allah sedang menyaksikan salatnya, sehingga hatinya sarat oleh rasa cinta dan keagungan untuk Rabnya, tiada lagi tempat bagi rasa was-was dan pikiran-pikiran yang mengganggu salat, karena dia telah disibukkan dengan Rabnya, baginya salat bukan lagi sebatas kewajiban tapi kebutuhan, pelipur lara, dan sumber ketenangan. Perbedaan antara mereka dan yang lainnya bagaikan jarak antara langit dan bumi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang pertama yang ada di tingkatan ini. Maka tak heran beliau mengatakan
وجعلت قرة عيني في الصلاة
Dan penyejuk hatiku (qurrata ‘ain) dijadikan dalam salat (HR. An-Nasai: 3939 dan Al-Baihaqi:13836)
Jadi, dimanakah level salat anda sekarang?