Motivasi Islami

Kunci-Kunci Khusyuk Dalam Salat (7)

Kunci-Kunci Khusyuk Dalam Salat (7)

Adapun dalil-dalil dari hadis tentang keutamaan khusyuk dan urgensinya sangat banyak, di antaranya:

Pertama: Hadis Usman bin ‘Affan radiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang muslim ketika masuk waktu salat kemudian ia berwudu dan memperbagus wudu, khusyuk dan rukuknya kecuali itu menjadi penghapus dosa-dosa sebelumnya selama ia tidak melakukan dosa besar dan ini berlaku sepanjang waktu”[1].

Dalam hadis ini terkandung perintah untuk tuma’ninah (tenang) dalam salat, menggerakkan seluruh anggota badan dalam salat, melaksanakan kewajiban dan sunnah-sunnah salat dengan penuh kerendahan diri, mengkhusyukkan hati, mengumpulkan semangat serta berpaling dari selainnya.

Dalam hadis ini juga terdapat isyarat kepada firman Allah:

قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙ الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلَاتِهِمْ خٰشِعُوْنَ

Artinya: “Sungguh, beruntunglah orang-orang mukmin. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya”. QS. Al Mukminun: 1-2.

Dalam ayat ini Allah menggantungkan keberuntungan seorang mukmin kepada kekhusyukan mereka dalam salat, dan ini menunjukkan bahwa barang siapa yang kehilangan kekhusyukan dalam salatnya maka ia tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung.

Kedua: Hadis Abu Darda radiallahu ‘anhu, beliau berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang berwudu dan memperbagus wudunya kemudian ia melaksanakan salat dua rakaat atau empat rakaat -Sahl (rawi hadis) ragu- dan ia memperbagus dzikir di dalam salatnya serta khusyuk lalu beristigfar kepada Allah maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya”[2].

Hadis ini menunjukkan bahwa siapa yang mendirikan salat sesuai dengan sifat yang disebutkan di atas maka ia berhak mendapatkan pengampunan dan rahmat dari Tuhannya, Allah yang Maha mulia lagi Maha pengasih.

Salat yang disebutkan di dalam hadis ini mencakup salat wajib dan salat sunnah, meskipun secara zahir yang dimaksudkan adalah salat sunnah akan tetapi apa yang berlaku dalam salat sunnah juga berlaku dalam salat wajib, kecuali jika ada dalil yang mengkhususkan bahwa hal itu hanya berlaku dalam salat wajib. Dan tidaklah orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah melainkan apa yang telah diwajibkan kepadanya sebagaimana dalam hadis qudsi Allah berfirman: “Dan tidaklah hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Aku Cintai daripada apa yang telah Aku wajibkan kepadanya”[3].

Di dalam hadis ini juga terdapat penekanan akan pentingnya mengikuti perintah Allah dan RasulNya dalam segala hal, di antaranya : menyempurnakan wudu yang dapat  membantu untuk menghadirkan hati dan kekhusyukan dalam salat. Hadis ini juga menunjukkan bahwa siapa yang mengurangi atau menambahkan (pen; sifat wudu) dari apa yang diperintahkan (di dalam hadis) maka akan mengurangi pahala dan kekhusyukannya dan ia berdosa akibat dari perbuatannya itu sebagaimana ditunjukkan oleh hadis Abdullah bin ‘Amr radiallahu ‘anhu yang marfu’ dengan tambahan lafaz setelah menyebutkan sifat wudu Nabi shallallu ‘alaihi wasallam: “Inilah sifat wudu (Nabi), siapa yang menambahkan atau menguranginya maka ia telah berbuat salah dan zalim”[4].

Yang menjadi poin dari hadis Abu Darda’ di atas adalah sabda Nabi : “Ia memperbagus dzikir di dalam salatnya serta khusyuk” artinya ia melaksanakan salat dengan sempurna: berdiri, rukuk, sujud, zikir, khusyuk dan tuma’ninah.

Ini menunjukkan bahwa salat merupakan perkara yang sangat agung dan kedudukannya sangat mulia, dan bagian seseorang yang ia peroleh dari islam ini sebanding dengan bagian yang ia peroleh dari salatnya, dan keinginannya terhadap islam sebanding dengan keinginannya terhadap salat. Maka kenalilah kadar agamamu di dalam dirimu sesuai dengan kadar penegakan salatmu. Dan khawatirlah agar engkau tidak menjumpai Tuhanmu sementara agamamu tidak memiliki kadar nilai di sisimu, karena sesungguhnya kadar nilai agama dalam hatimu sebanding dengan kadar nilai salat di dalamnya.

Ketiga: Hadis Abdullah bin Shaamit radiallahu ‘anhu ia berkata: Aku bersaksi telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Lima waktu salat telah Allah wajibkan kepada hamba-hambaNya, barangsiapa yang memperbagus wudu, salat dan waktunya (pen; salat sesuai dengan waktunya) kemudian ia menyempurnakan rukuk, sujud dan khusyuknya, maka Allah berjanji akan menghapus dosa-dosanya, dan barangsiapa yang tidak melakukannya, maka Allah tidak menjanjinya, jika Dia berkehendak akan mengampuninya, Namun jika tidak maka Allah akan mengazabnya”[5].

Diantara faedah dari hadis ini:

  1. Pentingnya khusyuk, sebagaimana sabdanya “Kemudian ia menyempurnakan rukuk, sujud dan khusyuknya”. Dalam hadis ini Allah menggandengkan khusyuk dengan rukuk dan sujud yang keduanya merupakan rukun salat, tidak sah salat seseorang tanpa keduanya (rukuk dan sujud). Dan sempurnanya rukuk dan sujud yaitu dengan tuma’ninah (tenang) di dalamnya, adapun sempurnanya khusyuk yaitu dengan menghadirkan hati dan menenangkan anggota badan.
  2. Sabdanya: “Dan barangsiapa yang tidak melakukannya, maka Allah tidak menjanjinya, jika Dia berkehendak akan mengampuninya, Namun jika tidak maka Allah akan mengazabnya” yang dimaksudkan adalah mereka yang melalaikan sebagian dari hal-hal yang menjadi keharusan dalam salat artinya mereka tidak menyempurnakan rukuk, sujud dan khuysuk. Adapun orang yang meninggalkan salat atau mengakhirkan dari waktunya tanpa uzur, maka terdapat dalil-dalil lain dari Al Quran dan Hadis yang telah menjelaskan nasib dan akhir buruknya[6].

[1]. Muslim (1/206) No. 228.

[2]. Ahmad (6/450), dihasankan oleh al Munziri dalam kitabnya Targib wa Tarhib (1/3310, dan disahihkan oleh Albani dalam kitabnya Sahih Targib wa Tarhib Hal. 96 – 156.

[3]. Bukhari (1/209) No. 234 Dari Hadis Abu Hurairah.

[4]. Abu Daud (1/33) No.135, An Nasaai (1/88) No.140, dan disahihkan oleh Nawawi dalam kitabnya Al Khulasah (1/116), sebagaimana juga disahihkan oleh Ibnu al Mulaqqin dalam kitabnya al Badr al Munir (2/143).

[5]. Ahmad (37/277) No.22704, Abu Daud (1/115) No.465. Berkata an Nawawi dalam kitabnya al Majmu (3/18): “Hadis ini sahih, diriwayatkan oleh Abu Daud dan selainnya dengan sanad yang sahih”, ia juga berkata (4/24): “Hadis ini hadis sahih”, sebagaimana juga ia sebutkan di dalam kitabnya yang lain al Khulasah (Hal.661), al Iraqi berkata dalam Tarhu at Tasrib (2/135): “Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang sahih”.

[6]. Dalil dari sunnah: Hadis Jabir bin Abdillah radiallahu anhu ia berkata: Rasulullah shallallau alaihi wasalla : “Sesungguhnya pemisah antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan salat”. Muslim (1/88) No.82. Dan juga hadis Zaid bin Khalid al Juhani radiallahu anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Perjanjian antara kita dengan mereka adalah salat, maka barangsiapa yang meninggalkannya maka sungguh dia telah kafir”. Tirmidzi (5/13) No.2621, Nasaai (1/208) No.326, Hakim (1/7). Tirmidzi berkata: “Hadis hasan sahih garib”, Hakim berkata: “Hadis sanadnya sahih, kami tidak mengetahu ia memili illat”, dan perkataan keduanya didukung oleh azd Dzahabi. Hadis ini disahihkan Nawawi dalam kitabnya Al Khulasah (1/245), Ibnu Abdil Hadi berkata dalam kitabnya al Muharrar (Hal.155): “Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, An Nasaai, Ibnu Hibban, Tirmidzi dan Hakim, dan keduanya mensahihkannya. Berkata Hibatullah At Tabariy: “Hadis ini sahih sesuai dengan syarat Imam Muslim”.=

= Orang yang meninggalkan salat dengan sengaja karena tidak meyakini kewajibannya maka seluruh ulama sepakat akan kekufurannya, sebab salat adalah ibadah yang kewajibannya disebutkan di dalam AL Quran dan hadis-hadis serta kesepakatan para kaum muslimin, Adapun jika seseorang meninggalkan salat karena malas maka para ulama silang pendapat dalam masalah ini; Abu Hanifah berpendapat bahwa pelakunya tidak kafir namun wajib baginya dipenjara sampai ia mau salat, Adapun Malik dan Syafii berpendapat bahwa pelakunya tidak kafir namun ia berhak dihukum dengan cara dipenggal lehernya selama ia tidak mau salat. Dan yang masyhur dari pendapat Imam Ahmad bahwa pelakunya kafir dan berhak baginya untul dipenggal karena telah keluar dari islam, inilah pendapat yang dipegang oleh para sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam bahkan Sebagian salaf menukil kesepakatan terhadap pendapat ini diantaranya: Abdullah bin Syaqiiq, Ayyub as Sikhtiyani, Ishaq bin Rahoyah, Muhammad bin Nasr al Marwazi, dan Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa orang yang meninggalkan salat maka ia telah kafir karena dengan sepuluh alasan, Adapun Ibnul Qayyim maka beliau menyebutkan kurang lebih 22 dalil yang menunjukkan kafirnya seseorang yang meninggalkan salat.

Lihat: Tadzim Qadru as Salaat (2/905), Syarah Umdah karya Ibnu Taimiyah, (2/81 – 94), Kitab Salat karya Ibnul Qayyim Hal.17 – 26, beliau menyebutkan 10 dalil dari AL Quran dan 12 dalil dari hadis dan ijmak para sahabat.

Darul Idam, Lc., M.A.

Kandidat Doktor Qassim University, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button