Tadabur Surah Al Isra Ayat 1-8
Abdullah bin Mas’ud -radhiallahuanhu- menyebut surah al Isra, al Kahfi, Maryam, Tha ha, al Anbiya sebagai al ‘itaaq al awwal yaitu surah-surah yang sejak awal telah diturunkan, beliau -radhiallahuanhu- juga menyebutnya dengan at tilad yaitu surah-surah yang pertama beliau ambil dari Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- (al bukhori: 4994).
Ummul mukminin Aisyah -radhiallahuanhu- berkata: bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- senantiasa membaca surah al Isra Dan az Zumar setiap malam (Ahmad: 6/ 189).
Keistimewaan tersebut tentu menjadi daya tarik untuk memahami dan menghayati kandungan surah al Isra.
Sebelum memetik pesan-pesan tadabur surah al Isra ayat ke 1 sampai 8, secara umum ayat-ayat tersebut menjelaskan secara singkat kisah isra dan mi’raj Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang menunjukkan kepada kemuliaan beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, sekaligus menjadi tanda kekuasaan Allah -ta’ala- dan keesaanNya. Kemudian pada ayat ke 2 dan 3 disebutkan dua nabi yang Allah -ta’ala- muliakan yaitu nabi Musa -’alahissalam- dan nabi Nuh -’alahissalam-, dan pada ayat ke 4 sampai 8 dengan sangat jelas Allah -ta’ala- menggambarkan kondisi kaum bani Israel, agar menjadi pelajaran bagi kita semua.
Diantara pesan-pesan penting dari surah al Isra ayat ke 1 sampai 8 adalah:
- Iman kepada Allah yang maha besar dan agung
Inilah pesan terpenting dalam Al Quran dan ayat-ayatnya. Allah -ta’ala- berfirman:
))سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ((
Artinya: “Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’ 17: Ayat 1)
Pada ayat ke 1 pesan ini sangat jelas dari lafal (سُبۡحَٰنَ) subhaana yang artinya maha suci Allah dari segala aib dan kekurangan, Dialah yang maha sempurna dalam zat, sifat dan nama-namaNya. Kesempurnaan Allah -ta’ala- tergambar sangat jelas dalam kisah isra dan mi’raj Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, oleh karenanya Allah -ta’ala- menyebutkan dengan tegas tujuan dari kejadian agung tersebut dalam firmanNya:
…))لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ ((…
Artinya: “Agar kami tunjukkan kepadanya Sebagian tanda-tanda (keagungan dan kebesaran) kami.”
Sejatinya keimanan kepada Allah jika benar, pasti akan menjadikan hati, jiwa dan raga kita semakin tunduk kepadNya, sehingga segala ibadah hanya akan dipersembahkan kepada Allah -ta’ala-.
Iman dan ibadah (amal saleh) adalah inti ubuudiyah (penghambaan) kepada Allah -ta’ala-, hanya dengannya kita akan meraih kemuliaan disisi Allah -ta’ala-, Sebagaimana tersurat dalam lafal (بِعَبۡدِهِۦ) hamba-Nya (Muhammad), dimana setiap kali Allah -ta’ala- menyebutkan kemuliaan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka hanya gelar ubuudiyah (penghambaan) yang disematkan untuk beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Kemudian Untuk menjaga konsistensi iman dan ibadah, sehingga tidak dirusak oleh virus syahwat dan syubhat, Allah -ta’ala- mengajarkan kita untuk senantiasa menghadirkan pengawasanNya, bahwa Allah -ta’ala- (ٱلسَّمِيعُ) as samii’ selalu mendengar dan ٱلۡبَصِيرُ al bashiir selalu melihat kita.
- Pentingnya Qudwah
Qudwah adalah contoh dan suri tauladan dalam kebaikan. Allah -ta’ala- berfirman:
ﵟ وَءَاتَيۡنَا مُوسَى ٱلۡكِتَٰبَ وَجَعَلۡنَٰهُ هُدٗى لِّبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ أَلَّا تَتَّخِذُواْ مِن دُونِي وَكِيلٗا. ذُرِّيَّةَ مَنۡ حَمَلۡنَا مَعَ نُوحٍۚ إِنَّهُۥ كَانَ عَبۡدٗا شَكُورٗا.
Artinya: “Dan Kami berikan kepada Musa, Kitab (Taurat) dan Kami jadikannya petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman), Janganlah kamu mengambil pelindung selain Aku. (Wahai) keturunan orang yang Kami bawa bersama Nuh. Sesungguhnya dia (Nuh) adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (QS. Al-Isra’ 17: Ayat 2-3).
Meskipun konteks penyebutan nabi Musa dan nabi Nuh beriringan dengan kisah isra dan mi’raj Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagai bentuk nikmat dan kemuliaan dari Allah -ta’ala- kepada mereka ‘alaihimussalam, namun pesan tersirat yang bisa diambil adalah pentingnya qudwah. Bila nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dianjurkan untuk meneladani para nabi sebelumnya, padahal beliau adalah penghulunya para nabi, apalagi kita?
Ada beberapa nilai penting yang harus diteladani dari nabi Musa dan Nuh ‘alaihimassalam sebagaimana disebutkan pada ayat ke 2 dan 3 diantaranya:
- Berpegang teguh kepada kitab yang Allah turunkan sebagai petunjuk dalam segala hal.
- Merealisasikan ubudiyah (penghambaan) yang murni hanya kepada Allah -ta’ala-.
- Menjadikan rasa syukur kepada Allah -ta’ala- sebagai pakaian yang tidak pernah lepas dalam menghadapi segala takdir yang telah ditentukan.
- Sumber segala kebaikan adalah taat kepada allah -ta’ala- dan sumber segala keburukan dan kerusakan adalah durhaka kepadaNya.
Pesan ini sangat jelas dalam ayat 4 sampai 8, Allah -ta’ala- berfirman:
))وَقَضَيۡنَآ إِلَىٰ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ فِي ٱلۡكِتَٰبِ لَتُفۡسِدُنَّ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَّتَيۡنِ وَلَتَعۡلُنَّ عُلُوّٗا كَبِيرٗا. فَإِذَا جَآءَ وَعۡدُ أُولَىٰهُمَا بَعَثۡنَا عَلَيۡكُمۡ عِبَادٗا لَّنَآ أُوْلِي بَأۡسٖ شَدِيدٖ فَجَاسُواْ خِلَٰلَ ٱلدِّيَارِۚ وَكَانَ وَعۡدٗا مَّفۡعُولٗا. ثُمَّ رَدَدۡنَا لَكُمُ ٱلۡكَرَّةَ عَلَيۡهِمۡ وَأَمۡدَدۡنَٰكُم بِأَمۡوَٰلٖ وَبَنِينَ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ أَكۡثَرَ نَفِيرًا . إِنۡ أَحۡسَنتُمۡ أَحۡسَنتُمۡ لِأَنفُسِكُمۡۖ وَإِنۡ أَسَأۡتُمۡ فَلَهَاۚ فَإِذَا جَآءَ وَعۡدُ ٱلۡأٓخِرَةِ لِيَسُـُٔواْ وُجُوهَكُمۡ وَلِيَدۡخُلُواْ ٱلۡمَسۡجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٖ وَلِيُتَبِّرُواْ مَا عَلَوۡاْ تَتۡبِيرًا. عَسَىٰ رَبُّكُمۡ أَن يَرۡحَمَكُمۡۚ وَإِنۡ عُدتُّمۡ عُدۡنَاۚ وَجَعَلۡنَا جَهَنَّمَ لِلۡكَٰفِرِينَ حَصِيرًا ((
Artinya: “Dan Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu, kamu pasti akan berbuat kerusakan di Bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar. “Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang perkasa, lalu mereka merajalela di kampung-kampung. Dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana.” Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka, Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.” “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. Apabila datang saat hukuman (kejahatan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu lalu mereka masuk ke dalam masjid (Masjidilaqsa), sebagaimana ketika mereka memasukinya pertama kali dan mereka membinasakan apa saja yang mereka kuasai.” “Mudah-mudahan Tuhan kamu melimpahkan rahmat kepada kamu; tetapi jika kamu kembali (melakukan kejahatan), niscaya Kami kembali (mengazabmu). Dan Kami jadikan neraka jahanam penjara bagi orang kafir.” (QS. Al-Isra’ 17: Ayat 4-8)
Ayat-ayat diatas menjelaskan kondisi kaum bani Israel. Ketika mereka durhaka kepada Allah -ta’ala-, maka hasilnya adalah kehancuran dan kebinasaan. Namun Ketika mereka mentaati Allah -ta’ala-, maka kemenangan dan kejayaan adalah balasannya.
Sesungguhnya ayat-ayat tersebut adalah peringatan bagi kaum muslimin, agar tidak terjerumus kepada makisat dan durhaka kepada Allah -ta’ala-, sehingga tidak tertimpa kehancuran dan kebinasaan sebagaimana kaum bani Israel. Inilah ketetapan Allah -ta’ala- yang tidak akan pernah berubah, bahwa maksiat dan durhaka akan mengundang kehancuran dan kebinasaan.
Sejarah telah membuktikan bahwa kekalahan kaum muslimin atas musuh-musuh mereka disebabkan dosa yang dilakukan, dan jika mereka menegakkan Al Quran dan sunah RasulNya niscaya Allah -ta’ala- akan menjayakan dan memenangkan atas musuh-musuh mereka. Wallahu a’lam bisshowab..