Fatawa Umum

Trauma Operasi Caesar dan Keharusan Menjaga Aurat: Apakah Boleh Tidak Hamil Lagi?

Assalamualaikum ustadz

Titip Pertanyaan ibu2,

Apakah boleh tidak punya anak lagi/mencukupi satu/dua anak saja,

Karena ibu ini Trauma saat Operasi Cesar Dsuruh telanjang,( wajib tanpa busana)

dan Yg melakukan operasi smpai pegang2 /masang alat di dada (tanpa busana)/ memeriksa kemaluan itu petugas laki2 semua,

jumlahnya sekitar 5/6 orang

Dan cara operasi bgitu rata2 terjadi di semua rumah sakit..

Beliau sharing bke teman nya yg operasi juga seperti itu, suaminya gak boleh masuk

Karena melahirkan Cesar ini seterusnya biasanya akan tetap Cesar tidak bisa normal.

Apakah boleh baginya untuk tidak punya anak lagi, cukup satu atau dua saja demi menjaga badan dan alat vital nya dipegang2 bebas.

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

Jawaban:

Jawaban terhadap pertanyaan ini dapat dijelaskan dalam beberapa poin:

▪ Pertama:

Wanita adalah aurat dan merupakan objek yang menarik bagi laki-laki dalam segala keadaan. Karena itu, tidak sepantasnya seorang wanita membiarkan laki-laki melihat atau memeriksanya selama masih ada dokter wanita yang mampu melakukan pemeriksaan dan pengobatan terhadapnya.

Maka wajib untuk mencari tau keberadaan Rumah bersalin yang menyediakan pelayanan dokter wanita, baik untuk kontrol ataupun melahirkan, dan insyaallah dokter wanita spesialis kandungan banyak.

Dan ketidak adaan dokter wanita bukanlah alasan yang dibenarkan secara syariat untuk tidak mau punya anak lagi atau membatasi anak.

Para ulama membolehkan menunda/mengatur kehamilan diantaranya karena sebab-sebab berikut:

1. Sudah memiliki banyak anak dan merasa berat mendidik mereka dengan baik.

2. Kondisi kesehatan ibu yang lemah atau sakit, sehingga hamil kembali dapat memperburuk keadaannya.

3. Pertimbangan medis lainnya yang disampaikan oleh dokter terpercaya.

4. Maslahat sementara, seperti memberi waktu agar ibu pulih atau mampu mengurus anak-anaknya dengan baik.

Sedangkan alasan yang tidak dibolehkan:

1. Menunda atau mencegah kehamilan tanpa alasan yang jelas.

2. Mensterilkan diri (mencegah kehamilan selamanya), kecuali jika kehamilan membahayakan nyawa ibu.

▪ *Kedua:*

Apabila tidak ada dokter wanita yang melakukan tindakan operasi, maka tidak mengapa bagi seorang dokter laki-laki untuk menanganinya, karena hal itu menyerupai keadaan darurat. Namun, kondisi ini dibatasi dengan ketentuan-ketentuan yang telah dikenal dalam syariat, sebagaimana kaidah para fuqahā’ mengatakan:

> “Keadaan darurat diukur sesuai kadar kebutuhannya.”

Artinya, tidak halal bagi seorang dokter untuk melihat atau menyentuh bagian tubuh wanita yang tidak diperlukan untuk pengobatan. Wanita tersebut wajib menutup bagian tubuh yang tidak perlu dibuka ketika menjalani pemeriksaan atau pengobatan.

Dan pelanggaran kode etika diancam dalam undang-undang di Indonesia diantaranya:

1. Melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI);

2. Melanggar UU Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004;

3. Dapat dijerat pidana Pasal 289 KUHP dan UU TPKS No. 12 Tahun 2022.

▪ Ketiga:

Meskipun wanita adalah aurat, namun aurat itu sendiri memiliki tingkatan:

Ada aurat yang sangat berat (mughalazhah),

Ada pula yang lebih ringan dari itu.

Begitu pula penyakit yang diderita wanita:

Bisa jadi termasuk penyakit berbahaya yang tidak boleh ditunda pengobatannya,

Atau hanya keluhan ringan yang tidak mengapa ditunda sampai hadir mahramnya, tanpa membahayakan.

Selain itu, kondisi wanita juga berbeda-beda:

Ada wanita tua yang sudah tidak menarik perhatian,

Ada wanita muda yang cantik,

Ada yang berada di antara keduanya,

Ada yang datang ke rumah sakit dalam keadaan lemah karena sakit,

Ada pula yang datang tanpa tampak tanda-tanda sakit,

Ada yang harus dibius sebagian atau seluruhnya,

Dan ada pula yang cukup diberi obat atau pil saja.

Masing-masing kondisi tersebut memiliki hukumnya sendiri.

Bagaimanapun juga, berduaan (khalwat) dengan wanita ajnabiyyah (bukan mahram) adalah diharamkan secara syariat, sekalipun yang bersamanya adalah dokter yang sedang mengobatinya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

> «لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ»

“Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, harus ada seseorang yang hadir bersamanya, baik itu suami, salah satu mahramnya dari kalangan laki-laki, atau jika tidak memungkinkan, maka salah seorang kerabat wanitanya.

Apabila tidak ada satu pun dari mereka yang dapat hadir, sedangkan penyakitnya berbahaya dan tidak bisa ditunda, maka minimal harus ada perawat wanita atau sejenisnya yang hadir, untuk menghindari terjadinya khalwat yang dilarang.

Wallāhul Musta‘ān

Berian Muntaqo Fatkhuri, Lc., M.A.

Kandidat Doktor, Qassim University, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button