Apa Hukum Memelihara Anjing?

Assalamualaikum wa rohmatulloh wa barakaatuh
Afwan ustadz,ana izin bertanya, apakah seorang yang memelihara anjing pahalanya akan berkurang untuk setiap harinya,dan misalkan tuan anjing itu adalah seorang suami apakah si istri juga ikut berkurang pahalanya dengan sebab si suami nya?
Jawab:
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah, dan semoga shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah. Amma ba‘d:
*Pertama:*
Tidak diragukan bahwa setiap manusia pada hari Kiamat akan dihisab atas dosa-dosanya sendiri, dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang pun.
Tidak ada seorang pun yang akan memikul dosa orang lain, sebagaimana firman Allah Ta‘ala:
> ﴿وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى﴾
“Dan setiap jiwa tidaklah menanggung dosa melainkan (dosa) dirinya sendiri, dan seseorang tidak akan memikul dosa orang lain.”
(QS. Al-An‘ām: 164)
Tidak diragukan pula tentang kesempurnaan keadilan Allah Jalla Jalāluh, dan bahwa Dia Mahasuci dari segala bentuk kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya, sekecil apa pun bentuknya, sebagaimana firman-Nya:
> ﴿وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا﴾
“Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang pun.”
(QS. Al-Kahf: 49)
Dan firman-Nya:
> ﴿إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ﴾
“Sesungguhnya Allah tidak menzalimi manusia sedikit pun, tetapi manusialah yang menzalimi diri mereka sendiri.”
(QS. Yūnus: 44)
Allah Jalla Jalāluh telah berjanji kepada hamba-hamba-Nya bahwa setiap manusia hanya akan dihisab berdasarkan amal perbuatannya sendiri, bukan amal orang lain. Maka amal seseorang itu bisa saja membinasakannya, atau justru membebaskannya dari neraka.
Allah Ta‘ala berfirman:
> ﴿كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ﴾
“Setiap orang tergadai (terikat) dengan apa yang telah ia perbuat.”
(QS. Ath-Thūr: 21).
Dan juga firman-Nya:
> ﴿كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ﴾
“Setiap jiwa terikat dengan apa yang telah ia usahakan.”
(QS. Al-Muddatsir: 38)
Maka, prinsip dalam Islam adalah bahwa seseorang tidak akan memikul dosa orang lain, dan tidak ada seorang pun yang menanggung kesalahan orang lain, sebagaimana firman Allah Ta‘ala:
> ﴿وَمَا هُم بِحَامِلِينَ مِنْ خَطَايَاهُم مِّن شَيْءٍ﴾
“Dan mereka sama sekali tidak akan memikul sedikit pun dari dosa-dosa orang lain.”
(QS. Al-‘Ankabūt: 12)
Namun, seseorang dapat memikul dosa sebagaimana kadar kelalaiannya dalam menunaikan kewajiban terhadap orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.
Seperti halnya seorang ayah yang berdosa karena lalai mendidik anaknya, tidak memerintahkan kebaikan, dan tidak melarang kemungkaran.
Hal yang sama juga berlaku dalam hubungan suami-istri.
Apabila istri telah menunaikan kewajibannya berupa menasihati suami, dan sebaliknya, memerintahkannya untuk berbuat baik, melarangnya dari kemungkaran, serta memaksanya untuk kebaikan dan menjauhi larangan, maka seseorang tidak menanggung dosa apa pun dari perbuatan pasangannya.
*Kedua:*
*Hukum Memelihara Anjing*
Seorang muslim tidak diperbolehkan memelihara anjing, kecuali apabila ia benar-benar membutuhkannya untuk tujuan berburu, menjaga ternak, atau menjaga tanaman.
*Dalil dari Sunnah*
Imam al-Bukhari meriwayatkan (no. 2322) dari Abu Hurairah رضي الله عنه, ia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
> “مَنْ أَمْسَكَ كَلْبًا فَإِنَّهُ يَنْقُصُ كُلَّ يَوْمٍ مِنْ عَمَلِهِ قِيرَاطٌ، إِلا كَلْبَ حَرْثٍ أَوْ مَاشِيَةٍ.”
“Barang siapa memelihara anjing, maka setiap hari pahalanya akan berkurang satu qirath, kecuali anjing untuk menjaga tanaman atau ternak.”
(HR. al-Bukhari no. 2322)
Imam Muslim juga meriwayatkan (no. 1575) dari Abu Hurairah رضي الله عنه, dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda:
> “مَنْ اقْتَنَى كَلْبًا لَيْسَ بِكَلْبِ صَيْدٍ وَلا مَاشِيَةٍ وَلا أَرْضٍ فَإِنَّهُ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِهِ قِيرَاطَانِ كُلَّ يَوْمٍ.”
“Barang siapa memelihara anjing yang bukan untuk berburu, menjaga ternak, atau menjaga tanaman, maka setiap hari pahalanya akan berkurang dua qirath.”
(HR. Muslim no. 1575)
Dan Imam Muslim juga meriwayatkan (no. 1574) dari Abdullah bin ‘Umar رضي الله عنهما, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
> “مَنْ اقْتَنَى كَلْبًا إِلا كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ كَلْبَ صَيْدٍ نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ.”
“Barang siapa memelihara anjing, kecuali untuk menjaga ternak atau berburu, maka setiap hari amalnya akan berkurang satu qirath.”
Abdullah (bin ‘Umar) berkata: “Dan Abu Hurairah berkata: ‘atau anjing penjaga tanaman.’”
Ibn ‘Abd al-Barr berkata:
فِي هَذَا الْحَدِيث إِبَاحَة اِتِّخَاذ الْكِلَاب لِلصَّيْدِ وَالْمَاشِيَة , وَكَذَلِكَ الزَّرْع.
> “Dalam hadis ini terdapat dalil bolehnya memelihara anjing untuk berburu, menjaga ternak, dan menjaga tanaman.”
Imam Ibnu Majah meriwayatkan (no. 3640) dari ‘Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
> “إِنَّ الْمَلائِكَةَ لا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلا صُورَةٌ.”
“Sesungguhnya malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat anjing atau gambar makhluk bernyawa.”
Hadis ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah.
Hadis-hadis di atas menunjukkan haramnya memelihara anjing, kecuali yang dikecualikan oleh Rasulullah ﷺ, yaitu anjing untuk berburu, menjaga ternak, dan menjaga tanaman.
*Perbedaan Riwayat: Satu Qirath atau Dua Qirath*
Para ulama berbeda pendapat dalam menggabungkan antara riwayat yang menyebut berkurang satu qirath dan dua qirath.
Ada yang mengatakan:
Berkurang dua qirath bila anjing tersebut lebih banyak menimbulkan mudarat.
Dan berkurang satu qirath bila mudaratnya lebih ringan.
Ada pula yang mengatakan:
Nabi ﷺ pertama kali menyampaikan bahwa berkurang satu qirath,
Lalu kemudian beliau menambah hukumannya menjadi dua qirath, untuk lebih menakut-nakuti umat agar tidak memelihara anjing tanpa kebutuhan syar‘i.
Qirath adalah bagian tertentu dari pahala yang besar nilainya di sisi Allah, maksudnya: sebagian dari pahala amal kebaikannya akan dikurangi.
Lihat:
Syarh Muslim karya an-Nawawi (10/342)
Fath al-Bari (5/9)
*Penjelasan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin رحمه الله*
Dalam Syarh Riyadh ash-Shalihin (4/241), beliau berkata:
وأما اتخاذ الكلب وكون الإنسان يقتنيه فإن هذا حرام، بل هو من كبائر الذنوب، لأن الذي يقتني الكلب إلا ما استثنى ينقص كل يوم من أجره قيراطان…
> “Adapun memelihara anjing, maka hal itu haram, bahkan termasuk dosa besar, karena orang yang memelihara anjing selain yang dikecualikan, setiap hari pahalanya berkurang dua qirath…
ومن حكمة الله عز وجل أن الخبيثات للخبيثين , والخبيثون للخبيثات يقال: إن الكفار من اليهود والنصارى والشيوعيين في الشرق والغرب كل واحد له كلب والعياذ بالله يتخذه معه , وكل يوم ينظفه بالصابون والمنظفات الأخرى ! مع أنه لو نظفه بماء البحار كلها وصابون العالم كله ما طهر ! لأن نجاسته عينية , والنجاسة العينية لا تطهر إلا بتلفها وزوالها بالكلية.
> Di antara hikmah Allah Ta‘ala adalah bahwa yang keji akan cenderung kepada yang keji pula. Dikatakan bahwa orang-orang kafir dari Yahudi, Nasrani, dan kaum Komunis di Timur dan Barat, semuanya memelihara anjing —na‘ūdzu billāh— dan setiap hari mereka membersihkannya dengan sabun dan pembersih lainnya!
> Padahal, seandainya mereka mencucinya dengan air seluruh lautan dan sabun di dunia, anjing itu tetap najis, karena najisnya bersifat ‘ainiyyah (zatnya najis), dan najis ‘ainiyyah tidak bisa suci kecuali dengan hilangnya zatnya secara total.
لكن هذه من حكمة الله , حكمة الله أن يألف هؤلاء الخبثاء ما كان خبثاً، كما أنهم أيضاً يألفون وحي الشيطان ؛ لأن كفرهم هذا من وحي الشيطان، ومن أمر الشيطان، فإن الشيطان يأمر بالفحشاء والمنكر , ويأمر بالكفر والضلال , فهم عبيد للشيطان وعبيد للأهواء , وهم أيضاً خبثاء يألفون الخبائث. نسأل الله لنا ولهم الهداية ” انتهى.
> Namun ini termasuk hikmah Allah —bahwa orang-orang yang jahat akan menyukai hal-hal yang jahat— sebagaimana mereka juga menyukai wahyu setan, karena kekufuran mereka itu adalah dari wahyu setan dan perintahnya. Setanlah yang memerintahkan kekejian, kemungkaran, kekufuran, dan kesesatan. Maka mereka adalah hamba setan dan hamba hawa nafsu, serta mereka juga jiwa-jiwa yang kotor yang mencintai kekotoran.
> Kita memohon kepada Allah agar memberi hidayah kepada kita dan kepada mereka.”
*Apakah Boleh Memelihara Anjing untuk Menjaga Rumah?*
Rasulullah ﷺ hanya mengecualikan tiga jenis anjing dari larangan memelihara, yaitu:
1. Anjing berburu,
2. Anjing penjaga ternak,
3. Anjing penjaga tanaman.
*Sebagian ulama berpendapat:*
Tidak boleh memelihara anjing untuk alasan selain tiga ini.
*Sebagian yang lain berpendapat:*
Boleh dianalogikan (qiyas) dengan tiga tersebut untuk kebutuhan serupa, bahkan yang lebih utama, seperti anjing penjaga rumah, karena jika menjaga ternak dan tanaman diperbolehkan, maka menjaga rumah dan jiwa manusia tentu lebih utama.
Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh Muslim (10/340):
“هَلْ يَجُوز اِقْتِنَاء الْكِلَاب لِحِفْظِ الدُّور وَالدُّرُوب وَنَحْوهَا؟ فِيهِ وَجْهَانِ: أَحَدهمَا: لا يَجُوز، لِظَوَاهِر الأَحَادِيث، فَإِنَّهَا مُصَرِّحَة بِالنَّهْيِ إِلا لِزَرْعٍ أَوْ صَيْد أَوْ مَاشِيَة , وَأَصَحّهمَا: يَجُوز، قِيَاسًا عَلَى الثَّلاثَة، عَمَلا بِالْعِلَّةِ الْمَفْهُومَة مِنْ الأَحَادِيث وَهِيَ الْحَاجَة” انتهى.
> “Apakah boleh memelihara anjing untuk menjaga rumah, gang, dan semisalnya? Ada dua pendapat:
Pertama, tidak boleh, berdasarkan keumuman hadis yang melarang kecuali untuk tiga hal (tanaman, berburu, ternak).
Kedua, dan ini yang lebih sahih: boleh, dengan qiyas kepada tiga hal itu, karena alasan yang dipahami dari hadis adalah kebutuhan (al-hājah).”
Pendapat yang disahkan oleh Imam an-Nawawi ini juga dikuatkan oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam Syarh Shahih Muslim, beliau berkata:
“والصحيح أنه يجوز اقتناؤه لحفظ البيوت، وإذا جاز اقتناء الكلب لتحصيل منفعة كالصيد، فاقتناؤه لدفع مضرة وحفظ النفس من باب أولى” انتهى بمعناه.
> “Pendapat yang benar adalah bahwa boleh memelihara anjing untuk menjaga rumah. Jika boleh memelihara anjing untuk mendapatkan manfaat (seperti berburu), maka tentu memeliharanya untuk menolak bahaya dan menjaga jiwa lebih utama.”
Sebagian ulama membolehkan memelihara anjing untuk kepentingan yang maslahat, berdasarkan qiyas (analogi) kepada apa yang disebutkan dalam hadis.
Imam an-Nawawi رحمه الله berkata:
“اختلف في جواز اقتنائه لغير هذه الأمور الثلاثة ، كحفظ الدور والدروب ، والراجح : جوازه قياساً على الثلاثة ، عملاً بالعلَّة المفهومة من الحديث ، وهي : الحاجة ” انتهى
*“Ulama berbeda pendapat tentang kebolehan memelihara anjing selain untuk tiga tujuan (berburu, menjaga ternak, menjaga tanaman), seperti untuk menjaga rumah dan jalan. Pendapat yang rajih (kuat) adalah boleh, berdasarkan qiyas kepada tiga hal tersebut, karena alasan yang dipahami dari hadis adalah kebutuhan.”* (*Syarh Muslim*, 10/236)
Ibn ‘Abd al-Barr رحمه الله berkata:
وفي معنى هذا الحديث تدخل – عندي – إباحة اقتناء الكلاب للمنافع كلها ودفع المضار ، إذا احتاج الإنسان إلى ذلك ” انتهى
*“Dalam makna hadis ini termasuk –menurutku– kebolehan memelihara anjing untuk semua kemaslahatan dan menolak bahaya, selama seseorang membutuhkannya.”* (*At-Tamhid*, 14/219)
Memelihara anjing terlatih bagi seorang wanita yang tidak memiliki orang yang merawat, menjaga, atau menemaninya, tentu lebih layak dan lebih besar maslahatnya daripada menjaga tanaman atau ternak.
Syaikh Yusuf bin ‘Abd al-Hadi menukil dari sebagian ulama:
لا شك أنَّ النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم أذِن في كلب الصيد في أحاديثَ متعدِّدَةٍ ، وأخبر أنَّ متَّخذَه للصيد لا ينقص مِن أجره ، وأذِن في أحاديث أخرى في كلـبِ الماشية ، وكلب الغنم ، وكلب الزرع ، فعُلم أنَّ العلَّة المقتضية لجواز الاتخاذ : المصلحة ، والحكم يدور مع علته وجوداً وعدماً ، فإذا وُجدت المصلحة جاز الاتخاذ ، حتى إنَّ بعضَ المصالح أهمُّ وأعظمُ مِن مصلحة الزرع ، وبعض المصالح مساوية للتي نصَّ الشارع عليها ، ولا شك أنَّ الثمار هي في معنى الزرع ، والبقر في معنى الغنم ، وكذلك الدجاج والأوز -لدفع الثعالب عنها- هي في معنى الغنم ، ولا شك أنَّ خوفَ اللصوص على النَّفس ، واتخاذه للإنذار بـها والاستيقاظ لها أعظم مصلحة من ذلك ، والشارع مراعٍ للمصالح ودفع المفاسد ، فحيث لم تكن فيه مصلحةٌ ففيه مفسدة ” انتهى من “الإغراب في أحكام الكلاب” ( ص 106 ، 107 ) .
*“Tidak diragukan bahwa Nabi ﷺ telah mengizinkan memelihara anjing untuk berburu dalam banyak hadis, dan menjelaskan bahwa siapa yang memeliharanya untuk berburu tidak berkurang pahalanya. Beliau juga mengizinkan anjing penjaga ternak dan tanaman. Maka diketahui bahwa ‘illat (alasan hukum) diperbolehkannya adalah karena adanya maslahat. Hukum itu berputar bersama ‘illat-nya, ada dan tiadanya. Maka jika ada maslahat, boleh memelihara; bahkan ada maslahat yang lebih besar dari menjaga tanaman. Menjaga buah-buahan sama dengan menjaga tanaman, sapi sama dengan kambing, ayam dan angsa—untuk melindunginya dari rubah—juga sama seperti menjaga ternak. Dan tidak diragukan bahwa menjaga diri dari pencuri atau anjing penjaga untuk peringatan bahaya adalah lebih besar maslahatnya daripada itu semua. Syariat datang untuk memperhatikan maslahat dan menolak mafsadah. Maka di mana tidak ada maslahat, di situ pasti ada mafsadah.”* (*Al-Ighrāb fī Aḥkām al-Kilāb*, hlm. 106–107)
Wallāhu a‘lam



