Akhlak

5 Terapi Anti Galau Ala Rasulullah ﷺ

“Galau” adalah istilah populer yang menggambarkan perasaan bingung, cemas, atau sedih seseorang. Dunia maya kini menjadi wadah bagi anak muda untuk mengekspresikan perasaan galau mereka. Beragam kutipan galau bertaburan di beranda status, postingan, ataupun story di berbagai platform media sosial yang ada. Bagaimanapun juga, galau adalah bagian yang tak terpisahkan dari setiap episode kehidupan manusia. Selama hati masih berdenyut, selama itu pula galau akan selalu mengintai siapapun, kapan dan di mana saja.

Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya nama yang paling benar di sisi Allah adalah Al-Harits (giat berusaha dan bekerja) dan Al-Hammam (memiliki keinginan yang banyak).” (HR. Abu Daud dan At-Tirmizi). Maksudnya, kedua nama tersebut sangatlah sesuai dengan fakta tentang manusia pada umumnya. Makna Al-Hammam dalam hadits tersebut adalah “yang memiliki keinginan tinggi”. Ada juga tafsiran yang menghubungkannya dengan kata “hamm,” yakni kesedihan, karena tidak ada satupun manusia di dunia ini yang terlepas dari rasa sedih dan galau. Jika ada manusia yang terbebas darinya, maka para Nabi dan Rasul-lah yang paling berhak. Namun nyatanya mereka juga pernah merasakannya. Nabi Ya’kub pernah berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya aku mengeluhkan kegalauan dan kesedihanku hanya kepada-Mu.” Demikian juga Nabi Nuh yang merasa sangat sedih karena kedurhakaan anaknya. Juga Nabi Ibrahim yang bersedih lantaran menghadapi kerasnya hati sang ayah terhadap kebenaran yang ia bawa. Begitu pula dengan Nabi Ayub yang diuji dengan penyakit yang sangat parah. Ada Nabi Luth yang diuji dengan istrinya yang kufur terhadap ajarannya, bahkan Nabi Muhammad ﷺ yang diuji dengan berbagai ujian hidup yang sangat berat.

Meskipun setiap orang pernah merasakan galau, tapi seorang mukmin memiliki cara tersendiri dalam menyikapinya sesuai dengan petunjuk Rasulullah ﷺ. Berikut ini lima terapi anti galau ala Rasulullah ﷺ:

  1. Beriman kepada takdir
Baca Juga  Agar Rahasia, Tetaplah Rahasia

Rukun iman yang ke enam ini adalah terapi pertama dan utama dalam menyikapi setiap kegalauan. Rasulullah ﷺ bersabda:

الإيمان بالقضاء والقدر يزيل الهم والحزن

“Beriman kepada qadha dan qadar akan menghilangkan ‘hamm’ (kegelisahan) dan ‘hazan’ (kesedihan).” (HR. At-Thabrani)

Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa makna “hamm” adalah kegelisahan terhadap apa yang akan terjadi di masa mendatang, sedangkan “hazan” merupakan kesedihan atas peristiwa atau musibah yang telah terjadi. (Thariqul Hijratain)

Kedua-duanya dapat dihilangkan dengan iman kepada takdir, karena seorang mukmin yakin bahwa semua yang telah terjadi dan akan terjadi adalah bagian dari ketetapan Allah sehingga ia pun tetap tenang. Bahkan, boleh jadi kegagalan dalam mencapai suatu tujuan adalah bagian dari rahmat dan kasih sayang-Nya.

Ibnu Masud  pernah berkata:

“Sesungguhnya, ada seorang hamba yang berharap akan suatu urusan perniagaan dan jabatan sampai ia hampir memilikinya. Tatkala Allah melihat hal itu Dia  berfirman kepada malaikat-Nya, “Jauhkanlah hal itu darinya, karena jika Aku mudahkan dia untuk memperolehnya, niscaya Aku akan memasukkannya ke dalam neraka.” Maka Allah pun menjauhkannya dari hal tersebut. Namun, sang hamba justru mengeluh dan berkata, “Orang lain telah mendahuluiku, orang lain lebih beruntung dari pada aku,” padahal sebenarnya itu adalah anugerah Allah bagi dirinya.’ (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam)

  1. Doa

Doa adalah penawar termanjur bagi setiap kegelisahan. Di antara doa yang diajarkan Nabi ﷺ:

اللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن

“Ya Allah aku berlindung padamu dari hamm dan hazan.”  (Sahih Al-Bukhari)

Anas bin malik yang meriwayatkan hadits ini bercerita bahwa selama 8 tahun membersamai Rasulullah doa tersebut sangat sering diulangi oleh beliau ﷺ. (Sahih Al-Bukhari)

  1. Memperbanyak baca Al-Quran
Baca Juga  Islam, Agama Dakwah

Selain sebagai petunjuk, Al-Quran juga berfungsi sebagai obat untuk hati yang sedang gelisah. Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Sesungguhnya di dalam surat Al-Fatihah terdapat obat untuk 70 macam penyakit, termasuk penyakit hati yang resah (HR. Ad-Darimi). Terlebih lagi ketika Al-Quran itu dibaca dalam salat, sebagaimana sabda Nabi ﷺ : ‘Wahai Bilal, hiburlah kami dengan salat’. (HR. Abu Daud)

  1. Curhat kepada Orang Saleh Terdekat

Mendiskusikan perasaan dengan teman atau keluarga khususnya yang saleh bisa membantu meredakan beban emosional. Kadang-kadang, sekadar berbagi rasa dengan seseorang yang peduli sudah cukup untuk menyembuhkan diri dan menyadarkan bahwa terlalu larut dalam kesedihan bukanlah pilihan bijak. Contoh nyata sejarah yang menginspirasi pentingnya peran seorang sahabat adalah permohonan Nabi Musa kepada Allah untuk menjadikan Nabi Harun sebagai mitra dakwahnya di hadapan Firaun dan kaumnya. Demikian juga, Rasulullah ﷺ  sengaja menahan Abu Bakar untuk tidak bergabung dengan rombongan hijrah lainnya, agar dapat menemaninya dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah.

Namun, memiliki sahabat sejati yang siap mendengarkan curahan hati tidaklah mudah. Bahkan, ada yang sampai rela menyewa seorang psikiater hanya untuk mendapatkan pendengar yang setia. Jika Anda merasa memiliki sahabat sejati, maka jagalah hubungan tersebut dengan baik karena itu adalah anugerah yang langka. Sungguh “Kebahagiaan bisa didapat dari 4 hal” satu di antaranya adalah memiliki sahabat sejati. (Abu Nu’aim, Hilyatul Auliya)

  1. Meyakini bahwa kesedihan adalah bagian dari ujian

Sebuah hakikat yang tak bisa dipungkiri adalah hidup ini merupakan serangkaian ujian yang membentuk perjalanan manusia dan kesedihan adalah bagian dari pada ujian itu. Namun, seperti  ujian lainnya, terdapat hikmah besar di balik kesedihan yang mendera. Sufyan At-Tsauri mengatakan: “Sesungguhnya hal yang paling mulia dalam catatan kebaikan seorang hamba adalah pahala (kesabaran atas ujian) kesedihan dan kekhawatiran di dunia. (Hilyatul Auliya)

Pernyataan ini selaras dengan sabda Nabi ﷺ:

Baca Juga  BENTENG KOKOH PERJUANGAN

“Sesungguhnya seorang hamba jika telah ditetapkan oleh Allah untuknya suatu tingkatan (di surga) yang tidak ia raih dengan amalannya, maka Allah akan uji dia pada jasadnya, hartanya atau anaknya, kemudian ia (dikaruniai) sabar atas hal tersebut, hingga Allah sampaikan ia pada tingkatan yang telah ditetapkan-Nya”. ( HR. Abu Daud)

Pada akhirnya, seorang mukmin menyadari bahwa dunia adalah tempatnya kesedihan, ia hanya akan benar-benar hilang tatkala seorang masuk ke dalam surga. Oleh karenya, salah satu nikmat teragung bagi penduduk surga adalah diangkatnya kesedihan dari hati mereka untuk selama-lamanya. Dengan penuh rasa syukur mereka berkata:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ

“Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan  dari kami kesedihan” (Fathir: 34)

Semoga kelak kita termasuk golongan yang mengucapkan pujian indah tersebut. Amin.

Disadur dari kitab Wada’an lil Humum wal Ahzan, Abdul Salam As-Syuwa’ir.

Mubarak Umar, Lc.

Mahasiswa S2 Iqthishad Islami, Universitas Islam Madinah, Arab Saudi

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?