Akidah

Akibat Tidak Mengenal Allah

Ma’rifatullah (mengenal Allah Ta’ala) adalah pokok agama Islam. Ma’rifatullah memiliki urgensi yang sangat besar; bila terealisasi pasti membuahkan keistimewaan dan keutamaan yang sangat agung. Namun, bila ma’rifatullah hilang maka akan menimbulkan akibat yang sangat fatal.

Banyak umat Islam yang mengetahui keistimewaan dan keutamaan ma’rifatullah, namun sedikit dari mereka yang mengetahui akibat fatal dari tidak mengenal Allah Ta’ala. Di antara akibat fatal tersebut ialah:

  1. Hilangnya Seluruh Kebaikan

Sumber kebaikan dari Allah Ta’ala ada dalam hati. Sebab itu, bila hati baik, niscaya anggota tubuh yang lain pasti menjadi baik dan mampu memproduksi kebaikan-kebaikan yang lain. Hanya saja, hati tidak akan baik kecuali bila mengenal Allah Ta’ala, mencintai-Nya, beribadah dan kembali kepadaNya, dan merasa tenang dan tenteram ketika mengingat-Nya. Inilah karakter hati yang hidup dan tidak mati, hati yang yang sehat dan tidak sakit.

Barang siapa kehilangan hati yang hidup dan sehat, niscaya dunia tidak bisa menggantikannya, meskipun ia mampu meraihnya. Bila segala sesuatu di dunia ini hilang, maka akan ada gantinya kecuali mengenal Allah dan beribadah kepada-Nya, bila ia hilang maka tidak ada gantinya.

Bagaimana bisa makhluk yang fakir akan menggantikan Allah Yang Mahakaya?

Bagaimana bisa makhluk yang lemah akan menggantikan Allah Yang Mahakuasa?

Bagaimana makhluk yang pasti mati menggantikan Allah Yang Mahakekal?

Oleh karenanya, orang yang tidak mengenal Allah Ta’ala akan meninggalkan dunia dalam keadaan sangat merugi. Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata, “Bagaimana bisa waktu berlalu dan umur habis, sementara hati terhalang dari mengenal Allah Ta’ala?! Dia keluar dari dunia seperti saat dia memasukinya, tidak merasakan hal terlezat di dalamnya, bahkan dia hidup layaknya binatang. Dia berpindah darinya (menuju akhirat) dalam keadaan merugi.”([1])

2. Melupakan Diri Sendiri

Akibat lupa kepada Allah Ta’ala sehingga tidak mengenali-Nya adalah dia akan melupakan dirinya sendiri. Dia berfirman,

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ

Artinya: ”Janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri”. (QS. al-Hasyr: 19).

Baca Juga  Untaian Fawaid dari Kitab "Pembeda antara Wali Allah dan Wali Setan" ( 1 )

Ibnul-Qayyim berkata, “Siapa yang mengenal Allah, niscaya dia akan mengenal selainNya. Sebaliknya, siapa yang tidak mengenal Allah, niscaya dia lebih tidak akan mengenal selainNya([2]).

Maksud dari lupa terhadap diri sendiri adalah tidak mengenal hakikat dirinya, dari mana asalnya, untuk apa dia  diciptakan, dan kemana dia akan kembali? Sebab itu, dia melupakan tujuan hidupnya, melupakan kemaslahatan dan kebahagiaan hakiki untuk dirinya, baik saat dia hidup di dunia atau setelah dia kembali kepada Allah yang telah menciptakannya.

Oleh karena itu, ia pun hidup di dunia ini seperti binatang yang hanya makan dan bersenang-senang demi memenuhi hawa nafsunya. Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَهُمْ

Artinya: “Orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Padahal, Jahanam adalah tempat tinggal mereka (kelak). (QS. Muhammad: 12).

Bahkan, terkadang kehidupan mereka lebih buruk diri binatang, Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

Artinya:  “Sungguh, Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia; mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu laksana binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. al-A’raf: 179).

Terkadang, binatang akan menjauhi bara api atau jurang karena akan membinasakannya, namun ada di antara manusia, karena tidak mengenal Allah Ta’ala, ia justru menyiapkan bara api untuk membakar dirinya atau memesan kapling di tepi jurang neraka Jahannam di akhirat kelak lantaran ia durhaka kepada Allah Ta’ala

.

Merekalah orang yang telah keluar dari fitrah penciptaannya, sehingga lupa kepada Allah Ta’ala. Lalu Allah pun menjadikannya lupa terhadap hakikat dirinya, asal muasal dan tempat kembalinya, serta jalan yang menjadikannya suci dan bahagia ketika di dunia atau saat kembali ke akhirat. Dia berfirman,

Baca Juga  Syi'ah Sufistis

وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

Artinya: “Janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya, sementara keadaan dirinya itu melampaui batas”. (QS. al-Kahfi: 28).

Karena dia lupa dan lalai dari Allah Ta’ala, maka hati serta  urusannya berantakan, dia tidak perduli terhadap kebaikan dan kesempurnaannya, serta apa yang menjadikan hati dan jiwanya suci. Bahkan sebaliknya, hatinya tercerai berai, urusannya menjadi hancur berantakan, dan dirinya bingung tersesat dari jalan yang benar. Kita memohon perlindungan Allah darinya.

3. Buruk Sangka kepada Allah Ta’ala

Akibat lain tidak mengenal Allah Ta’ala adalah buruk sangka kepada-Nya. Ini merupakan dosa besar karena buruk sangka kepada Allah bertolak belakang dengan kesucian serta kesempurnaan Allah Ta’ala, serta berlawanan dengan nama-nama Allah Yang Mahaindah, juga sifat-sifat-Nya Yang Mahaagung.

.

Oleh karenanya, Allah mengancam orang yang berburu sangka kepada-Nya dengan ancaman yang sangat pedih. Dia berfirman,

الظَّانِّينَ بِاللَّهِ ظَنَّ السَّوْءِ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَلَعَنَهُمْ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Artinya:Mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahanam. Sungguh, (neraka Jahanam) itulah seburuk-buruk tempat kembali. (QS. al-Fath: 6).

Sudah sepatutnya kita waspada terhadap dosa tersebut karena banyak di antara kita yang tidak selamat darinya. Hal ini dituturkan oleh Ibnul-Qayyim dalam ucapannya: “Kebanyakan manusia berburuk sangka kepada Allah dalam urusan pribadi mereka dan apa yang Allah takdirkan untuk selain mereka.([3])

Tidak ada yang bisa selamat dari dosa buruk sangka kepada Allah kecuali orang yang mengenal-Nya. Bila setiap kita memeriksa hati masing-masing, niscaya dengan sangat jujur kita akan akui bahwa di antara kita banyak yang terjatuh dalam dosa tersebut, baik sedikit maupun banyak. Tidak ada solusi dari malapetaka yang sangat buruk ini, juga dosa besar, murka Allah, dan neraka jahannam kecuali dengan mengenal Allah Ta’ala. Siapa yang mengenal Allah, niscaya dia akan berbaik sangka kepada-Nya, berharap kebaikan dari-Nya, dan meyakini bahwa Allah tidak menakdirkan sesuatu kecuali di dalamnya ada hikmah, rahmat, kebaikan, maslahat, dan keadilan.

Baca Juga  Merawat Persatuan Ummat

Ibnul-Qayyim berkata, Siapa yang benar-benar mengenal Allah, dia pasti akan tahu dengan penuh keyakinan bahwa keburukan yang menimpanya atau ujian yang turun kepadanya di dalamnya ada bermacam-macam maslahat dan manfaat yang tidak bisa dihitung kecuali oleh Allah Ta’ala. Dia juga akan tahu dengan penuh keyakinan bahwa maslahat bagi seorang hamba dalam takdir yang tidak ia sukai lebih banyak daripada maslahat yang ada dalam takdir yang dia sukai([4]).

Tidak ada yang dapat menyelamatkan dari penyakit buruk sangka tersebut kecuali dengan berbaik sangka kepada Allah Ta’ala. Tidak ada cara terbaik yang dapat mengisi hati dengan baik sangka selain mengenal Allah serta nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Allah berfirman kepada orang yang mengingkari salah satu sifat-Nya,

وَذَلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِي ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ أَرْدَاكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Artinya: “Yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka kepada Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Fusshilat: 23).

Allah juga mengisahkan tentang dakwah Nabi Ibrahim kepada kaumnya:

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَاذَا تَعْبُدُونَ (85) أَئِفْكًا آلِهَةً دُونَ اللَّهِ تُرِيدُونَ (86) فَمَا ظَنُّكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِينَ (87)

Artinya: “(Ingatlah) ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya, ‘Apakah yang kamu sembah itu? Apakah kamu menghendaki sembahan-sembahan selain Allah dengan jalan berbohong? Maka apakah anggapanmu terhadap Tuhan semesta alam?'”. (QS: ash-Shaffat: 85- 87).


([1]) Thariq al-Hijratain wa Bab as-Sa’adatain (1/211)

([2]) Miftah Dar as-Sa’adah (1/ 86)

([3]) Zad al-Ma’ad (3/ 206)

([4]) (Al-Fawaid (1/ 91)

Ridwan Nursalam, Lc., M.A.

Kandidat Doktor, Bidang Aqidah & Pemikiran Kontemporer, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?