Mimbar Jumat

Khutbah Jumat: Keutamaan Tobat dan Syarat-syaratnya

KEUTAMAAN TOBAT DAN SYARAT-SYARATNYA

Jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Manusia adalah makhluk yang sangat rentan terjatuh ke dalam dosa dan maksiat. Namun, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan solusi bagi manusia terkait masalah ini, yaitu bertobat. Anas radiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ.

“Setiap manusia pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah orang yang bertobat”.[1]

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallamSetiap manusia pasti berbuat salah” ialah informasiterkait fakta manusia bahwa mereka pasti terjatuh dalam kesalahan dan dosa. Lafaz “kullu (yang bermakna: setiap)” di dalam bahasa Arab termasuk lafaz umum, sehingga semua manusia inklusif dalam lafaz ini, tidak terkecuali para nabi dan rasul.

Namun, telah tegak konsensus para ulama bahwa para nabi dan rasul maksum dari dosa. Sisi kemaksuman mereka adalah sebagai berikut:

  • Maksum dalam Tablig ar-Risalah (Penyampaian Wahyu) yang diturunkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla.

Ini merupakan salah satu karakter khusus para nabi dan rasul. Mereka terjaga dari kesalahan ketika menyampaikan wahyu, baik berupa mengkhianati wahyu, atau berupa berdusta. Di antara dalilnya adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla:

وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ (44) لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ (45) ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ (46) فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ (47)

“Sekiranya Nabi Muhammad mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami,  maka pasti Kami pegang dia pada tangan kanannya,  kemudian Kami potong pembuluh jantungnya. Maka tidak seorang pun dari kalian yang dapat menghalangi (Kami untuk menghukuminya). (QS Al-Haaqqah: 44-47).

  • Maksum dari dosa besar dan kesyirikan.

Adapun kemaksuman dari kesyirikan, maka para ulama telah membahasnya dalam bab khusus di dalam buku-buku mereka. Imam al-Baihaqiy membuat bab di kitabnya Dala-il an-Nubuwwah tentang kemaksuman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari perbuatan jahiliah, yaitu: “Bab dalil tentang penjagaan Allah bagi Rasul-Nya pada masa muda dari perbuatan-perbuatan jahiliah”. Demikian juga dengan Abu Nu’aim  al-Ashbahaniy, beliau membuat bab khusus dalam kitab Ad-Dala-il, yaitu “Bab menyebutkan perkara yang dikhususkan Allah berupa kemaksuman dari agama kaum jahiliah”.

Baca Juga  Khutbah Jumat: Jangan Remehkan Amalan Kebaikan

Adapun kemaksuman Rasulullah dari dosa besar, maka ini adalah pendapat mayoritas para ulama. Imam Ibnu Taimiyah mengatakan,

إنَّ القول بأنَّ الأنبياء معصومون عن الكبائِر دون الصَّغائر هو قول أكثر علماء الإسلام، وجَميع الطَّوائف، حتَّى إنَّه قول أكثر أهل الكلام كما ذكر أبو الحسن الآمدي أنَّ هذا قول أكثر الأشعريَّة، وهو أيضًا قول أكثر أهل التَّفسير والحديث والفقهاء، بل هو لم ينقل عن السَّلف والأئمَّة والصَّحابة والتَّابعين وتابعيهم إلاَّ ما يوافق هذا القول

“Sesungguhnya pendapat bahwa para nabi ‘alaihimus-salam maksum (terjaga) dari dosa besar dan tidak maksum dari dosa kecil adalah pendapat mayoritas ulama Islam dan semua kelompok Islam. Bahkan, ia termasuk juga pendapat para ulama Ahli Kalam; sebagaimana dipaparkan oleh Abul-Hasan al-Amidiy bahwa ini adalah pendapat mayoritas kelompok Asya’irah. Ini juga adalah pendapat mayoritas ulama tafsir, hadis, dan ulama fikih, bahkan tidak dinukil dari para ulama salaf dari kalangan sahabat, tabi’in dan pengikut tabi’in pendapat yang menyelisihi pendapat ini”.[2]

Di antara dalil hal ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

والله إني لأخْشاكم لله وأتْقاكم له

“Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah dibandingkan kalian.”[3]

Di antara konsekuensi dari ketakwaan dan sifat takut kepada Allah adalah menghindari perkara-perkara yang dapat menimbulkan murka Allah, seperti meninggalkan dosa-dosa besar. Adapun untuk dosa kecil, maka mayoritas para ulama berpendapat bahwa para nabi dan rasul tidak maksum darinya. Hal ini telah diisyaratkan oleh ucapan Ibnu Taimiyah yang telah dikutip sebelumnya.

Jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sabda  Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Pasti banyak berbuat salah”:adalah bentuk shigatul-mubalagah atau hiperbola, yaitu bentuk kata, frasa, atau kalimat yang menunjukkan berlebihan dalam hal jumlah, ukuran, atau sifat sesuatu. Kalimat hadis ini menunjukkan bahwa manusia berpotensi untuk banyak terjatuh ke dalam kesalahan dan maksiat[4], baik dengan sengaja maupun dengan tidak sengaja. Tentu, ini merupakan tabiat yang Allah tetapkan bagi manusia. Bahkan, di dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

Baca Juga  Khutbah Jumat: Kemenangan yang Hakiki di Dalam Islam

لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللهُ بِكُمْ، وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ، فَيَسْتَغْفِرُونَ اللهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ

“Seandainya kalian tidak melakukan dosa, maka Allah akan melenyapkan kalian. Lalu Dia akan mengganti kalian dengan kaum yang melakukan dosa, kemudian kaum tersebut memohon ampun kepada Allah, dan Allah mengampuni mereka”.[5]

Kaum muslimin yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Sebaik-baik orang yang bersalah adalah orang yang bertobat”: dalam kalimat ini terselip solusi bagi problem yang disebutkan di awal hadis, yaitu bahwa solusi bagi orang yang terjatuh ke dalam maksiat adalah dengan bertobat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Makna tobat secara etimologi Bahasa Arab adalah kembali atau pulang. Adapun secara terminologi, kalimat tersebut bermakna kembali dan rujuk dari maksiat menuju kepada ketaatan kepada Allah.

Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah menyebutkan syarat-syarat tobat yang berkualitas, syarat-syarat itu adalah:

Pertama: mengikhlaskan niat kepada Allah ketika bertobat.

Kedua: menyesali kemaksiatan yang telah dilakukan. Ini menunjukkan keimanan yang menghiasi hatinya karena seorang mukmin merasa “sakit” dengan maksiat yang ia kerjakan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءتْهُ سَيِّئتُهُ فَذَلِكَ الْمُؤْمِنُ

“Siapa yang berbahagia dengan kebaikan yang ia lakukan, dan bersedih dengan keburukan yang ia lakukan, maka ia seorang mukmin”.[6]

Ketiga: meninggalkan perbuatan maksiat tersebut. Ini merupakan salah satu syarat terpenting tobat.

Keempat: bertekad untuk tidak terjatuh kembali kepada maksiat tersebut di masa yang akan datang.

Kelima: bertobat sebelum tertutup waktunya. Tobat diterima sebelum datang dua waktu:

  • Sebelum sakratulmaut datang.
  • Sebelum matahari terbit dari arah barat.[7]

Keenam: jika dosanya berhubungan dengan sesama manusia -seperti menzalimi seseorang dengan ucapan atau mencuri harta seseorang-, maka wajib untuk meminta maaf atau mengembalikan benda yang dicuri kepada pemiliknya.[8]

Kaum muslimin jamaah shalat Jum’at yang dirahmati oleh Allah ‘Azza wa Jalla.

Bertobat merupakan amalan yang mulia disisi Allah. Ada beberapa keutamaan dari amalan ini, di antaranya:

  1. Dosa-dosa orang yang bertobat diampuni dan ia dimasukkan ke dalam surga.
Baca Juga  Khutbah Jumat: Perusak Ukhuwah Dan Persatuan

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman terkaitan keutamaan ini,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang murni, semoga Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS. At-Tahrim: 8).

Ayat ini memaparkan bahwa semua dosa diampuni oleh Allah ‘Azza wa Jalla termasuk dosa syirik yang merupakan dosa yang terbesar. Dalam sebuah riwayat dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah bersabda,

التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لا ذَنْبَ لهُ

         “Orang yang bertobat dari dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa.”[9]

  • Dosa-dosa itu diganti dengan kebaikan.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ

“Kecuali orang yang bertobat, serta beriman dan mengerjakan amalan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan”. (QS Al-Furqan: 70).

  • Menjadi penyebab dicintai Allah ‘Azza wa Jalla.

Pengakuan bahwa seorang hamba cinta kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah perkara yang lumrah, bahkan semua manusia pasti akan memproklamirkan perasaan cintanya kepada Allah. Namun, yang luar biasa adalah pengakuan cinta yang datang dari Allah kepada hamba-Nya yang di antaranya adalah cinta Allah kepada orang yang bertobat. Allah berfirman,

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai orang-orang yang bersuci.” (QS. Al-Baqarah: 222)


[1] . HR Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, dan Tirmizi.

[2] .  Majmu’ al-Fatawa (4/319).

[3] . Shahih Bukhari (5063)  

[4] . Tuhfatul-Ahwadzi (7/170).

[5] . Shahih Muslim (2749).

[6] . Sunan Tirmizi (2165).

[7] . Syarh Riyadh ash-Shalihin karya syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin (1/16).

[8] . Riyadh ash-Shalihin karya Imam an-Nawawiy (hal. 22) dengan sedikit modifikasi.

[9]  HR. Ibnu Majah (4250).

Lukmanul Hakim, Lc., M.A.

Kandidat Doktor, Bidang Tafsir & Hadits, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?