Motivasi Islami

Sunatullah dalam Meraih Kemenangan (I)

Di dunia ini, Allah Azza wa Jalla telah menetapkan rumus-rumus kehidupan yang pasti bagi alam, individu dan komunitas manusia, dikenal dengan istilah sunatullah. Sunatullah ini berlaku bagi semua umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari kebahagiaan, berdirinya sebuah peradaban, dalam meraih kejayaan sampai pada penderitaan, menuai kekalahan dan runtuhnya sebuah peradaban.

سُنَّةَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي قَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلُۖ وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ ٱللَّهِ تَبۡدِيلٗا٢٣ [الفتح: 23]

“Sebagai suatu sunatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunatullah itu.” (QS. Al-Fath: 23).

Rasulullah shallallāhu alaihi wasallam dan para sahabat beliau meraih kejayaan karena telah berjuang sesuai dengan syarat-syarat dan hukum sebab akibat yang telah ditetapkan Allah Ta’āla. Siapa saja, di mana saja dan kapan saja kaum mukminin mengikuti sunah tersebut, mereka akan meraih kemenangan sebagaimana telah diraih oleh Rasulullah shallallāhu alaihi wasallam dan para sahabat beliau, juga para Nabiyullāh sebelumnya beserta pengikut mereka.

Kaum ‘Ād, Tsamūd, Firaun dan kaum kuffar lainnya menuai azab dan kehancuran sesuai sunatullah atas mereka yang menyekutukan Allah, membuat kerusakan di muka bumi dan menzalimi manusia. Siapa saja, di mana saja dan kapan saja manusia mengikuti jejak mereka, maka akan menuai azab dan kehancuran juga.

{أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ دَمَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَلِلْكَافِرِينَ أَمْثَالُهَا} [محمد: 10]

“Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.” (QS. Muhammad: 10).

Sunatullah yang terjadi pada alam semesta atau yang terjadi pada manusia adalah ketentuan Allah yang tetap tak berubah-ubah, konstan dan merata.

Kaum mukminin dianjurkan membaca dan memahami sunatullah yang telah dijelaskan dalam Alquran, agar hati merasa tenang dan yakin serta menambah kuat keimanan kepada Allah Azza wa Jalla. Lantas melakukan semua usaha untuk meraih kemenangan, kebahagiaan dan kejayaan dengan senantiasa bertawakal penuh kepada Sang Maha Kuasa. Dengan memahami sunatullah, mereka juga dapat menghindari kesalahan yang dilakukan oleh umat-umat sebelumnya.

Baca Juga  Syukur Kala Nikmat Menghampiri

Esensi Kemenangan dan Pertolongan Allah Ta’āla

Allah Ta’āla berfirman:

{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ} [غافر: 51]

“Sesungguhnya Kami memenangkan (menolong) rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).” (QS. Ghafir: 51).

Dalam Bahasa Arab kemenangan atau pertolongan Allah disebut “al-Nashr” (النَّصْرُ), dan di dalam Alquran, kata ini memiliki empat makna:

Pertama, al-Man’u (المَنْعُ): pencegahan.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

{وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ} [البقرة: 48]

“Dan (begitu pula) tidak diterima syafaat dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.” (QS. Al-Baqarah: 48).

Tiada yang mampu mencegah mereka dari azab Allah, tidak pula ada yang mampu menyelamatkan mereka dari azab yang menimpa.

Makna ini didukung hadis Rasulullah shallallāhu alaihi wasallam tentang cara menolong orang yang zalim.

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا» فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْصُرُهُ إِذَا كَانَ مَظْلُومًا، أَفَرَأَيْتَ إِذَا كَانَ ظَالِمًا كَيْفَ أَنْصُرُهُ؟ قَالَ: «تَحْجُزُهُ، أَوْ تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ، فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ».

Anas bin Malik Radhyillāhu anhu berkata, Rasulullah shallallāhu alaihi wasallam bersabda, “Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim maupun yang dizalimi”. Seorang sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah aku menolongnya jika ia dizalimi, namun bagaimana aku menolong seorang yang zalim?’ Beliau menjawab, “Cegahlah, halangilah dia dari berbuat zalim, itulah cara menolongnya.” (HR. Bukhari no. 6952).

Intinya, terkadang Allah Ta’āla menolong dan memenangkan kaum mukminin dengan mencegah makar dan keburukan musuh mereka.

Kedua, al-‘Aun (العَوْنُ): pertolongan atau bantuan.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

{وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ} [الحج: 40]

“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Hajj: 40).

Baca Juga  Hakikat Dosa “Menyebabkan Luka dan Menimbulkan Kepedihan” (Part. 4, Tamat)

Ketiga, al-Zhafar (الظَّفرُ): kemenangan.

Firman Allah Ta’āla:

{وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ} [البقرة: 250]

“Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir”. (QS. Al-Baqarah: 250).

Keempat, al-Intiqām (الاِنْتِقَامُ): pembalasan.

Firman Allah Azza wa Jalla:

{فَدَعَا رَبَّهُ أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ} [القمر: 10]

“Maka dia mengadu kepada Tuhannya: “Bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu menangkanlah (aku)”. (QS. Al-Qamar: 10).

Imam al-Qurthubi berkata: “Nabi Nuh ‘alaihissalam berkata, Ya Allah sesungguhnya mereka telah mengalahkanku dengan pembangkangan, maka balaslah mereka dan menangkanlah aku atas mereka’.” (Tafsir al-Jāmi Li Ahkām al-Qur’ān, cet. Dār al-Kutub al-Mishriyah, juz XVII, hal.131).

Fakta ini menunjukkan sebuah hakikat yang penting untuk dipahami, bahwa kemenangan yang diberikan Allah kepada kaum mukminin sangat bervariasi, tidak semata menang mutlak di medan pertempuran. Bisa saja dengan mencegah makar dan serangan musuh, atau menjatuhkan bala kepada musuh sehingga tidak mampu melawan kaum muslimin, atau berpalingnya orang-orang munafik dari perjuangan.

Pada beberapa fakta sejarah, sebut saja perang Uhud misalnya, secara kasat mata kita menyaksikan Rasulullah shallallāhu alaihi wasallam dan pasukan beliau kalah. Jika dilihat sepintas saja, tidak ada kemenangan yang diraih saat itu. Namun, jika kita telaah lebih mendalam ternyata pertolongan Allah dan kemenangan muncul dalam bentuk yang berbeda, di antaranya:

  1. Keunggulan di medan tempur diukur dengan target perang, apakah terealisasi atau tidak dan sebesar apa persentase capaian target tersebut. Dalam perang Uhud, pasukan besar kafir Quraisy tidak berhasil mencapai target yang mereka kejar, yakni menghabisi pasukan kecil Rasulullah shallallāhu alaihi wasallam dan kaum mukminin, menghancurkan kekuatan materi dan mental mereka, dan keduanya tidak terealisasi.
  2. Pada hari Ahad, satu hari setelah perang Uhud, Rasulullah shallallāhu alaihi wasallam memerintahkan seluruh pasukan yang ikut dalam perang Uhud untuk berangkat mengejar pasukan Quraisy, semua sahabat dengan berani dan semangat berangkat bersama Rasulullah shallallāhu alaihi wasallam sampai di Hamra’ al-Asad. Artinya, mental baja dan semangat mereka tetap membara, keletihan dan luka-luka akibat perang Uhud sama sekali tidak meluluhkan mental juang mereka. (Lihat: Al-Rahiq al-Makhtum, cet. Dār al-Hilal, Hal. 259).
  3. Abdullah bin Ubay bin Salul, gembong kaum munafikin di Madinah ikut berangkat menuju Uhud, namun di tengah jalan ia bersama 300 pengikutnya berpaling, ia membawa balik sepertiga pasukan meninggalkan Rasulullah shallallāhu alaihi wasallam bersama dua pertiga pasukan lainnya menghadapi tantara besar Quraisy.
Baca Juga  3 Keistimewaan 10 Awal Zulhiijah Yang Wajib Diketahui

Untuk meraih kemenangan, pasukan kaum mukminin harus terlebih dahulu dibersihkan dari kaum munafikin yang hanya menambah beban mental dan berpotensi besar menggembosi perjuangan hingga gagal mencapai tujuan. Sehingga tersisa mereka yang imannya kuat, akidahnya bersih dan niatnya tulus, dan di tangan pasukan pilihan inilah Allah Azza wa Jalla nantinya menganugerahkan kemenangan gemilang.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

{لَوْ خَرَجُوا فِيكُمْ مَا زَادُوكُمْ إِلَّا خَبَالًا وَلَأَوْضَعُوا خِلَالَكُمْ يَبْغُونَكُمُ الْفِتْنَةَ وَفِيكُمْ سَمَّاعُونَ لَهُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ} [التوبة: 47]

Jika mereka berangkat bersamamu, niscaya mereka tidak akan menambah (kekuatan)mu, justru hanya membuat kekacauan, dan mereka tentu bergegas-gegas menuju ke depan di celah-celah barisanmu, untuk menimbulkan kekacauan, sedang di antara kamu ada orang-orang yang sangat suka mendengarkan perkataan mereka. Allah Maha Mengetahui orang-orang zhalim. (QS. At-Taubah: 47).

Hari ini, secara kasat mata kita menyaksikan banyak korban berjatuhan dari rakyat sipil di Gaza, kota hancur, infrastruktur luluh lantak, bantuan militer saudara seiman tak kunjung datang. Hati mukmin pastilah merintih menyaksikan penderitaan saudara seiman, namun tak mampu berbuat apa-apa selain doa.

Namun, jika kita memahami esensi kemenangan hakiki, memahami hakikat pertolongan Allah Azza wa Jalla, kita yakin dengan sepenuh hati, bahwa pejuang Gaza telah berhasil mencapai target perjuangan yang diimpikan, paling tidak untuk target awal dari fase-fase menuju kemenangan yang besar, yakni pembebasan Masjidil Aqsha. Hasbunallāhu wa ni’wal wakīl, wa lā haula wa lā quwwata illā Billāh.

Riyadh, Senin 2 Sya’ban 1445 H

Abu Zulfa, Lc., M.A., Ph.D.

Doktor Bidang Fiqih dan Ushul, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?