Janji Allah Untuk Mereka Yang Bersabar
Pada ayat ke-19 dalam Surah An-Nisa, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“(Maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (QS. An Nisa :19).
Di balik musibah ada kebaikan yang diinginkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk kita, begitu pula di balik sesuatu yang kita benci kemudian terjadi dan tidak kita harapkan, cita-citakan dan inginkan, ada kebaikan yang dinginkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Syekh Umar Al Muqbil dalam kitab beliau Qawaid Quraniyah mengatakan, “Jika kita merenungi ayat ini maka sangat berkaitan dengan perasaan, karena ayat ini menunjukkan seorang suami yang terpaksa berpisah dengan istrinya yang tidak bisa melanjutkan kehidupan rumah tangganya. Tentu di balik perpisahan itu adalah sesuatu yang menyakitkan, namun Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan, “Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
Kemudian Syekh Umar Al Muqbil mengatakan, ”Jika kita mentadabburi ayat ini, terkadang ada musibah yang menimpa tubuh dan jasad kita, begitu pula dengan perasaan kita, terkadang pula sakit hati, begitupun agama kita yang mengharuskan jihad dijalan Allah Ta’ala, begitu pula dengan dunia kita, seperti: muamalah, keseharian kita dengan sesama manusia, atau dengan pasangan-pasangan kita, kesemuanya diajarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kemudian kita menyerahkan sepenuhnya kepada-Nya. Oleh karenanya sifat yang harus dimiliki oleh seorang hamba dalam menghadapi hal yang seperti ini adalah dengan kesabaran.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ أُو۟لَٰٓئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَٰتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُهْتَدُونَ
“Dan Sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, „Innalillaahi wa innaa ilaihi raaji‟uun (sesungguhnya kami berasal dari Allah, dan kepada-Nya pula kami kembali).‟ Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. Al-Baqarah: 155- 157).
Orang yang bersabar, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan untuknya dengan tiga hal, di atas tiga hal, dan pada tiga hal:
Penjelasan:
- Allah menjanjikan 3 hal bagi orang yang tertimpa musibah yaitu:
1. Mereka akan mendapatkan pujian dari Tuhan mereka.
2. Rahmat (kasih sayang) dan ketenangan yang Allah Subhanahu wata’ala turunkan kepada hatinya.
3. Pasrah dengan musibah tersebut, dan mereka adalah orang-orang yang mendapatkan hidayah dan petunjuk.
- Di atas 3 hal, ketika seorang hamba tertimpa musibah di mana kondisi dan keadaan serta hati dan perbuatannya menunjukkan sifat pasrahnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu:
1. Ketika ia tertimpa musibah ia berkata innaa lillaahi wainnaa ilaihi rooji’iun bagi mereka yang mengucapkannya.
2. Bersabar dengan hatinya.
3. Mengumpulkan antara perbuatan dan ucapan dalam sholatnya.
- Pada 3 hal yaitu ketika hidup seorang hamba ditimpa 3 hal, yaitu:
1. Ujian jasad.
2. Ujian harta.
3. Ujian jiwa.
Di balik semua musibah, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyiapkan pahala yang sangat besar, mereka akan menadapatkan pujian dari Tuhan mereka sebagaimana perkataan Abu Aliyah rahimahullah makna dari “Shalawatun mirrabbihim” shalawat dari Tuhan mereka adalah pujian Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hambanya di tempat yang tertinggi di hadapan para malikat, kemudian dia akan disayangi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu menurunkan ketenangan di dalam hatinya ketika ia pasrahkan segalanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan mereka adalah orang-orang yang senantiasa mendapatkan hidayah dan petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Syekh Umar Al Muqbil kemudian menyebutkan contoh kisah yang berkaitan dengan ayat, “Kejadian yang menimpa Ummu Salamah, beliau adalah ibunya kaum muslimin istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dinikahi oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah suaminya Abu Salamah meninggal, keluarga Abu Salamah adalah keluarga yang pertama hijrah ke Madinah, namun mereka tidak behijrah bersama-sama karena orang kafir Quraisy memisahkan antara Ummu Salamah dan Abu Salamah, maka berangkatlah Abu Salamah menuju Madinah dan tinggallah Ummu Salamah kemudian beliau mendapatkan intimidasi dari orang-orang Quraisy, dan Abu Salamah ini sayang kepada keluarganya: kepada istri dan anak-anaknya. Beliau sangat baik perilakunya pada Ummu Salamah. Ketika Ummu Salamah bersama anak-anaknya menuju Madinah kembali mereka dipertemukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun Allah Subhanahu wa Ta’ala menakdirkan lain tidak lama kemudian Abu Salamah meninggal dunia, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian mengajarkan kepada Ummu Salamah untuk membaca doa apabila tertimpa musibah,
“Ya Allah berilah aku pahala pada musibah yang menimpaku dan berilah aku ganti dengan yang lebih baik dari apa yang engkau ambil dariku”.
Pada saat itu, Ummu Salamah masih ragu mengucapkan doa tersebut karena begitu sayangnya kepada suaminya Abu Salamah, namun karena keimanannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ia kemudian mengucapkannya akan tetapi dalam hatinya masih bertanya-tanya adakah lelaki yang lebih baik dari abu salamah yang begitu penyayang kepada istri dan anaknya, beliau mengucapkannya dengan keyakinan karena hal ini datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ternyata setelah habis masa iddahnya datanglah utusan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melamar beliau. Adakah suami yang lebih baik dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Akhirnya ummu salamah menjadi istri manusia terbaik, dialah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kesimpulan dari kaidah ini adalah, mulai detik ini jangan lagi ada yang pernah larut dalam kesedihan. Silakan bersedih namun jangan larut dalam kesedihan dan gantungkan harapan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berbaik sangka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena tidak ada sesutupun yang menimpa manusia melainkan kebaikan yang diinginkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala walaupun pada awal dan zahirnya adalah sesuatu yang buruk di mata kita. Ingatlah di balik itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyiapkan pengampunan dosa, diangkat derajat kita di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikan dengan yang lebih baik di sisiNya.
Oleh karenanya, dalam riwayat disebutkan kelak di hari kiamat orang yang mendapatkan musibah dan ujian dan melihat pahala yang telah disiapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ia kemudian berkata, ”Aduhai andaikan hidupku dipenuhi dengan musibah dan ujian”, karena telah disiapkan pahalanya disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Wallahu A’lam Bishshawaab