Tatsqif

Bunda Kedua Manusia Termulia – Ibunda Para Sahabat

Anda sebagai wanita mungkin pernah bermimpi untuk menjadi bunda seorang aktor tampan atau artis cantik yang sering nongol dalam sinetron-sinetron yang kebanyakannya tak mendidik itu. Tapi, apakah Anda pernah membayangkan betapa indahnya hidup ini bila berperan sebagai Ummu Aiman yang menjadi sitter pemimpin umat manusia? Yang menimangnya sejak bayi, memeliharanya tatkala ia piatu, dan turut menyertainya ketika ia remaja, dewasa, hingga masa kenabian.

Sejak kanak-kanak, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mencintainya dan menganggapnya sebagai ibu kedua baginya meskipun dirinya hanyalah budak wanita yang ia warisi dari ayah ibunya. Beliau lalu memerdekakannya dan menikahkannya dengan ‘Ubaid bin Zaid. Hanya saja suaminya ini wafat sebelum era kenabian. Selanjutnya, Rasulullah kembali menikahkannya dengan salah satu manusia yang paling cintai, yaitu mantan budaknya, Zaid bin Haritsah.[1]

Kedua tangan Ummu Aiman penuh dengan keberkahan. Dengan kedua tangannya, ia turut serta membesarkan Sang Nabi tercinta hingga menjadi manusia paling mulia, terkuat dan paling ksatria. Juga dari rahimnya, lahir duo pahlawan sahabat yang jarang ada tandingannya dalam semangat jihad dan pengorbanan membela Rasulullah dan Islam.

Kehebatan didikan seorang Ummu Aiman menjadikan putra keduanya, Usamah bin Zaid, diangkat oleh Rasulullah di usia remaja, 18 tahun, untuk memimpin pasukan besar umat Islam dalam memerangi pasukan Romawi di negeri Syam, padahal dalam pasukan itu ada Abu Bakar, Umar dan para komandan senior sahabat lainnya.[2] Hal ini menyebabkan sebagian sahabat seakan tidak meridai dirinya sebagai komandan pasukan mereka, entah karena warna kulitnya yang hitam atau lantaran usianya yang masih remaja. Mengetahui hal ini, beliau bersabda, “Bila mereka mencela kepemimpinannya terhadap pasukan ini, maka mereka telah mencela kepemimpinan ayahnya –yakni Zaid di Mu’tah-. Demi Allah, dia sangat layak menjadi pemegang tampuk komando (sebagaimana putranya)…”[3]

Baca Juga  Posisi Para Reformis di Masa Fitnah Dan Krisis (5)

Tentu tak mungkin seorang remaja langsung bisa menjadi jenderal terbesar pasukan utusan terakhir Rasul itu melainkan sedari kecil ia telah terdidik sebagai komandan dan ksatria di bawah bimbingan sang bunda dan ayahandanya, Ummu Aiman dan Zaid bin Haritsah.

Ini berbeda dengan era kita sekarang. Para pemuda usia 18 tahun atau bahkan 20 tahun hanya memiliki skill ngegame, ngerokok, ngegombal dan pacaran, juga ilmu agama yang nihil, hati dan akhlak yang rapuh, serta mental yang lemah. Bahkan, di antara penuntut ilmu agama pun masih banyak yang labil dan tak dewasa. Tapi, tidak dengan Usamah dan para sahabat junior yang tertarbiyah di Kota Madinah di era sahabat. Mereka tidaklah menginjak usia dewasa, 15 tahun, kecuali sudah memiliki skill untuk menjadi mujahid, dai, pencari nafkah, suami dan ayah. Ini menggambarkan bahwa PR pembinaan terhadap generasi muda kita sangat besar.

Kita tentu tak bisa meraih output seperti generasi sahabat, namun setidaknya kita berusaha untuk mendekati upaya dan output pembinaan mereka dengan memperbaiki banyak sisi pendidikan: dimulai dari pendidikan parenting terhadap orang tua atau calon orang tua, penanaman nilai-nilai agama dalam lingkup keluarga, evaluasi kurikulum di berbagai instansi pendidikan, pengaktifan masjid sebagai pusat pembinaan agama generasi muda, dan lain sebagainya.

Usamah bin Zaid merupakan anak kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sewaktu kecil Rasulullah kadang mendekap dirinya dan Al-Hasan bin Ali, lalu berdoa, “Ya Allah! Sungguh saya mencintai mereka berdua, maka cintailah keduanya.”[4]

Tentu, kehebatan Usamah juga muncul lewat didikan Rasulullah yang sangat menyayanginya. Di antara kisah menarik, bahwa suatu ketika, saat Usamah masih kanak-kanak, Rasulullah hendak menghapus ingus Usamah dari hidungnya, namun Aisyah berkata, “Biarkan aku saja yang melakukannya.” Mendengar itu, Rasul bersabda pada Aisyah, “Wahai Aisyah! Cintailah ia karena aku mencintainya.”[5]

Baca Juga  Manhaj Ahlus Sunnah Dalam Menyikapi Kesalahan Alim atau Da’i

Juga pernah Usamah terbentur pintu hingga kepalanya terluka, lantas Rasulullah menghisap darah lukanya dan membuangnya, sembari bersabda, “Seandainya Usamah seorang putri, niscaya saya akan memberikannya pakaian dan hiasan indah hingga akulah yang menafkahi kehidupannya.”[6]

Adapun putra pertama Ummu Aiman yang dari suami pertamanya adalah Aiman bin ‘Ubaid, seorang pendekar penunggang kuda andalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sekaligus sebagai pelayan setia beliau.[7] Ketika perang Hunain, pasukan umat Islam dipukul mundur oleh pasukan kabilah Tsaqif, sehingga banyak di antara mereka mengundurkan diri. Saat itu, hanya sekitar 8 atau 7 sahabat di sisi Rasulullah yang tetap tegar melindungi beliau, termasuk Aiman ini. Ia lantas melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari serangan pedang dan anak panah hingga ia menemui kesyahidan. Radhiyallahu ‘anhu.[8]

Semasa hidupnya, Rasulullah seringkali menziarahi Ummu Aiman. Ziarah ini kemudian dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar setelah wafatnya beliau. Suatu saat Abu Bakar mengajak Umar, “Marilah kita berdua pergi menziarahi Ummu Aiman sebagaimana dahulu kala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menziarahinya.” Ketika tiba di rumahnya, Ummu Aiman pun menangis.

“Apa yang membuatmu menangis? Sungguh, apa yang Rasulullah dapatkan di sisi Allah itu lebih baik baginya.” Ujar Abu Bakar dan Umar.

Ia pun menjawab, “Saya menangis bukan karena tidak mengetahui hal tersebut, namun aku menangis karena wahyu telah terputus dari langit (dengan wafat Rasulullah).” Lantas mereka semua pun menangis.[9]

____________

[1] . (Al-Ishabah: 1/317)

[2] . (As-Siyar: 2/497)

[3] . (HR. Bukhari: 7/69)

[4] . (HR Bukhri: 7/70)

[5] . (HR. Tirmizi: 3818).

[6] . (HR Ibnu Majah: 1976)

[7] . (Lihat: Usudul-Gabah: 1/346 dan Al-Isytiqaq: 360).

[8] . (Lihat: Ma’rifah Ash-Shahabah karya Abu Nu’aim: 1/318 dan Usudul-Gabah: 1/346)

Baca Juga  Bunda Terindah

[9] . (HR Muslim: 2454).

Maulana Laeda, Lc., M.A., Ph.D.

Doktor Bidang Ilmu Hadits, Universitas Islam Madinah, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?