Akidah

Akidah Syiah (Bag. 4)

  • Gaibah Sugra dan Kubra

Yang memiliki arti Kegaiban Kecil dan Kegaiban Besar. Dalam keyakinan ini, Syiah menjelaskan bahwa Al-Hasan Al-Askari (Imam ke-11) memiliki keturunan yang bernama Muhammad. Di usia 5 tahun Muhammad di anggap sebagai Imam Mahdi yang ditunggu, dan memegang tongkat kepemimpinan Imamah langsung dari ayahnya. Setelah itu dia masuk ke dalam gua Samira, bersembunyi dari pandangan manusia. Masa ini berlangsung selama 70 tahun (260-329 H), dalam masa ini Imam ke-12 terus mengirim pesan melalui para wakilnya, masa ini di kenal dengan Kegaiban Kecil.

Setelah itu, muncul sebuah surat dengan tanda tangan Imam ke-12 bertuliskan: “Kegaiban Total (Besar) telah terjadi, maka aku tidak akan muncul lagi kecuali setelah Allah ﷻ izinkan. Maka barang siapa yang mengakui bahwa telah melihatku, maka dia adalah seorang pembohong dan penipu.”

Khumaini berkata: “Masa kegaiban besar telah berlangsung selama lebih dari 1000 tahun, dan mungkin masih ada sekitar ribuan tahun lagi hingga kemunculan imam mahdi.”

Namun fakta sejarah menjelaskan bahwa Al-Hasan Al-Askari (ra) tidak memiliki keturunan. Maka dapat di simpulkan bahwa keyakinan ini adalah keyakinan palsu yang di buat-buat. Menurut sejarah harta warisan dari Al-Hasan pindah ke saudaranya karena dia (Al-Hasan) tidak memiliki keturunan sama sekali.

  • Keyakinan Syiah terhadap Para Sahabat

Sekte Syiah Imamiyah (Rafidah) mengkafirkan seluruh sahabat Nabi ﷺ kecuali tiga atau tujuh orang saja. Mereka meyakini bahwa kepemimpinan khilafah Abu Bakar, Umar dan Usman (ruh) adalah kepemimpinan yang tidak sah. Mereka juga meyakini bahwa Nabi ﷺ telah menyebutkan secara lisan bahwa Ali (ra) adalah khalifah pertama yang sah, dan para sahabat bersekongkol untuk menyembunyikan hal tersebut, yang di mana hal tersebut adalah perbuatan tidak amanah, sifat dari orang munafik.

Jika kita katakan kepada mereka (Syiah) “Mengapa Ali  tidak menghentikan mereka? Sebagaimana Abu Bakar berkata: ‘Para pemimpin adalah dari kaum Quraisy’ ketika ingin menghentikan kaum Anshar sesaat mereka berseru ‘Kami angkat pemimpin kami sendiri dan kalian (muhajirin) mengangkat pemimpin kalian sendiri’.”?

Jika kita bertanya lagi kepada mereka, “Mengapa Ali (ra) yang memiliki garis keturunan mulia dan memiliki kekerabatan yang dekat kepada Nabi ﷺ hanya tinggal diam?” Mereka menjawab: “Ali (ra) melakukan Taqiyah”. Mereka berkeyakinan bahwa seorang pemimpin tidak sah jika di antara pengikut ada orang yang lebih baik dan lebih utama.

Mereka (Syiah) menganggap bahwa mencela dan melaknat Abu Bakar dan Umar adalah sebuah Ibadah, bahkan mereka mengucapkan kalimat laknat sebelum menyebut nama Abu Bakar dan Umar. Syiah juga menuduh Aisyah (rah) melakukan perbuatan keji zina, padahal Allah ﷻ telah membersihkan nama Aisyah (rah) dari atas langit ketujuh.

Baca Juga  Air Hujan Antara Karunia dan Petaka

Mereka juga menganggap remeh nama-nama para sahabat sehingga mereka lebih memilih nama-nama lain dibandingkan nama-nama yang sudah di pakai oleh para sahabat, bahkan mereka sampai berkeyakinan bahwa para sahabat memusuhi Rasulullah ﷺ.

Ustaz Muhibuddin Al-Khatib pernah mendatangi sebuah penjara, dan mendengar orang-orang membicarakan tentang seorang lelaki yang mengunjungi beberapa desa di negara Iran, ketika mereka mengetahui bahwa nama orang tersebut adalah Umar, mereka serentak membunuh lelaki tersebut. Ketika mereka ditanya perihal tersebut, mereka menjawab “Kami membunuhnya sebagai bentuk cinta kepada Ali (ra)”. Ustaz ini berkata dengan heran: “Bagaimana mereka mengaku Syiah (penolong) Ali (ra) namun mereka tidak mengetahui bahwa Ali memberi nama sebagian anak-anaknya dengan nama-nama para sahabat seperti Abu Bakar, Umar dan Usman? Bagaimana mereka tidak tahu bahwa Ummu Kultsum putri dari Ali (ra) merupakan istri dari Umar bin Khattab (ra)?”.

Para sahabat dan ahli bait saling menyayangi, sebagaimana firman Allah ﷻ:

Artinya: Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya bersikap keras terhadap orang-orang kafir (yang bersikap memusuhi), tetapi berkasih sayang sesama mereka…” (QS. Al-Fath: 29)

  • Menziarahi Kubur Para Imam, mengagungkan serta Rela Bepergian Jauh demi ziarah kubur Para Imam 12.

Syiah berkeyakinan bahwa orang yang menziarahi kuburan para 12 imam akan mendapatkan berbagai macam jenis ganjaran pahala yang tiada terhingga. Mereka meyakini bahwa barang siapa yang menziarahi kuburan para imam akan mendapat syafaat nabi ﷺ di akhirat kelak, dan akan mendapatkan pahala setara dengan pahala 70 kali haji sunah, juga akan dihapuskan segala dosa-dosanya.

Kaum muslimin hanya memiliki satu kiblat, mereka salat, berdoa dan meminta hajat hanya kepada Allah, dan berhaji menuju kiblat (kabah) tersebut. Adapun Syiah, maka mereka memiliki banyak kiblat dan tempat-tempat ziarah keramat yang mereka anggap kemuliaannya melebihi kemuliaan kabah. Tak lupa juga mereka mempraktikkan kegiatan syirik di tempat-tempat tersebut.

Mereka (Syiah) beranggapan bahwa tempat kuburan para imam (benar atau tidak kuburan tersebut) adalah tempat yang sakral seperti wilayah Haram. Mereka menjadikan kota Kufah, Karbala dan Kom sebagai kota haram sebagaimana Makkah dan Madinah.

Dalam kitab mereka Al-Wafi, mereka menyebutkan bahwa Kota Kufah merupakan kota haram milik Allah, Rasul dan Amirul Mukminin, salat di kota Kufah setara dengan 1000 salat di tempat lain dan bersedekah 1 dirham sama dengan bersedekah 1000 dirham di kota lain.

Baca Juga  Hampir Saja Jantungku Terbang

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Majlisi (salah satu cendekiawan mereka), pengikut Syiah sebelum mendatangi tempat-tempat ini, harus melakukan beberapa hal, di antaranya:

  1. Mandi Wajib sebelum mendatangi tempat sakral.
  2. Berdiri di depan pintu tempat sakral, dan berdoa serta meminta izin dengan doa-doa mereka.
  3. Singgah dan mencium kuburan tersebut.
  4. Mengarahkan badan ke arah tempat sakral dan membelakangi kiblat.
  5. Salat dua rakaat.
  • Akidah Thinah

Thinah (tanah) dalam sekte Syiah berarti tanah kuburan Husain (ra), salah satu orang sesat dari mereka yang bernama Muhammad An-Nukmani Al-Haristi (memiliki julukan Syekh Mufid) dalam kitabnya Al-Mazar, bahwa Abdullah pernah berkata: “Tanah kuburan Husain merupakan obat bagi segala penyakit, tanah ini merupakan obat akbar (paling agung dan paling ampuh)”.

Fakta lain, tidak sedikit dari pengikut Syiah yang memiliki tanah dari daerah Karbala. Mereka sujud di atas tanah tersebut ketika mereka salat dan berkeyakinan bahwa tanah ini membawa keberkahan, tanah di mana Husain terbunuh. Mereka membawa tanah ini ke mana mereka pergi, menganggap bahwa tanah ini merupakan jimat dan sakral.

Nabi kita Muhammad ﷺ tidak pernah melakukan hal ini, demikian para imam-imam mulia yang datang setelah Beliau. Menyakralkan sebuah tanah/pasir tidak pernah ada dalam syariah dan ajaran Islam.

  • Nikah Mutah (Kawin Kontrak)

Yang di maksud dengan nikah mutah adalah nikah yang berbatas waktu. Nikah jenis ini pernah di bolehkan oleh Nabi ﷺ dalam kondisi-kondisi tertentu, kemudian di haramkan selama-lamanya pada kejadian perang Khaibar atau saat musim haji terakhir Nabi ﷺ, sebagaimana minuman khamar pernah halal untuk di konsumsi, kemudian di haramkan pada tahun 8 H.

Musa Al-Musawi berkata: “Nikah mutah sebagaimana adat orang Syiah tidak lebih dari hubungan antara dua jenis yang hanya memiliki satu syarat, yaitu seorang wanita itu belum bersuami. Jika memenuhi syarat tersebut, dia boleh untuk di nikahi secara mutah, setelah mengucapkan ijab kabul yang hanya terdiri dari dua kalimat, tidak perlu saksi dan nafkah, serta dapat memilih lama waktu yang dia inginkan. Dia juga dapat melakukan nikah mutah dengan 1000 orang wanita, dalam satu atap akad.”

Mereka beranggapan bahwa perbuatan keji ini adalah bagian dari ibadah kepada Allah ﷻ.

Abu Abdullah (pemuka Syiah) pernah di tanya mengenai pahala orang yang melakukan nikah mutah, maka dia menjawab: “Jika dia melakukan mutah dengan mengharapkan keridaan Allah ﷻ, maka kata-kata yang dia lontarkan kepada istrinya akan berupa satu kebajikan, jika dia mendekatinya maka dosanya akan di ampuni, dan jika dia selesai mandi makan akan di ampuni seluruh dosanya sebanyak air yang mengalir dari rambutnya”.

Baca Juga  Bahaya Laten Syi’ah Rafidhah

Sayyid Fathullah Al-Kasyaniy dalam tafsirnya, bahwa Nabi ﷺ berkata: “Barang siapa yang melakukan nikah mutah sebanyak satu kali, maka dia akan memiliki derajat yang sama dengan Husain, jika melakukan dua kali maka akan sederajat dengan Hasan, dan jika melakukan tiga kali maka akan sederajat dengan Ali, lalu jika dia melakukan nikah mutah sebanyak empat kali, maka ia akan sederajat denganku.”

Bahkan sampai pada tahap di mana mereka membolehkan melakukan nikah mutah dengan anak di bawah umur.

  • Pola Pikir Takfiri (sering mengkafirkan orang lain)

Sekte Syiah 12 Imam mengkafirkan orang-orang di luar Syiah, serta menuduh mereka sebagai orang yang membangkang kepada Allah ﷻ hanya karena mereka tidak menyetujui keyakinan Imamiyah. Hal ini justru membuktikan bahwa mereka menyamakan antara para Imam dan Allah ﷻ, karena mengingkari para 12 imam sama dengan mengingkari Allah ﷻ.

Sebab sekte Syiah merupakan sekte yang berbahaya karena dia adalah sekte yang di bangun di atas kedengkian dan kebencian terhadap kaum muslimin dengan menempuh metode yang berbeda-beda hingga dapat menyambungkan tangan dan melakukan pembunuhan serta penganiayaan terhadap kaum muslimin.

Sekte ini telah menjadi studi dari musuh-musuh Islam mengenai bagaimana cara melawan kaum muslimin. Fakta menceritakan bagaimana sekte ini dahulu mengumumkan permusuhan terhadap musuh-musuh Islam, namun seketika mereka tidak melakukan itu lagi dan mundur, bahkan bekerja sama dengan musuh-musuh Islam jika diperlukan. Mereka menyebarkan kebencian ditengah-tengah mereka dengan menyiarkan kisah Zahra yang ter zalimi, juga kisah dongeng bagaimana para sahabat memusuhi para ahli bait.

Olehnya, mereka memukul diri mereka sendiri dan pura-pura menangis, dengan tujuan agar kebencian dan kedengkian tetap ada pada orang-orang awam dari pengikut Syiah. Cara ini juga bertujuan untuk mempersiapkan mereka agar dapat dan terbiasa melakukan penyiksaan terhadap kaum muslimin.

Mereka menganggap bahwa orang selain mereka adalah orang kafir, namun tetap menampakkan dan mendramatisi bahwa mereka tidak melakukan hal tersebut. Mereka terus bertanya: “Mengapa kalian wahai ahlusunah mengkafirkan kami?”, seakan-akan seperti pepatah arab mengatakan:

“Menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri”.

Pola pikir takfiri ini telah menjadi bagian dan tiang dari agama mereka ketika berhadapan dengan orang-orang yang tidak sependapat dengan mereka.

Usamah Maming, Lc., M.A.

Alumni S1 dan S2, Qassim University, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?