IBADAH MENINGGALKAN YANG HARAM

IBADAH MENINGGALKAN YANG HARAM
Kesempatan untuk semakin dekat kepada Allah Ta’ala dan menjadi pribadi yang lebih baik kembali terbuka dihadapan kita dibulan yang penuh berkah ini, diantara ibadah penting yang perlu kita jaga selama bulan suci ramadhan adalah menghindarkan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala, banyak diantara kita menyangka bahwa ibadah itu hanyalah mengerjakan perintah berupa amalan-amalan shalih, padahal meninggalkan sesuatu yang diharamkan Allah Ta’ala juga merupakan bagian dari ibadah yang luar biasa besar pahalanya, bahkan lebih besar pahalanya jika dibandingkan dengan ibadah nafilah (sunnah), karena meninggalkan yang haram hukumnya wajib, dan ibadah wajib lebih besar pahalanya dibandingkan ibadah sunnah.
- Rasulullah ﷺ bersabda:
“اتَّقِ المحارمَ تَكن أعبدَ النَّاسِ”
“Jagalah dirimu dari keharaman-keharaman niscaya kamu menjadi orang yang paling ahli ibadah”.
(H.R. Tirmidzi dan lainnya, No.2227)
- Aisyah r.a berkata:
“من سره أن يسبق الدائب المجتهد، فليكف عن الذنوب”
“Barangsiapa yang ingin mengungguli orang yang tekun dan bersungguh-sungguh, maka hendaklah ia menjauhi dosa.”
(Abu Nu’aim, hilyatul auliya’, 10/400)
- Sebagian ulama berkata:
“أعمال البر يعملها البر والفاجر، وأما المعاصي فلا يتركها إلا صديق”
“Perbuatan baik dilakukan oleh orang baik dan orang jahat, namun maksiat tidaklah ditinggalkan kecuali oleh orang shiddiq.”
(Ibnu Rajab, Jami’ul ‘Ulum walhikam)
- Al-Hasan rahimahullah berkata:
“ما عبد العابدون بشيء أفضل من ترك ما نهاهم الله عنه”
“Tidaklah para hamba melakukan suatu keta’atan yang lebih baik dari meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah”.
(Ibnu abi Dunya, al-wara’, hal.40)
- Ibnu Umar r.a berkata:
“Mengembalikan sesuatu yang receh dari hasil yang haram lebih baik dari berinfaq seratus ribu di jalan Allah.”
- sebagian salaf berkata:
“ترك دانق مما يكرهه الله، أحب إلى الله من خمسمائة حجة”
“Meninggalkan sesuatu yang receh dari hal-hal yang dibenci Allah, lebih aku sukai dibandingkan 500 kali haji”.
(Ibnu Rajab, Jami’ul ‘Ulum walhikam)
Selanjutnya, apakah semua orang yang meninggalkan maksiat mendapatkan pahala? Ulama membagi ibadah meninggalkan maksiat menjadi 4:
Pertama:
Dia meninggalkan dosa karena takut kepada Allah, dia akan mendapat pahala atas meninggalkan dosa tersebut, ini berdasarkan sabda Nabi SAW:
” وَإِنْ تَرَكَهَا – أي : السيئة – مِنْ أَجْلِي فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً”
“… dan jika dia meninggalkannya -maksudnya: perbuatan buruk – karena Aku, maka tulislah untuknya sebagai perbuatan baik…” (H.R. Al-Bukhari: 7501).
Dalam shahih Bukhari disebutkan kisah tentang tiga orang yang terperangkap di dalam goa, mereka bertawassul dengan amalan shalih mereka, diantara ketiganya ada yang bertawassul dengan amalan shalih meninggalkan maksiat karena Allah Azza wajalla, Rasulullah ﷺ bersabda: “Orang kedua berkata, “Ya Allah, sungguh Engkau mengetahui bahwa aku seorang lelaki yang sangat mencintai seorang wanita putri dari pamanku seperti kebanyakan laki-laki mencintai wanita. Suatu hari dia berkata, bahwa aku tidak akan bisa mendapatkannya kecuali aku dapat memberi uang sebanyak seratus dinar. Maka aku bekerja dan berhasil mengumpulkan uang tersebut. Ketika aku sudah berhadapan dengannya dan aku hendak menyetubuinya, dia berkata, bertaqwalah kepada Allah, dan janganlah kamu renggut keperawanan kecuali dengan haq.” Maka aku berdiri lalu pergi meninggalkan wanita tersebut. Ya Allah seandainya Engkau mengetahui apa yang aku kerjakan itu semata mencari ridha-Mu, maka bukakanlah celah untuk kami.” (H.R. Bukhari: 2063)
Kedua:
Meninggalkan dosa untuk pamer kepada manusia (riya’) dan mencari pujian. Orang yang seperti ini tidak akan mendapat pahala karena meninggalkan dosa, malah sebaliknya bisa jadi ia berdosa karenanya. Karena meninggalkan dosa merupakan ibadah dan ibadah itu hanya untuk Allah.
Ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Jika ia berniat melakukan dosa, lalu ia meninggalkannya karena takut kepada makhluk atau karena ingin pamer kepada mereka, maka telah disebutkan bahwa ia akan dihukum (siksa akhirat) karena meninggalkannya dengan niat tersebut, karena mendahulukan takut kepada makhluk di atas takut kepada Allah adalah haram, dan begitu pula berniat untuk pamer kepada makhluk.” (Jami’ al-‘Ulum wa’l-Hikam 2/321).
Ketiga:
Meninggalkan dosa karena malu di hadapan manusia. Dalam keadaan ini tidak ada dosa baginya, dan boleh jadi ia akan mendapatkan pahala atas meninggalkannya jika disertai dengan tujuan yang baik dan dicintai oleh Allah SWT, seperti meninggalkan dosa karena takut para da’i dan ulama akan dicela dan dihina karenanya, padahal dia hanyalah seorang penuntut ilmu yang aktif belajar kepada salah seorang alim, maka rasa malu dan niat baik seperti ini meskipun tidak diniatkan karena Allah akan menjadi pintu pahala baginya.
Kempat:
Meninggalkan dosa karena tidak menginginkannya, dan bukan karena takut kepada Allah atau demi salah seorang makhluk-Nya. Dalam keadaan ini, ia tidak diberi pahala dan tidak pula berdosa.
Ayo sahabat, jaga puasa kita dari hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala.
Mari beribadah dengan menjauhkan pandangan kita dari tontonan yang diharamkan, baik yang anda lihat secara langsung ataupun melalui layar tv dan hp.
Mari beribadah dengan menjaga lisan kita dari membicarakan hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala.
Mari beribadah dengan menghindarkan telinga kita dari suara-suara yang dimurkai Allah, dari mendengar lagu cinta dan musik yang melalaikan, ingat! Apa yang dianggap khilaf oleh ulama kita hanya terbatas pada musik yang menyertai nasyid dan bait yang tidak mengandung unsur dosa dan permusuhan, adapun lagu cinta antara lawan jenis maka kita tidak ragukan keharamannya.
Mari beribadah dengan menjaga semua anggota tubuh kita dari maksiat dan dosa, karena ketakwaan yang kita ingin wujudkan melalui bulan yang mulia ini adalah dengan melakukan perintah serta menjauhi larangan, dan itulah hakikat takwa.
Allah Ta’ala berfirman:
《 وَأَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ ○ فَإِنَّ ٱلۡجَنَّةَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ 》
Artinya:
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya ● Maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya).
(Q.S. An-Naziat: 40-41)
Wallahu A’lam