Fikih

Dalil Syariat Kurban

Dalil Pertama:

Allah Ta’ala berfirman,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ

Artinya: “Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).” (Qs. Al-Kautsar: 2)

Imam At Thabary rahimahullah mengatakan,

فاجْعَلْ صَلاتَكْ كُلَّها لِرَبِّكَ خالِصًا دُونَ ما سِواهُ مِنَ الأنْدادِ والآلِهَةِ، وكَذَلِكَ نَحْرُكَ اجْعَلْهُ لَهُ دُونَ الأوْثانِ

Artinya: “Jadikanlah shalatmu seluruhnya untuk Allah Ta’ala semata ikhlas karenaNya, tidak kepada selainNya dari berhala dan sembahan, begitu juga kurbanmu, jadikan untuk Allah Ta’ala tidak untuk para berhala.” (Tafsir At Thabary: 24/696)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,

إنَّ المُرادَ بِالنَّحْرِ ذَبْحُ المَناسِكِ؛ ولِهَذا كانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يصلي العِيدَ ثُمَّ يَنْحَرُ نُسُكَهُ.

Artinya: “Yang dimaksud “An Nahr” adalah ibadah sembelihan/ kurban, makanya Rasulullah ﷺ setelah shalat Idul Adha beliau menyembelih hewan kurbannya.” (Tafsir Ibnu Katsir :8/503)

Dalil Kedua:

Allah Ta’ala berfirman,

وَلِكُلِّ أُمَّةٖ جَعَلۡنَا مَنسَكٗا لِّيَذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلۡأَنۡعَٰمِۗ فَإِلَٰهُكُمۡ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞ فَلَهُۥٓ أَسۡلِمُواْۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُخۡبِتِينَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَٱلصَّٰبِرِينَ عَلَىٰ مَآ أَصَابَهُمۡ وَٱلۡمُقِيمِي ٱلصَّلَوٰةِ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ

Artinya: “Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserahdirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (Yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah hati mereka bergetar, orang yang sabar atas apa yang menimpa mereka, dan orang yang melaksanakan salat serta orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang Kami karuniakan kepada mereka.” (Qs. Al-Hajj: 34-35)

Baca Juga  Hukum Fikih Berkaitan dengan Anak (Bagian 1)

Markaz tadabbur menyebutkan,

من أعظم البراهين على منزلة أي عبادة من العبادات أن تراها مشروعة في جميع الشرائع وهكذا كان النحر

Artinya: “Ayat ini menjadi dalil kuat bahwa tingginya kedudukan suatu ibadah di antara ibadah-badah yang lain ketika disyariatkan di semua syariat, dan hal ini ada pada perintah berkurban”. (Liyaddabbaru Ayatih -Al Majmuah Ats Tsaniyah- pada tadabbur ayat 34 surah al Hajj, hal. 136)

Dalil Ketiga:

Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

“Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rizki) dan tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah no. 3123, hadis hasan. Al Jami’ As Shahih Lissunan wal Masanid: 32/145)

أي مسلم كانت عنده قدرة على أن يضحي لكنه لم يفعل فلا يقرب مصلى العيد ولا يصلي مع الناس، لأنه لا ينبغي للمسلم أن يترك الأضحية وعنده قدرة على ذلك، فالأضحية عبادة عظيمة وشعيرة في يوم عيد الأضحى، والجمهور على أنها سنة مؤكدة، وقال بعض العلماء بوجوبها في حق القادر

Artinya: “Seorang muslim siapa pun yang memiliki kemampuan untuk berkurban namun tidak mengerjakannya maka tidak diperkenankan baginya mendekati mushalla idul adha dan tidak pula shalat bersama manusia lainnya, karena tidak sepantasnya bagi seorang muslim meninggalkan kurban sedangkan ia memiki kesanggupan untuk itu. Kurban adalah ibadah agung, dan syiar di hari idul ada, mayoritas Ulama memandangnya sunnah muakkadah, dan sebagian Ulama berpendat kewajibannya bagi yang mampu.” (Mausu’ah Al Ahadits An Nabawiyah, 64660)

Sayyid Syadly, Lc

Mahasiswa S2, Qassim University, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?