Puasa & Ramadhan

Bukan Sekedar Puasa

Pada hakikatnya, puasa adalah meninggalkan semua pembatal puasa mulai terbit fajar shadiq sampai matahari terbenam dengan niat beribadah kepada Allah Ta’ala. Bila seseorang mampu menahan diri dari makan, minum, dan syahwat selama bulan Ramadhan, maka kewajiban puasa telah gugur darinya. Hampir seluruh kaum muslimin memahami hakikat ini dengan baik.

Tetapi ternyata banyak orang yang berpuasa namun sebenarnya puasanya tidak berbuah pahala. Ia hanya sekedar memenuhi kewajiban berpuasa setiap tahunnya, namun puasa tersebut tidak sempurna dan tidak mendatangkan pahala. Realita ini ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabda beliau:

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ

“Betapa banyak orang yang berpuasa, (namun) bagian yang ia dapatkan (hanyalah) lapar dan dahaga.” [HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah, dan Thabrani, shahih]

Artinya, ada beberapa perbuatan dan perkataan yang menyebabkan tidak sempurnanya puasa dan hilangnya pahala. Kita semua harus mengetahui perkara-perkara tersebut agar puasa kita tidak sia-sia.

Puasa Lisan

Saat berpuasa, hendaklah lisan kita juga ikut puasa. Puasanya lisan adalah dengan menghindari bicara yang tak berguna, tidak berkata dusta, bertengkar, adu domba, menghina, dan tidak pula mengghibah orang lain. Menahan lisan dari semua perkara haram wajib dilakukan kapan saja, namun keharaman perbuatan tersebut lebih ditekankan pada saat berpuasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا، فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ، فَإِنِ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ، إِنِّي صَائِمٌ

“Bila salah seorang dari kalian berpuasa, maka janganlah ia berkata keji atau berbuat kejahilan. Jika seseorang menghina atau menyakitinya, maka hendaklah ia berkata: Sesungguhnya aku sedang berpuasa, sesungguhnya aku sedang berpuasa.” [HR. Muslim]

Baca Juga  Video: Fikih Puasa Syawal | Ustaz Usamah Maming, Lc

Maksud dari kejahilan di sini adalah perkataan atau perbuatan bodoh, seperti bertengkar, adu mulut, atau marah-marah dan berteriak sambil menghina. Jika seorang muslim sedang berpuasa, kemudian ada orang yang memancing keributan dengan menghina atau mengajaknya bertengkar, maka hendaklah ia mengatakan kepada orang itu bahwa ia sedang berpuasa. Ia juga bisa menahan diri dengan mengingatkan dirinya sendiri bahwa ia sedang berpuasa, sehingga tidak perlu baginya meladeni orang bodoh tersebut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dusta, maka Allah Subhanahu wata’ala sama sekali tidak butuh terhadap puasanya”. [HR. Bukhari]

Dusta dan ghibah (menceritakan aib orang lain) termasuk dua perkara besar pembatal kesempurnaan puasa. Imam Mujahid rahimahullah berkata: “Barang siapa yang ingin puasanya selamat, maka hendaklah ia menjauhi ghibah dan dusta.” [ Kitab Az-Zuhd, juz II, h. 572]

Puasa Telinga dan Mata

Puasa telinga adalah dengan tidak mendengarkan perkara haram seperti nyanyian, musik,perkataan keji, ghibah, dll. Orang yang berpuasa tidak akan meladeni hinaan dan perkataan buruk orang lain, melainkan mereka membalasnya dengan perkataan baik, atau menjauhi majelis yang di dalamnya penuh dengan ghibah. Allah Subhanahu wata’ala berfirman yang artinya:

“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: ‘Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.” [QS. Al-Qashash: 55]

Puasa mata adalah dengan menundukkan pandangan dan tidak melihat kepada perkara yang diharamkan. Dalam hal ini, tidak ada beda antara pria maupun wanita. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

Baca Juga  Video: Panaskan Mesinmu, Bulan Kebaikan Akan Tiba | Syekh Ahmad al-Mishry | Penerjemah: Ustaz Fahmi Alfian, Lc.

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka.” [QS. An-Nur: 30-31]

Membebaskan pandangan sesuka hati kepada aurat orang lain akan menimbulkan dampak negatif yang sangat berbahaya. Orang yang terbiasa melihat aurat orang lain tidak akan merasakan lezatnya ibadah dan manisnya iman, lupa ilmu dan melemahnya daya ingat, hati gersang, jiwa resah dan gelisah tak karuan.

Puasa Hati

Puasa hati maksudnya menjaga hati dari setiap keinginan buruk dan nista. Menjaga hati adalah perkara yang paling sulit, karenanya puasa disyariatkan demi membersihkan hati dari syirik, keyakinan menyimpang, niat jahat, dan keinginan buruk. Juga menyucikannya dari segala noda kedengkian, ujub, riya’, dan kesombongan. Dengan berpuasa, hati seorang muslim akan bersih dari segala penyakit, lantas dipenuhi cahaya iman dan takwa.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا يُذْهِبُ وَحَرَ الصَّدْرِ؟ صَوْمُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ

“Maukah kalian kutunjukkan amalan yang bisa menghilangkan panasnya dada? Itulah puasa tiga hari setiap bulan.” [HR. Nasa’i, shahih]

Panasnya dada maksudnya semua perkara yang membuat hati serasa panas dan tidak tenang seperti rasa benci, dengki, amarah, permusuhan dan godaan. [Lihat Syarh Sunan An-Nasa’i, juz III, h. 444]

Hati adalah penghulu anggota badan, jika hati baik maka seluruh anggota badan ikut baik. Sebaliknya jika hati rusak, maka rusaklah seluruh anggota badan.

Penglihatan, pendengaran, dan hati adalah nikmat Allah yang wajib disyukuri dengan menggunakannya untuk beribadah kepada Allah dan untuk berbuat baik. Serta menghindarkannya dari semua perbuatan haram. Kelak kita semua akan dimintai pertanggungjawaban atasnya.

Baca Juga  Doa di Bulan Ramadhan

Allah Subhanahu wata’ala berfirman yang artinya:

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” [QS. Al-Isra’: 36]

Karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kita agar senantiasa berdoa:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِي، وَمِنْ شَرِّ بَصَرِي، وَمِنْ شَرِّ لِسَانِي، وَمِنْ شَرِّ قَلْبِي، وَمِنْ شَرِّ مَنِيِّي

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan-Mu dari kejahatan pendengaranku, penglihatanku, lidahku, hatiku, dan dari kejahatan maniku.” [HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Hakim, shahih]

Bila selama ini kita melaksanakan puasa hanya untuk menunaikan kewajiban dan menggugurkan tanggung jawab, maka marilah sejak hari ini, kita jadikan puasa sebagai sarana menggapai ridha Allah. Bila sebelumnya setiap Ramadhan tiba kita hanya sekedar berpuasa, maka jadikanlah puasa tahun ini penuh arti dengan puasa yang sempurna, puasa lahir dan batin.

Abu Zulfa, Lc., M.A., Ph.D.

Doktor Bidang Fiqih dan Ushul, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?