TIPS MERAIH KEHIDUPAN BAHAGIA

TIPS MERAIH KEHIDUPAN BAHAGIA
BAGIAN I
Karya: Syekh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di
Segala puji bagi Allah Azza wa Jalla, selawat dan salam semoga tercurah untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sesungguhnya kenyamanan hati, ketenangan, dan kebahagiaannya adalah cita-cita semua orang, yang mana dengannya seseorang akan merasakan kehidupan yang baik, dan akan sempurna kebahagiaan hidupnya.
Untuk merealisasikan cita-cita diatas dibutuhkan sebab-sebab agama, sebab-sebab alami, sebab-sebab praktis, dan tidaklah sebab-sebab ini semua dapat diwujudkan dan direalisasikan kecuali oleh orang yang beriman.
Adapun selain orang-orang yang beriman maka hampir mustahil, kendati sebagian dari mereka dapat mewujudkan sebagian kegembiraan dan kebahagiaan dengan cara mereka, namun terluput dari mereka mewujudkan sebab-sebab kebahagiaan yang llebih bermanfaat, lebih lama dan lebih sempurna keadaan dan akibatnya di akhirat.
Dalam risalah ini, saya akan menyebutkan tips-tips untuk mewujudkan cita-cita yang mulia ini yang merupakan obsesi semua manusia, sebagian dari mereka dapat mewujudkan banyak sebab-sebab kebahagiaan sehingga dapat merasakan kehidupan yang bahagia, dan sebagian gagal mewujudkan sebab-sebab kebahagiaan, sehingga ia terjerembab dalam kehidupan yang sengsara, dan sebagian dari mereka ada yang pertengahan dalam mewujudkan sebab-sebab kebahagiaan sesuai dengan yang dianugerahkan oleh Allah Azza wa Jalla.
Sesungguhnya Allah adalah Zat yang memberi taufik dan pertolongan untuk meraih kebaikan dan menolak seluruh keburukan.
Tips yang pertama: Iman dan Amal Saleh
Penyebab terbesar untuk meraih kebahagiaan adalah iman dan amal saleh, hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah Azza wa jalla,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya, “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” QS. Al-Nahl : 97.
Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla menjelaskan dan menjanjikan kehidupan yang baik nan bahagia di dunia bagi orang yang mengumpulkan antara keimanan dan amal saleh, dan menjanjikan pahala yang baik dalam kehidupan akhirat. Penyebabnya sangat jelas, yaitu seorang mukmin yang beriman kepada Allah dengan iman yang lurus dan benar, yang membuahkan amal saleh yang dapat memperbaiki hati dan akhlak dan juga memperbaiki kehidupan dunia dan akhirat, maka akan mendapatkan pilar dan pondasi untuk bersikap dengan benar terhadap sebab-sebab yang dapat mendatangkan kebahagiaan, dan sebab-sebab yang dapat menimbulkan kesedihan dan kegelisahan. Orang yang beriman; apabila datang kepadanya hal yang disukainya dan yang membahagiakannya akan menyikapinya dengan penuh keridaan, kesyukuran dan akan menggunakannya pada hal-hal yang bermanfaat, jika ia menggunakannya dengan cara seperti ini, maka akan menghadirkan kegembiraan dan kebahagiaan baginya.
Orang yang beriman akan menyikapi bencana, malapetaka, kegelisahan dan kegundahan yang datang kepadanya dengan berusaha untuk melawannya dan melenyapkannya sesuai dengan kemampuannya, dan berhias dengan kesabaran, tanpa ada keluh kesah yang keluar dari lisannya. Dengan semua sikap ini; maka bencana dan malapetaka lenyap dan berubah menjadi kebahagiaan dan hasrat yang besar untuk mendapatkan karunia Allah Azza wajalla, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
عَجَباً لأمْرِ المُؤمنِ إنَّ أمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خيرٌ ولَيسَ ذلِكَ لأَحَدٍ إلاَّ للمُؤْمِن : إنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكانَ خَيراً لَهُ ، وإنْ أصَابَتْهُ ضرَاءُ صَبَرَ فَكانَ خَيْراً لَهُ
Artinya, “ Sungguh ajaib urusan orang yang beriman, sesungguhnya semua urusannya baik, dan hal tersebut tidak akan terjadi kecuali untuk orang-orang yang beriman saja, jika tertimpa kebaikan dan kenikmatan, maka hal tersebut merupakan kebaikan baginya, dan jika tertimpa malapetaka, ia bersabar, maka hal tersebut merupakan kebaikan baginya.” HR. Muslim.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa orang yang beriman berlipat ganda kebaikan dan pahalanya setiap tertimpa suatu peristiwa, baik peristiwa yang membahagiakannya maupun peristiwa yang tidak membahagiakannya bahkan menyedihkannya; oleh karena didapat bahwa ada dua orang yang tertimpa suatu kejadian, baik kejadian yang baik maupun yang buruk, dan mereka berdua berbeda dalam menghadapi peristiwa tersebut, dan hal tersebut disebabkan oleh perbedaan kualitas keimanan dan amal saleh mereka.
Orang yang beriman dan beramal saleh menghadapi kejadian yang baik maupun yang buruk dengan kesyukuran dan kesabaran, dan tersebut menimbulkan kebahagiaan dan kegembiraan dan hilangnya kegelisahan, kesempitan hati dan kegundahan, sehingga menjadikan kehidupan di dunia sempurna dan bahagia.
Dan orang yang lain, menyikapi kenikmatan dan anugerah yang Allah berikan dengan kesombongan, sehingga akhlaknya menjadi menyimpang dan menjadikannya ibarat hewan, meskipun demikian, sesungguhnya hatinya tetap tidak tenang dan bahagia, bahkan hatinya dijajah oleh kegelisahan, gelisah karena kekhawatirannya akan hilang nikmat yang ia miliki.
Dari sisi yang lain, perlu diketahui bahwa nafsu tidak memiliki rasa puas, namun akan senantiasa menginginkan hal-hal yang lainnya yang mungkin saja dapat direalisasikan ataupun tidak dapat di realisasikan, jikalaupun terealisasi maka tetap akan menimbulkan kegelisahan. Dan jika dia mendapatkan musibah dan masalah, maka akan menyikapinya dengan penuh kekhawatiran, kegelisahan bahkan tidak menutup kemungkinan akan tertimpa stress, maka pada saat itu, jangan engkau tanyakan tentang penderitaan kehidupan yang ia rasakan, dan tentang keruwetan pikirannya, dan rasa takut dan khawatir yang menjajahnya, sebab dia ketika tertimpa musibah dan ujian tidak berharap untuk mendapatkan pahala darinya, dan juga tidak memiliki sifat sabar yang dapat menghiburnya dan meringankan bebannya, dan itu semua adalah realita yang dapat disaksikan oleh siapa saja.
Sebuah contoh dapat kita amati dan perhatikan, dan jika kita bandingkan kepada keadaan kehidupan manusia maka akan nampak perbedaan yang besar antara seorang mukmin yang mengamalkan keimanannya dan seorang mukmin yang tidak mengamalkan keimannya, bahwa agama ini memotivasi kaum muslimin untuk bersikap qanaah (merasa cukup) dengan rezeki yang Allah anugerahkan kepadanya, dan segala yang Allah berikan kepada mereka berupa kenikmatan yang beraneka ragam.
Seorang mukmin apa bila diuji dengan penyakit, kemiskinan, atau yang sejenisnya, sesungguhnya dengan keimanannya dan dengan sifat qanaah dan rida terhadap segala yang Allah Azza wa Jalla berikan kepadanya, maka semua itu (penyakit, kemiskinan dan segala ujian) akan menjadi penyejuk hatinya, dan ia tidak menuntut sesuatu yang tidak Allah Azza wa Jalla takdirkan untuknya, ia akan melihat kepada orang yang berada di bawahnya dalam kenikmatan, dan tidak melihat kepada yang berada diatasnya dalam harta dan kenikmatan, bahkan bisa jadi kebahagiaan yang melingkupinya lebih besar dibandingkan dengan orang yang melimpah kebutuhan duniawinya namun di dalam hatinya tidak ada sifat qanaah.
Kebalikan, seorang yang lemah imannya, jika diuji dengan kemiskinan atau kegagalannya dalam memperoleh yang ia inginkan dari harta atau jabatan atau hal-hal lain yang berbau duniawi, maka engkau akan melihatnya terpuruk dan terjatuh kedalam kesengsaraan dan penderitaan yang dalam.
Contoh yang lain dalam kehidupan nyata, jika terjadi hal-hal yang menyebabkan dapat kekhawatiran, kemudian datang musibah dan ujian serta malapetaka, maka engkau akan dapatkan bahwa orang yang kokoh keimanannya akan bersikap tenang, mampu mengatur dan menghadapi ujian dan musibah yang menimpanya sesuai dengan kemampuannya dengan pikirannya, perbuatannya dan perkataannya, dan ia telah menyiapkan jiwanya untuk kuat dalam menghadapi musibah yang datang menimpanya, dan sikap ini tentu akan berdampak positifnya baginya, bahkan akan menyebabkan ia menjadi tenang dan kokoh dalam menghadapi musibah tersebut. Adapun orang yang lemah imannya, engkau akan melihat hal yang sebaliknya, jika datang kepadanya ujian dan musibah menyapa, maka hatinya akan gelisah, dan tubuhnya menjadi lemah, pikirannya kacau balau dan dia akan dikuasai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan.
Orang yang baik dan yang buruk, mukmin dan kafir bersekutu dalam keberanian dan dalam kemampuan yang dapat meringankan kekhawatiran dan masalah, namun seorang muslim kelebihan berupa kekuatan imannya, kesabarannya, tawakalnya kepada Allah dan harapan untuk mendapatkan pahala, semua kelebihannya ini menambah keberaniannya dan kekuatannya, sehingga dapat meringankan tekanan kecemasan dan kegelisahan, dan dapat meringankan kesukaran yang menimpanya, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla,
إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya, “Jika kamu menderita kesakitan, maka ketahuilah mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu rasakan, sedangkan kamu masih mengharapkan dari Allah apa yang tidak dapat mereka harapkan.” QS. Al-Nisa : 104.
Sehingga dengan perasaan tersebut engkau merasakan pertolongan Allah yang dapat menghilangkan ketakutan dan kegelisan, sebagaimana firman Allah,
وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Artinya, “Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah Bersama dengan orang-orang yang sabar.” QS. Al-Anfal : 46.