Tatsqif

SYARIAT YANG TEREKSPLOITASI BAG. 2

SYARIAT YANG TEREKSPLOITASI (2)

Sikap antipasti terhada syariat sebab ada kesalahan rezim tertentu yang mengeksploitasi syariat, kita deskripsikan sebagai berikut:

Dia dapati pemerintahan berdasarkan syariat mengeksploitasi syariat tersebut, lalu dia merasa bahwa penting untuk menolak penerapannya agar syariat tidak dieksploitasi. Dia meyakini sikap ini dan mulai menyebarkannya kepada orang lain. Apa akibat dari tindakannya?

Akibatnya, pandangannya tentang syariat menjadi rusak dan penerimaannya terhadap hukum Allah pun menjadi pudar. Alih-alih menjadi pembela syariat, dia malah menjadi lawannya yang berusaha menghancurkannya dan menyebarkan berbagai keraguan tentangnya.

Namun, dalam realita, eksploitasi tetap berlanjut. Eksploitasi syariat oleh pemerintah itu tidak akan berubah hanya karena keraguan yang timbul, bahkan penolakan terhadap syariat itu sendiri justru akan menguntungkan pemerintah jika mereka ingin menghancurkan lawan-lawannya, karena masyarakat Islam cenderung condong kepada syariat dan mengikuti siapa saja yang mengusungnya.

Sehingga jika masyarakat disuguhi dua pihak, pertama pihak yang mengklaim menerapkan syariat – terlepas dari apakah penerapannya benar atau salah –, kedua, pihak yang menentangnya, maka mereka akan lebih cenderung mendukung pihak pertama dan menganggap proyek oposisi sebagai proyek yang harus dihentikan.

Akhirnya, syariat tidak diterapkan dengan benar, dan suara penentang eksploitasi syariat tidak mendapatkan perhatian yang semestinya. Penyebabnya jelas, yaitu kesalahan dalam penanganan masalah. Alih-alih menangani akar masalahnya, kita malah merusak penilaian terhadap si penentang eksploitasi dan justru menambah masalah lain, sehingga bukannya menemukan solusi untuk masalah yang ada, kita malah menuai dua masalah!

Dengan demikian, tirani bukanlah muncul dari syariat sehingga menuntut penghapusannya, melainkan muncul karena lemahnya pengawasan, ketidakmampuan untuk melakukan pertanggungjawaban, serta tidak adanya lembaga pengawasan dan jaminan yang memadai. Solusinya adalah menyerukan penerapan syariat dengan benar, bukan menciptakan masalah baru dengan melawan syariat.

Eksploitasi Syariat antara Dua Arah

Soalan tentang eksploitasi buruk terhadap syariat sejatinya memiliki sisi yang benar, karena ia berbicara tentang eksploitasi agama, yang berarti bahwa masalahnya bukan pada hukum syariat itu sendiri, tetapi pada eksloitasi yang keliru. Ini menunjukkan bahwa ada citra yang murni yang berlawanan dengan citra buruk eksploitasi. Jadi, solusinya adalah mencari cara untuk mencapai citra yang murni itu.

Hakikatnya, ini adalah salah satu aliran dari orang yang mengajukan soalan ini, yaitu menerima penerapan syariat dan mengakui citra positifnya, tetapi menolak eksploitasi negatifnya.

Namun ada aliran lain yang beranggapan bahwa eksploitasi itu selalu menyertai syariat, sehingga tidak mungkin menerapkan syariat tanpa adanya eksploitasi. Mereka menolak penerapan syariat secara keseluruhan, karena eksploitasi dianggap sebagai sifat yang melekat padanya. Ini berarti mereka meragukan syariat itu sendiri.

Meskipun ada perbedaan jelas antara dua aliran di atas dalam memandang penerapan syariat, keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Meningkatnya perhatian pada eksploitasi negatif syariat versi aliran pertama, secara bertahap akan melahirkan persepsi bahwa eksploitasi itu menjadi sifat yang melekat pada penerapan syariat, sehingga perlu adanya jaminan pihak luar. Sedangkan versi aliran kedua mungkin sampai pada persepsinya akibat melihat praktek-praktek eksploitasi sebelumnya.

Kesimpulan

Pertama: Penerapan syariat bukanlah sesuatu yang ideal absurd yang hanya ada dalam pikiran dan impian, tanpa penerapan praktis di dunia nyata. Kita memiliki contoh pemerintahan yang menegakkan agama dengan sangat ideal di bawah pimpinan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, kemudian pemerintah para Khulafa’urasyidin yang mencapai tingkat tertinggi dalam keadilan, kasih sayang, dan kebaikan. Pada masa mereka, orang-orang hidup dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Ini adalah contoh nyata yang sangat istimewa yang menerangi jalan bagi siapa saja yang berusaha menerapkan syariat.

Pondasi ini penting untuk mengcounter setiap keberatan terhadap penerapan syariat yang bebas dari eksploitasi negatif.

Setelah periode tersebut, terjadi penyimpangan dalam penerapan syariat, yang tingkatnya bervariasi tergantung pada waktu, tempat, penguasa, dan negara. Namun, penerapan syariat tetap menjadi prinsip dasar dalam sejarah umat Islam. Dalam konteks sejarah, ada contoh ideal, dan ada pula yang penerapannya bervariasi, baik dalam kekuatan maupun kelemahan. Apapun itu, kita telah memiliki metode ideal yang diterapkan pada zaman kenabian dan pemerintahan era khilafah al-rasyidah, yang menjadi tolok ukur dalam menilai penerapan syariat setelahnya.

Kita bisa mengoreksi penyimpangan terhadap penerapan syariat di semua zaman setelahnya. Hasilnya, kita dapat menilai mana yang benar dan mana yang menyimpang, mana yang masuk ranah ijtihad dan mana pula yang meruakan hukum pasti.

Kedua: Mayoritas mereka yang khawatir tentang penerapan syariat karena menganggapnya terkait dengan tirani, sebenarnya adalah orang-orang yang kurang memahami hakikat syariat, hukum-hukum dan dan hikmahnya. Mereka juga kurang memahami sumber-sumber syariat dan metodologi dalam beristidlal (menyimpulkan hukum).

Sebenarnya mereka sendiri adalah korban kampanye pencemaran citra syariat yang panjang dan massif. Kampanye itu menanamkan kebencian terhadap syariat tanpa alasan logis atau rasional. Hanya luapan emosional yang menyesatkan mereka dari pandangan yang benar tentang syariat Allah. Jika beginilah kondisinya, bagaimana mungkin dia dapat membela atau menentang penerapan syariat dengan alasan eksploitasi negatif, sementara dia sendiri tidak mengetahui hakikat syariat yang telah mengalami eksploitasi itu?

Ketiga dan terakhir: Persepsi benar tentang penerapan syariat akan membawa seorang muslim pada kesimpulan yang pasti bahwa hukum syariat adalah hukum yang adil, penuh kasih sayang dan membawa keberkahan serta kesejahteraan. Semua ketentuan dalam syariat berdiri di atas prinsip kebenaran, keadilan, dan kebajikan, bahkan dengan jaminan yang lebih kuat dibandingkan sistem-sistem modern.

Seruan penerapan syariat adalah seruan untuk menanggalkan kezaliman, tirani, dan penindasan. Mempertahankan referensial syariat sebagai jaminan agar pemerintahan tidak menyimpang dari tujuan-tujuan luhur syariat.

Wallahu A’lam

Abu Zulfa, Lc., M.A., Ph.D.

Doktor Bidang Fiqih dan Ushul, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button