Menjemput Hati Yang Lapang (2)

Karena lapangnya hati adalah sebuah pilihan -setelah adanya taufik dan hidayah Allah Ta’ala tentunya-, lantas bagaimana cara memilih hati yang lapang?
Memilih hati yang lapang berarti memilih jalan-jalan, serta menaati rambu-rambu di dalammya yang akan menuntun pada kelapangan hati tersebut. Apakah jalan yang dimaksud dan apa saja rambu-rambu yang harus ditaati agar kita sampai pada kelapangan hati?
Iman sebagai jalan utama amal saleh adalah rambu-rambunya.
Allah Ta’ala berfirman:
﴿ مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (97) ﴾
Artinya: “Siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97).
Ayat di atas menjelaskan syarat menggapai kehidupan bahagia baik di dunia maupun di akhirat. Kita telah mengetahui bahwasanya kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan yang bersumber dari hati, bukan berasal dari materi duniawi semata.
Kebahagian yang hakiki hanya akan dirasakan oleh hati yang beriman kepada Allah Ta’ala, meyakini bahwa tiada Ilah ( sesembahan) yang berhak diibadati kecuali Allah Ta’ala, karena Dialah yang telah menciptakan segala makhluk, Dialah yang memberi mereka segala kebutuhan untuk hidup di dunia ini. Ia juga meyakini bahwa Allah jua yang mengatur segala alam semesta serta seluruh makhluk yang ada di dalamnya, yang memiliki seluruh makhluk-makhluk tersebut, dan kepada-Nyalah mereka bergantung dan akan kembali.
Itulah hati orang-orang yang beriman kepada Allah Ta’ala, hati mereka akan senantiasa tersinari oleh cahaya iman dan tersirami oleh air islam/taslim, yang akan membuat hati tersebut selalu subur ditumbuhi benih-benih keyakinan, keikhlasan, cinta, ketundukan, menerima dan taat kepada perintah-perintah Allah Ta’ala baik syar’i maupun qadari.
Maka tidak mengherankan bila orang yang beriman akan selalu bahagia dalam hidupnya, karena mereka memiliki hati yang selalu bersyukur dalam kelapangan dan selalu bersabar dalam kesempitan, sebgaimana sabda Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam.
﴿عَجَباً لأمْرِ الْمُؤْمِنِ, إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لأِحَدٍ إِلاَّ للْمُؤْمِن: إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خيْراً لَهُ﴾ رواه مسلم.
Artinya: “Sangat mengagumkan sekali keadaan orang mukmin itu. Semua keadaannya itu merupakan kebaikan baginya, dan yang demikian itu berlaku hanya bagi orang mukmin. Apabila dia mendapatkan kelapangan hidup, ia pun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan baginya. Apabila dia ditimpa oleh kesulitan (musibah), ia pun bersabar dan hal ini pun merupakan kebaikan baginya.” (HR Muslim).
Adapun orang-orang kafir yang menyembah kepada selain Allah Ta’ala, sesungguhnya tidak akan pernah merasakan kebahagiaan yaang hakiki, meskipun mereka hidup dalam kemewahan dunia, bertumpuk harta dan kekayaan, karena sesungguhnya hati mereka gelap gulita, tidak bisa ditembus oleh cahaya iman, karena akibat pengingkaran mereka kepada Allah yang telah menutupi hati tersebut. Hati tersebut hanya ditumbuhi duri-duri keraguan, kesyirikan, kebencian, kedurhakaan dan pembangkangan. Oleh karenanya tidaklah mengherankan bila mereka tidak akan pernah merasakan kebahagiaan yang hakiki. Lantaran hati mereka yang selalu menghembuskan keraguan dan kedurhakaan.
Allah ta’ala berfirman:
﴿أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (122) ﴾
Artinya: “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-An’aam: 122).
Amal saleh sebagai rambu-rambu jalan menuju hati yang lapang
Apakah cukup dengan mengaku beriman saja kita akan mersakan kelapangan hati?
Dalam ayat Surah An-Nahl ayat 97 yang telah disebutkan, ternyata ada syarat lain untuk merasakan kebahagiaan hidup, yaitu amal saleh, dalam istilah lain sering disebut juga dengan ibadah, atau menaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Insya Allah penjabaran tentang syarat ini, akan dijelaskan pada tulisan berikutnya. ( bersambung….)