Mimbar Jumat

Khutbah Jumat: Dakwah Nabi Muhammad ﷺ Di Kota Thaif

Khutbah pertama:

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

إِنَّ ٱلْـحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِٱللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ ٱللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا،

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَصَفِيُّهُ وَخَلِيلُهُ، وَخِيرَتَهُ مِنْ خَلْقِهِ، صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا مَزِيدًا؛ أَمَّا بَعْدُ، مَعَاشِرَ المُسْلِمِينَ وَزُمْرَةَ المـُؤْمِنِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ:

 يَا أَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُوا ٱتَّقُوا ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

 يَا أَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُوا ٱتَّقُوا ٱللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَٱتَّقُوا ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ḥasyr [59]: 18).

Ma’asyiral muslimin sidang shalat Jum’at yang dimuliakan Allah

Sungguh dakwah Nabi ﷺ telah melalui banyak tahap dan periode yang panjang.

Di antara masa yang paling berat adalah pada tahun ke sepuluh kenabian, masa setelah wafatnya pamanda beliau —Abu Ṭālib— dan istrinya, Khadījah radliallahu anha, Dari peristiwa tersebut muncul dampak besar: Nabi ﷺ mengarahkan perjalanannya menuju kota Ṭāif, sebuah kota yang terletak tidak jauh dari Makkah, yang mirip dengan Makkah pada masa itu dalam hal pengagungan berhala dan penyembahan kepada selain Allah.

Disebutkan dalam Hadis ‘Āisyah tentang hari paling berat yang dialami Nabi ﷺ Dari ‘Āisyah radliallahu anha, ia berkata kepada Nabi ﷺ: “Wahai Rasulullah, apakah pernah datang kepadamu hari yang lebih berat daripada hari Perang Uhud?”

Nabi ﷺ menjawab: Sungguh, aku telah mendapatkan berbagai perlakuan dari kaummu, dan yang paling berat aku alami dari mereka adalah pada hari ‘Aqabah, saat aku menawarkan diriku (seruan dakwah) kepada Ibnu ‘Abdi Yālīl bin ‘Abdi Kulāl, tetapi ia tidak memenuhi apa yang aku kehendaki.

Maka aku pun pergi dalam keadaan sangat sedih, tidak menyadari arah yang kutuju, hingga aku tersadar ketika sudah berada di Qarn ats-Tsa‘ālib (sebuah tempat dekat Ṭā’if). (Muttafaqun ‘Alaih – HR. al-Bukhārī dan Muslim).

Ma’asyiral muslimin sidang shalat Jum’at yang dimuliakan Allah

Di Ṭāif, Rasulullah ﷺ tinggal selama beberapa hari. Beliau tidak melewatkan seorang pun dari kalangan para pembesar mereka kecuali beliau dakwahi dan ajak untuk masuk Islam. Namun mereka menghinanya, merendahkannya, dan mengusirnya.

Sungguh luka yang dialami Nabi ﷺ begitu dalam —baik secara fisik maupun batin—. Begitu pula luka yang dirasakan oleh sahabat beliau, Zaid bin Ḥāritsah radliallahu anhu, yang melindungi beliau dari lemparan batu dengan tubuhnya.

Bukan karena sakitnya lemparan batu atau kerasnya pukulan itu. Dan bukan pula karena yang mengejar beliau adalah orang-orang hina dan rendahan —orang-orang yang tidak punya kedudukan dan nilai—. Namun karena perlakuan kasar dan biadab yang tidak memiliki alasan maupun logika. Benarlah firman Allah Taālā:

 أَتَوَاصَوْا بِهِ بَلْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُونَ

Apakah mereka saling mewasiatkan (untuk menentang)nya? Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas. (QS. Adz-Dzāriyāt [51]: 53)

  أَمْ تَأْمُرُهُمْ أَحْلَامُهُمْ بِهَذَا أَمْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُونَ

Apakah akal pikiran mereka memerintahkan mereka untuk melakukan (hal) itu, ataukah mereka kaum yang melampaui batas? (QS. Aṭ-Ṭūr [52]: 32)

Sungguh, merupakan pemandangan yang sangat menyakitkan. Anak-anak kecil, para budak, dan orang-orang hina berdiri membentuk dua barisan dan menghadang serta mengejar Nabi ﷺ ke mana pun beliau pergi.

Sehingga beliau ﷺ tidak dapat mengangkat atau menurunkan kaki kecuali menapakkan di atas batu. Darah mengalir dari kedua telapak kaki beliau yang mulia, dan kepala Sayyidina Zaid bin Ḥāritsah radliallahu anhu terluka karena melindungi Nabi ﷺ dari lemparan batu.

Nabi ﷺ akhirnya berlindung di sebuah kebun milik beberapa orang Quraisy yang saat itu masih musyrik. Namun mereka ternyata memiliki jiwa kesatria dan kehormatan yang lebih besar dibanding penduduk Ṭāif.

Di tempat itulah, Nabi ﷺ menengadahkan tangannya dan berdoa dengan doa yang sangat menyentuh:

 اللَّهُمَّ إِلَيْكَ أَشْكُو ضَعْفَ قُوَّتِي، وَقِلَّةَ حِيلَتِي، وَهَوَانِي عَلَى النَّاسِ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ، أَنْتَ رَبُّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبِّي، إِلَى مَنْ تَكِلُنِي؟ إِلَى بَعِيدٍ يَتَجَهَّمُنِي أَمْ إِلَى عَدُوٍّ مَلَّكْتَهُ أَمْرِي؟ لَكَ العُتْبَى حَتَّى تَرْضَى، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِكَ

“Ya Allah, hanya kepada-Mu aku mengadu tentang kelemahan kekuatanku, tentang sedikitnya daya upayaku, dan tentang kehinaanku di hadapan manusia.

Wahai Zat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang, Engkau adalah Tuhan orang-orang yang lemah dan Engkau adalah Tuhanku.

Kepada siapa Engkau menyerahkan diriku?

Kepada orang jauh yang bermuka masam kepadaku, atau kepada musuh yang telah Engkau kuasakan urusanku kepadanya?

Kepada-Mulah aku pasrahkan segala urusan hingga Engkau ridha.

Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Mu.” (Diriwayatkan oleh Ṭabarānī dalam Ad-Duā).

Wahai hamba-hamba Allah, setiap luka orang-orang beriman selalu memiliki obat penawar yang menenangkan, penyembuh yang menyembuhkan, dan rahmat yang turun menyelimuti.

Lalu datanglah Addās, seorang budak Nasrani dari Irak, membawa setandan buah anggur, lalu meletakkannya dalam satu piring dan menawarkannya kepada Nabi ﷺ sambil berkata, ”Makanlah.”

Ketika Addās menatap wajah mulia Nabi ﷺ, ia mendengar ucapan yang belum pernah ia dengar dari kaum penyembah berhala:

 بِسْمِ اللَّهِ

“Dengan nama Allah.”

Kemudian Nabi ﷺ menanyakan kepada Addās tentang asal daerahnya. Ia menjawab bahwa ia berasal dari kota Nīnawā. Maka Nabi ﷺ bersabda:

 أَمِنْ قَرْيَةِ الرَّجُلِ الصَّالِحِ يُونُسَ بْنِ مَتَّى؟

Apakah engkau berasal dari negeri lelaki saleh, Yunus bin Matta?

Lalu ‘Addās berkata kepada Nabi ﷺ:“Dari mana engkau tahu tentang Yūnus bin Mattā?”

Maka Rasulullah ﷺ menjawab: Itu adalah saudaraku; ia adalah seorang nabi, dan aku juga seorang nabi.” Mendengar jawaban itu, ‘Addās pun segera mendekap Nabi ﷺ lalu mencium kepala, kedua tangan, dan kedua kaki beliau ﷺ dengan penuh hormat dan takzim.

Ma’asyiral muslimin sidang shalat Jum’at yang dimuliakan Allah

Ketika dalam perjalanan kembali menuju Makkah, Nabi ﷺ merenung dan memikirkan bagaimana cara beliau akan masuk ke kota Makkah. Tiba-tiba Malaikat Jibrīl alaihissalam datang menemui beliau sebagaimana yang diceritakan oleh Nabi ﷺ sendiri:

“Lalu Jibrīl memanggilku dan berkata:

Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu kepadamu dan sikap penolakan mereka terhadapmu. Dan kini Allah telah mengutus kepadamu malaikat penjaga gunung, agar engkau dapat memerintahkannya melakukan apa pun yang engkau kehendaki.

Lalu malaikat penjaga gunung memanggilku dan memberi salam kepadaku, kemudian berkata:

Wahai Muhammad, sesungguhnya itu (pembalasan) berada dalam kekuasaanmu. Jika engkau mau, aku akan timpakan kedua gunung besar (al-Akhsya bain) atas mereka.

Maka Nabi ﷺ menjawab dengan penuh kelembutan:

بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ ٱللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ ٱللَّهَ وَحْدَهُ وَلَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْـئًا.

Aku berharap semoga Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka orang-orang yang akan menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” — (HR. al-Bukhārī dan Muslim, kisah Ṭāif)

Bagaimana mungkin beliau ﷺ tidak mengatakan itu, padahal Allah sendiri telah menegaskan dalam firman-Nya:

 وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiyā: 107)

Sikap agung Nabi ﷺ itu muncul dari kasih sayang dan semangat beliau yang besar untuk memberi hidayah kepada manusia dan menyelamatkan mereka dari azab Allah.

أَقُولُ قَوْلِي هٰذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِينَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Khutbah kedua:

الحمدُ للهِ على إِحسانِهِ، والشُّكرُ لهُ على توفيقِهِ وامْتِنانِهِ، وأشهدُ أنْ لا إِلٰهَ إلَّا اللهُ وحدَهُ لا شريكَ لهُ تعظيمًا لشأنِهِ، وأشهدُ أنَّ محمَّدًا عبدُهُ ورسولُهُ الدَّاعِيَ إلى رِضْوانِهِ، صلَّى اللهُ عليهِ وعلى آلِهِ وصحابَتِهِ وسلَّمَ تسليمًا كثيرًا. أمَّا بعدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ:

اتَّقُوا اللهَ – تعالى – وَلَا تَمُوتُنَّ إلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا، وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ، وَتَمَسَّكُوا بِكِتَابِ رَبِّكُمْ، فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ رَسُولِ اللهِ، وَاحْذَرُوا الْبِدَعَ وَالْمُحْدَثَاتِ، فَإِنَّ شَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، الْزَمُوا جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ، فَإِنَّ يَدَ اللهِ مَعَ جَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ، وَمَنْ شَذَّ عَنْهُمْ شَذَّ فِي النَّارِ.

Ma’asyiral muslimin sidang shalat Jum’at yang dimuliakan Allah

Dalam perjalanan pulang menuju Makkah setelah dakwah ke Thaif, sekelompok jin mendengar bacaan salat dan bacaan Al-Quran Nabi ﷺ, lalu mereka beriman kepada beliau.

Allah menolong Nabi ﷺ dengan para malaikat, kemudian dengan berimannya para jin.

Mereka adalah kaum jin yang telah mengerti banyak hal hanya dengan iman yang tulus, sebagaimana firman mereka yang direkam dalam Al-Quran:

 وَأَنَّا ظَنَنَّا أَنْ لَنْ نُعْجِزَ اللَّهَ فِي الْأَرْضِ وَلَنْ نُعْجِزَهُ هَرَبًا

Dan sesungguhnya kami mengetahui bahwa kami tidak akan dapat melepaskan diri dari (kekuasaan) Allah di bumi, dan kami tidak akan dapat lari (dari-Nya). (QS. Al-Jinn: 12)

Artinya: Kami mengetahui dengan yakin bahwa kami berada dalam genggaman dan kekuasaan Allah, kami tidak akan dapat lolos dari-Nya dengan melarikan diri atau cara apa pun.

Demikianlah, wahai saudara-saudara seiman, kaum jin memeluk Islam dan menolong agama Allah pada saat sebagian besar manusia dalam keadaan sesat, menyimpang, dan tidak mau memahami kebenaran.

Sesungguhnya dalam perjalanan Nabi  ke Ṭāif terdapat banyak pelajaran penting dan hikmah yang mendalam:

Pertama, tidak ada seorang pun yang lebih mulia di sisi Allah daripada Nabi-Nya ﷺ, namun demikian beliau tetap mengalami berbagai kesulitan, penderitaan, penghinaan, dan ujian berat.

Beliau ﷺ mendapatkan perlakuan kasar dari orang-orang lemah akal dan para pengikut hawa nafsu, tetapi meski demikian, beliau tetap ridha sepenuhnya terhadap takdir dan keputusan Allah.

Beliau menunjukkan kasih sayang, kesabaran, dan sikap berharap pahala dari Allah.

Pelajaran lainnya adalah bahwa hidayah bisa datang dari orang yang tak terduga sebagaimana Nabi ﷺ dalam perjalanan pulang bertemu dengan ‘Addās dan sekelompok jin yang kemudian beriman dengan Nabi.

Wahai hamba-hamba Allah, semua kisah ini hanyalah setetes kecil dari lautan keagungan kepribadian Nabi ﷺ, sungguh mustahil bagi umat manusia untuk menemukan pribadi yang menyamai atau mendekati beliau ﷺ. Benarlah firman Allah Taālā:

  وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berada di atas akhlak yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4)

Dan benar juga firman Allah Azza wa Jalla:

  عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Berat terasa olehnya penderitaan kalian, dia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, dan kepada orang-orang yang beriman, ia sangat penyayang lagi pengasih.” (QS. At-Taubah: 128).

هٰذَا عِبَادَ اللَّهِ، وَصَلُّوا وَسَلِّمُوا عَلَى مَنْ أَمَرَكُمُ اللَّهُ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَيْهِ؛ فَقَالَ جَلَّ مِنْ قَائِلٍ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴾.

يَا رَبَّ، صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى حَبِيبِنَا وَقُرَّةِ أَعْيُنِنَا وَشَفِيعِنَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِاللَّهِ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ: أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ، وَعُمَرَ الْفَارُوقِ، وَذِي النُّورَيْنِ عُثْمَانَ، وَأَبِي السِّبْطَيْنِ عَلِيٍّ، وَعَنْ بَاقِي الْعَشَرَةِ، وَأَهْلِ بَدْرٍ وَأُحُدٍ، وَبَاقِي الصَّحَابَةِ الْكِرَامِ، وَالتَّابِعِينَ وَتَابِعِيهِمْ بِإِحْسَانٍ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِينَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَأَدِرِ الدَّائِرَةَ عَلَى الْكُفَّارِ وَالْمُلْحِدِينَ وَالْمُنَافِقِينَ،

اللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّينَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّينَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.

اللَّهُمَّ ارْحَمِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، اللَّهُمَّ فَرِّجْ كَرْبَهُمْ، وَنَفِّسْ هَمَّهُمْ، وَاشْرَحْ صُدُورَهُمْ، وَاجْعَلْ لَهُمْ مِنْ كُلِّ فَرَجٍ مَخْرَجًا يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، اللَّهُمَّ فَرِّجْ هَمَّهُمْ وَنَفِّسْ كَرْبَهُمْ إِلٰهَ الْحَقِّ الْمُبِينِ.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ يَتَأَسَّى بِنَبِيِّكَ ، وَيَقْتَدِي بِهِ، وَيُحِبُّهُ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، اللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِمَا فِيهِ خَيْرُ الْإِسْلَامِ وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِينَ، وَفِّقْ نَائِبَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، وَخُذْ بِنَاصِيَتِهِ لِلْبِرِّ وَالتَّقْوَى، وَوَفِّقْهُ إِلَى الْعَمَلِ بِمَا تَرْضَى، وَقَيِّضْ لَهُ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَّاصِحَةَ الَّتِي تَدُلُّهُ عَلَى الْخَيْرِ وَتَدْعُوهُ إِلَيْهِ، وَاصْرِفْ عَنْهُ بِطَانَةَ السُّوءِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.

اللَّهُمَّ اشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَى الْمُسْلِمِينَ، اللَّهُمَّ اشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَى الْمُسْلِمِينَ، اللَّهُمَّ اشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَى الْمُسْلِمِينَ، وَارْحَمْ مَوْتَانَا وَمَوْتَاهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، ﴿ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ * وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ * وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴾ وأقيموا الصلاة…

Berian Muntaqo Fatkhuri, Lc., M.A.

Kandidat Doktor, Qassim University, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button