Akidah

Akidah Syiah (Bag. 3)

Akidah dan Keyakinan Syiah

Ar-Raj’ah, Al-Badaa, Taqiyah, Imamah, Ghaibah Sughra, Ghaibah Kubra, Akidah terhadap para Sahabat, Pengagungan tempat sakral dan kuburan, Thinah, Mut’ah, dan pola pikir takfiri.

  • Raj’ah (Bangkit Kembali)

Keyakinan Raj’ah dalam Syiah bermakna bahwa para imam mulai dari Imam Ali (ra) hingga Imam Al-Hasan Al-Askari akan kembali ke dunia untuk memimpin dunia yang telah dibentuk oleh Imam Mahdi, dunia yang di bangun di atas kesetaraan dan keadilan. Para imam akan silih berganti memegang kekuasaan sebagaimana urutan kepemimpinan yang seharusnya menurut keyakinan mereka. Mereka juga berkeyakinan bahwa Raj’ah juga berlaku bagi para musuh-musuh para imam, mereka kembali ke dunia agar para imam dapat membalas dan menghukum mereka.

Majlisi, juru bicara Syiah berkata: “Akan kembali ketika Al-Qooim (sebutan untuk imam mahdi) telah muncul, semua yang memiliki iman yang sempurna dan semua yang memiliki kekufuran yang hakiki, dia akan membalas dan menghakimi para pelaku kekufuran tersebut dan sekaligus agar mereka dapat menyaksikan kebangkitan panji ahli bait yang dahulu mereka dustakan. Kebangkitan para pelaku kekufuran ini hanya bertujuan agar mereka mendapatkan hukuman dan siksaan.”

Keyakinan Raj’ah  adalah keyakinan yang menjamur dalam tubuh Syiah. Keyakinan ini sangat bertentangan dengan teks Al-Quran dan Hadist yang menjelaskan bahwa tidak akan ada hari penghakiman sebelum hari kiamat terjadi, dan barang siapa yang telah meninggal dunia, tidak akan kembali ke dunia. Allah ﷻ berfirman:

Artinya: “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu) hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat beramal saleh yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah dalih yang diucapkannya saja. Di hadapan mereka ada (alam) barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan. Apabila sangkakala ditiup, pada hari itu (hari Kiamat) tidak ada lagi pertalian keluarga di antara mereka dan tidak (pula) mereka saling bertanya. Siapa yang berat timbangan (kebaikan)-nya, mereka itulah orang-orang beruntung. Siapa yang ringan timbangan (kebaikan)-nya, mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri. Mereka kekal di dalam (neraka) Jahanam.” (QS. Al-Mukminun: 99-100)

Baca Juga  Rasa Takut Dalam Perspektif Islam

Ayat di atas dengan jelas (dan tidak mengandung tafsiran lain) menerangkan bahwa setelah kematian adalah rentetan alam barzakh hingga hari kebangkitan, hari di mana orang-orang saleh akan dibedakan dan di pisahkan dari orang-orang yang tidak saleh, hari di mana penghuni surga akan memasuki surga dan penghuni neraka memasuki neraka.

  • Al-Badaa

Al-Badaa merupakan keyakinan sesat Yahudi yang terkandung di dalam kitab Taurat yang isinya telah terselewengkan, keyakinan ini mereka sisipkan agar dapat memenuhi tujuan dan hawa nafsu mereka.

Al-Badaa memiliki konsekuensi yang berarti Allah ﷻ dapat jahil dan dapat lupa, sungguh Allah Maha Tinggi atas apa yang orang-orang zalim serukan. Kata Al-Badaa sering disebutkan dalam Al-Quran, Allah ﷻ berfirman:

Artinya: Tampak jelaslah bagi mereka keburukan-keburukan yang mereka kerjakan (di dunia) dan mereka diliputi oleh (azab) yang selalu mereka olok-olokkan. (Az-Zumar: 48)

Artinya: Tampak nyatalah kepada mereka keburukan-keburukan apa yang mereka kerjakan dan berlakulah terhadap mereka apa (azab) yang dahulu selalu mereka perolok-olokkan. (QS. Al-Jatsiyah: 33)

Artinya: Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai waktu tertentu. (QS. Yusuf: 35)

Al-Badaa dalam ayat-ayat di atas memiliki makna “sesuatu yang muncul dan tampak atau terkuak, di mana sesuatu itu sebelumnya masih tersembunyi”. Makna ini hanya berlaku pada makhluk, adapun pada Allah ﷻ maka hal ini tidak berlaku, karena Allah ﷻ mengetahui segala sesuatu mulai dari hal besar hingga kecil, sejak awal penciptaan dan sampai seterusnya selama-lamanya. Olehnya keyakinan Al-Badaa merupakan keyakinan yang tidak mungkin ada pada Allah ﷻ Yang Maha Mengetahui.

Yahudilah yang pertama kali mencetus keyakinan ini. Mereka beranggapan bahwa Allah ﷻ hanya menciptakan sesuatu, dan tidak mengetahui akhir dari ciptaannya, apakah ciptaan tersebut bagus atau tidak. Akidah ini di serap oleh Syiah sehingga mereka mendapatkan jalan keluar ketika mereka ingin mengubah jalur kepemimpinan 12 imam, yang awalnya ingin menobatkan Ismail, namun setelah itu mereka berubah arah dan malah menobatkan Musa bin Ja’far sebagai imam mereka.

  • Taqiyah

Taqiyah dalam sekte Syiah berarti menampakkan sesuatu secara lahiriah yang bertentangan dengan keyakinan mereka sendiri guna sebuah tujuan. Taqiyah ini mereka anggap sebagai sebuah ibadah penting dan sering di praktikkan kepada pihak musuh, terkhusus Ahlusunah. Mereka (Syiah) menganggap remeh sifat bohong jika di lakukan terhadap lawan, mereka tidak merasa risau jika melakukan penipuan, pengkhianatan serta menampakkan hal-hal yang menyelisihi keyakinan mereka, yang di mana itu semua mereka lakukan dengan hati penuh dengki dan kebencian.

Baca Juga  Beberapa Pokok Aqidah dalam Surat al-Kautsar (Bag. 1)

Ibnu Taimiyah mengatakan: “Sifat munafik dan zindik pada kaum Syiah sangat menyebar, lebih banyak dari pada sekte-sekte lain. Bahkan boleh disimpulkan bahwa setiap dari mereka (Syiah) memiliki sifat kemunafikan. Itu karena pondasi dari sifat munafik adalah sifat bohong, yang berarti seseorang mengatakan sesuatu, berbeda dengan apa yang dia pendam, sebagaimana firman Allah ﷻ:

Artinya: Mereka mengucapkan dengan mulutnya apa yang tidak ada dalam hatinya. (QS. Al-Fath: 11)

Orang Syiah menjadikan Taqiyah ini sebagai landasan beragama, mereka mengklaim bahwa para Ahli Bait melakukan Taqiyah, padahal mereka merupakan orang yang berlepas diri dari hal itu dan selalu menjunjung tinggi sifat jujur. Agar dapat mendapatkan keimanan yang sempurna, mereka para ahli bait selalu menerapkan ketakwaan dan bukan ke-taqiyah-an.

Allah ﷻ berfirman: 

Artinya: Janganlah orang-orang mukmin menjadikan orang kafir sebagai para wali dengan mengesampingkan orang-orang mukmin. Siapa yang melakukan itu, hal itu sama sekali bukan dari (ajaran) Allah, kecuali untuk menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka. Allah memperingatkan kamu tentang diri-Nya (siksa-Nya). Hanya kepada Allah tempat kembali. (QS. Ali Imran: 28)

Ayat di atas menerangkan bahwa orang beriman diperintahkan untuk menjauhi orang-orang kafir, bukan malah mendekati sifat kemunafikan dan memudah-mudahkan perbuatan bohong.

  • Imamah

Keyakinan bahwa para 12 imam merupakan pemimpin (imam) adalah salah satu pondasi keyakinan sekte Syiah. Buku-buku teks mereka penuh dengan keyakinan ini. Di antaranya adalah kabar yang di riwayatkan oleh Al-Kulini dari Abu Ja’far, bahwa dia mengatakan: “Islam di bangun atas 5 perkara: Shalat, Zakat, Puasa, Haji dan Wilayah kepemimpinan, dan tidak ada satu pun daripada rukun-rukun yang tersebut yang diseru (keras) sebagaimana seruan yang diberikan kepada wilayah”.

Baca Juga  Proyek Iran Pada Akhir Tahap Ke-II Dari Lima Dekade*

Ke-imamah-an dalam Syiah setara dengan kenabian, olehnya seorang imam dapat di setarakan dengan seorang nabi yang di utus oleh Allah ﷻ.

Al-Kulini meriwayatkan dari Muhammad bin Muslim bahwa dia berkata: “Aku mendengar Abu Abdullah (as) mengatakan: ‘Para imam berada setara dengan Rasul ﷺ, mereka hanya berbeda dari sisi bahwa mereka bukan Rasul ﷺ, dan mereka tidak boleh menikahi wanita sebagaimana Rasul ﷺ di perbolehkan. Selain itu mereka dan Rasul ﷺ memiliki kedudukan yang sama.’.”

Orang Syiah berkeyakinan bahwa Allah ﷻ harus menunjuk seorang imam sebagaimana Dia menunjuk seorang Rasul. Mereka juga meyakini bahwa para imam mengetahui perkara gaib, dan juga maksum serta wajib di taati sebagaimana menaati Rasul.

Dari Abul Hasan Al-‘Attar dia berkata: “Aku mendengar Abu Abdullah berkata: ‘Aku mensyarikatkan (menyamakan) antara dua hal, ketaatan terhadap para imam dan ketaatan terhadap Rasul’.”.

Syiah berkeyakinan bahwa orang yang percaya dengan 12 imam yang maksum (menurut mereka) akan meraih surga meskipun termasuk dalam orang pelaku maksiat dan kejahatan, dan orang yang tidak percaya dengan hal demikian akan masuk neraka meskipun dia merupakan orang yang saleh lagi bertakwa.

Usamah Maming, Lc., M.A.

Alumni S1 dan S2, Qassim University, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?