16. Haji dan Amanah
HAJI DAN AMANAH
(Oleh : H. Maulana La Eda, Lc.,M.A)
Ibadah haji merupakan amanah agung yang diembankan oleh Allah kepada hamba-hambaNya. Amanah ini Allah wajibkan bagi orang-orang yang memiliki kemampuan dari segi materi, kesehatan, dan fisik. Sebagaimana dalam firmanNya yang artinya:
“Dan diantara kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan haji ke baitullah yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan kesana” (QS. Ali Imran: 97).
Bahkan ibadah haji sendiri merupakan ibadah yang menanamkan sifat amanah dan tanggungjawab. Salah satu amanah penting adalah ketika kita diwajibkan menjaga kehormatan dua tanah suci, Mekah-Madinah dan bulan suci Dzulhijjah dengan cara menjauhi seluruh bentuk maksiat dan dosa serta fokus mendekatkan diri beribadah kepada Allah Ta’ala. Jika seorang muslim sukses melewati berbagai amanah Allah dalam ibadah haji ini, maka insya Allah ibadah hajinya akan mabrur, keimanannya bertambah, perangai dan akhlaknya pun akan berubah menjadi lebih baik.
Itulah di antara keutamaan menjaga amanah Allah Ta’ala dalam menjalankan ibadah dan amal shalih.
Kedudukan Amanah
Amanah yang dibebankan kepada manusia tentunya tidak hanya berkaitan dengan ibadah haji, tetapi berkaitan juga dengan amalan lainnya, baik berupa ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah Ta’ala ataupun amanah muamalah yang berhubungan dengan manusia lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan bagi setiap muslim untuk menjalankan kedua jenis amanah ini dengan sebaik-baiknya dan diharamkan mengkhianatinya. Karena amanah merupakan perkara besar sebagaimana digambarkan oleh Allah dalam Al-Quran yang artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung tetapi semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir tidak melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanah itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh” (QS. Al-Ahzab: 72).
Bahkan dalam ayat lain Allah secara tegas melarang sikap khianat terhadap amanah yang diembankan kepada setiap muslim. Allah berfirman yang artinya:
“Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan juga janganlah kamu mengkhianati amanah yang dipercayakan kepadamu sedang kamu mengetahui” (QS. Al-Anfal: ayat 27).
Allah juga berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanat kepada pemiliknya”. (QS. An-Nisa: 58).
Orang yang mengemban amanat dengan sebaik-baiknya adalah orang yang mentaati Allah dan RasulNya, serta tergolong mukmin yang keimanannya sempurna. Sebaliknya, mengkhianati amanah merupakan maksiat yang sangat besar bahkan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjadikannya sebagai salah satu tanda orang-orang munafik. Beliau bersabda:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda orang munafik ada tiga yaitu; jika ia berbicara ia berdusta, jika ia berjanji ia mengingkarinya, dan jika ia diberi amanah ia mengkhianatinya” (HR. Bukhari Muslim).
Dalam riwayat lain ada tambahan lafadz:
وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ
“Walaupun ia shalat, puasa dan mengatakan bahwa ia muslim”.
Inilah di antara bahaya mengkhianati amanah, walaupun ia seorang yang taat kepada Allah dengan melaksanakan shalat atau puasa, tetapi selama ia mengkhianati amanah yang diembankan padanya maka ia termasuk orang yang memiliki sifat kemunafikan.
Dan dalam hadis lain beliau juga menafikan kesempurnaan iman dari orang yang suka mengkhianati suatu amanat yang dipercayakan kepadanya. Sebagimana dalam sabda beliau yang artinya: “Tidak sempurna iman seseorang yang tidak ada sikap amanah dalam dirinya” (HR. Ahmad ).
Bahkan di akhirat kelak orang-orang yang suka mengkhianati amanat akan dipermalukan di hadapan seluruh makhluk sebagaimana dalam hadis:
إِذَا جَمَعَ اللهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يُرْفَعُ لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ، فَقِيلَ: هَذِهِ غَدْرَةُ فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ
“Jika Allah telah mengumpulkan semua makhluk hari kiamat kelak, maka setiap orang yang suka berkhianat diangkatkan bendera untuknya (sebagai tanda bahwa ia pengkhianat), lalu diserukan (kepada semua makhluk): bendera ini adalah (tanda) pengkhianatan si fulan bin fulan”. (HR. Muslim).
Ragam amanah
Di antara bentuk amanah yang berhubungan langsung dengan hak Allah adalah menjalankan ibadah dengan niat yang ikhlas semata-mata mengharapkan ridhaNya dan sesuai petunjuk Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya, serta senantiasa merasa takut kepada Allah baik secara terang-terangan di hadapan manusia maupun ketika dalam kesendirian.
Adapun bentuk amanah yang berhubungan dengan manusia lainnya (muamalah) maka di antara bentuknya adalah menjaga hak-hak mereka baik berupa harta maupun berupa janji. Misalnya di antara amanah seorang suami adalah menafkahi istri dan anak-anaknya, sedangkan amanah istri adalah mentaati sang suami, menjaga hartanya dan mendidik anak-anaknya serta keduanya tidak boleh menceritakan rahasia masing-masing kepada orang lain, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَعْظَمِ الْأَمَانَةِ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ، وَتُفْضِي إِلَيْهِ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
“Sesungguhnya diantara (pelanggaran) amanah terbesar di sisi Allah pada hari kiamat kelak adalah seorang lelaki yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, lalu dia menyebarkan rahasia ranjangnya”. (HR. Muslim).
Di antara amanah sesama manusia adalah dalam perkara jual-beli, atau sewa menyewa. Di mana seorang penjual diharamkan baginya untuk mengurangi takaran suatu barang atau merahasiakan kerusakan barang yang dijualnya. Allah Ta’ala telah mencela sikap yang seperti ini dalam Al-Quran, yang artinya:
“Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang). (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta dicukupkan. Dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain) mereka mengurangi” (QS. Al-Muthaffifin: 1-3).
Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah melewati seorang penjual makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalam makanan tersebut sehingga tangannya mendapati makanan yang basah/rusak, maka beliau bersabda; “Apakah ini wahai penjual makanan?” ia menjawab, “Itu (rusak) lantaran terkena air hujan wahai Rasulullah”, beliau pun bersabda: “Kenapa engkau tidak meletakkan makanan yang rusak ini di atas agar para pembeli bisa melihatnya? Barangsiapa yang menipu kami (kaum muslimin) maka ia bukan dari golongan kami”. (HR. Muslim).
Demikian pula seorang pembeli tidak boleh mengkhianati penjual dengan cara tidak membayar utang, atau menunda-nunda pembayarannya walaupun sudah mampu. Dalam sebuah hadis Rasululllah shallallahu’alaihi wasallam bersabda yang artinya:
“Barang siapa yang mengambil (menghutang/meminjam) barang/harta orang lain dengan niat mengembalikannya maka Allah akan membantunya untuk melakukannya, sebaliknya barang siapa yang mengambilnya dengan niat merusaknya (tidak mengembalikannya) maka Allah akan mengazabnya “ (HR. Bukhari).
Di antara bentuk amanah juga adalah menjaga barang titipan orang lain serta mengembalikannya kepada pemiliknya, karena melakukan pengkhianatan dalam masalah ini adalah suatu dosa besar. Rasullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Tunaikanlah amanat terhadap orang yang memberimu amanah “ (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Balasan bagi pengkhianat
Islam sangat membenci sifat khianat dengan segala macamnya. Karakter tidak bertanggungjawab ini ibarat penyakit menular dalam tubuh masyarakat. Jika tidak segera diobati maka akan menjalar yang pada akhirnya mengancam keutuhan tatanan masyarakat dan kehancuran yang akan menggantikannya.
Di antara pengkhianatan terbesar adalah praktik korupsi sebagaimana yang banyak terjadi di negeri kita. Bahkan korupsi merupakan dosa yang sangat besar, selain ia adalah bentuk pencurian uang rakyat juga merupakan bentuk pengkhianatan dan penipuan terhadap amanah Allah, Rasul dan seluruh rakyat. Di hari kiamat kelak seluruh rakyat satu persatu akan menuntut uang tersebut dari para koruptor, sebagaimana dalam hadis riwayat Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepada para sahabatnya, “Apakah kalian tahu siapakah orang yang bangkrut itu?”, mereka menjawab, “Orang yang bangkrut diantara kami adalah yang tidak punya dinar (uang) dan tidak punya harta”. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya orang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan banyak pahala shalat, puasa, dan zakat akan tetapi (sewaktu di dunia) ia telah mencela si ini, menuduh dusta terhadap si itu, mengambil harta orang lain (secara zalim), membunuh orang ini, dan memukul orang itu, Lalu setiap orang yang ia zalimi diberikan pahala-pahala orang zalim ini satu persatu, jika pahalanya telah habis dibagi (kepada sebagian orang yang ia zalimi) sebelum semuanya dapat, maka dosa-dosanya orang yang ia zalimi dipindahkan kepada orang zalim ini, lalu ia dilemparkan ke dalam neraka “ (HR Muslim).
Di antara ancaman Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam terhadap orang yang berkhianat dan melakukan penipuan adalah bahwa beliau mengeluarkan orang tersebut dari barisan orang-orang mukmin yang hakiki, sebagaimana dalam hadis beliau:
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa yang menipu kami (kaum muslimin) maka ia bukanlah dari golongan kami” (HR. Bukhari Muslim).
Oleh karena itu, marilah kita menjaga seluruh amanat yang diembankan kepada diri kita masing-masing baik yang ada hubungannya dengan Allah Ta’ala maupun yang ada hubungannya dengan sesama manusia, karena amanah ini telah banyak hilang dari hati manusia di zaman ini.
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita sebagai orang-orang yang menjaga amanah, dan menjadikan pemerintah kita sebagai pemerintah yang selalu menjaga amanah dan tidak mengkhianati jabatan yang mereka pegang. Amin. []