TADABBUR SURAH AL KAHFI 2

*TADABBUR SURAH AL KAHFI 2*
*Munasabah (korelasi dan keterkaitan) antara Surah Al-Isrā’ dengan surah Al-Kahfi*
Ada beberapa munasabah antara surah al Isra’ dengan Surah al Kahfi, diantaranya:
*1. Keduanya berkaitan dengan Bani Israel, dan keduanya menyebutkan Nabi Musa alaihi salam.*
*1. Surah Al-Isrā’ (الإسراء)*
Surah ini juga dikenal dengan nama Banī Isrā’īl, karena diawali dengan kisah mereka.
📖 Ayat yang berkaitan dengan Bani Israil dan menyebut Nabi Musa عليه السلام:
> وَآتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ أَلَّا تَتَّخِذُوا مِنْ دُونِي وَكِيلًا ذُرِّيَّةَ مَنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ ۚ إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا
(سورة الإسراء: 2–3)
> “Dan Kami telah memberikan kepada Musa Kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan perintah): ‘Janganlah kamu mengambil pelindung selain Aku.’ (yaitu) keturunan orang-orang yang Kami bawa bersama Nuh; sesungguhnya dia adalah hamba yang banyak bersyukur.”
(QS. Al-Isrā’: 2–3)
Ayat ini menegaskan bahwa Allah telah menurunkan Taurat kepada Nabi Musa sebagai petunjuk bagi Bani Israil, dan memperingatkan mereka agar tidak menyekutukan Allah.
*2. Surah Al-Kahfi (الكهف)*
Surah ini juga menyebut kisah Nabi Musa عليه السلام secara panjang, yaitu kisah beliau bersama Khidr عليه السلام.
📖 Ayat yang menyebut Nabi Musa عليه السلام dan berkaitan dengan Bani Israil (secara tidak langsung):
> وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
(سورة الكهف: 60)
> “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: ‘Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua lautan, atau aku akan berjalan bertahun-tahun lamanya.’”
(QS. Al-Kahfi: 60)
Kisah ini menunjukkan semangat Nabi Musa dalam mencari ilmu dan hikmah dari hamba Allah yang saleh (Khidr).
Meskipun tidak disebut langsung Bani Israil dalam kisah ini, Nabi Musa adalah nabi mereka — sehingga kisahnya tetap erat kaitannya dengan umat Bani Israil.
*2. Surah Al-Isrā’ dan Al-Kahfi sama-sama membicarakan perjalanan-perjalanan menakjubkan yang penuh hikmah dan keajaiban*
Al-Isrā’ tentang perjalanan Nabi ﷺ dalam Isra’, dan Al-Kahf tentang perjalanan Ashḥābul Kahfi, Mūsā bersama Al-Khiḍr, serta Dzūl-Qarnain — sehingga keduanya saling terkait dalam tema “rihlah luar biasa dalam rangka menyingkap hikmah dan kekuasaan Allah.”
*3. Kesamaan pembukaan surah:*
Surah Al-Isrā’ dibuka dengan tasbīḥ (Subḥān), sedangkan Surah Al-Kahf dibuka dengan taḥmīd (Al-ḥamdu lillāh); keduanya sering beriringan dalam Al-Qur’an — tasbīḥ mendahului taḥmīd.
As Suyuti rahimahullah dalam kitab _tanasuqid durar fi tanasubis suwar atau asrar tartibil Qur’an_ berkata:
Sebagian ulama mengatakan: alasan penempatan Surah Al-Kahfi setelah Surah Al-Isrā’ adalah karena Surah Al-Isrā’ dibuka dengan tasbīḥ (penyucian Allah), sementara Surah Al-Kahfi dibuka dengan taḥmīd (pujian kepada Allah).
Kedua hal ini —tasbīḥ dan taḥmīd— selalu beriringan dalam Al-Qur’an dan dalam ungkapan-ungkapan lainnya, di mana tasbīḥ mendahului taḥmīd, seperti dalam firman Allah:
> ﴿ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ ﴾
“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu.”
(QS Al-Ḥijr: 98)
Dan juga dalam ucapan: “Subḥānallāh wa biḥamdih.”
*4. Kesamaan penutupan surah Al-Isrā’ dengan permulaan surah Al-Kahfi:*
Surah Al-Isrā’ ditutup dengan ayat pujian (taḥmīd), sehingga sesuai dengan pembukaan Surah Al-Kahfi yang juga dimulai dengan pujian kepada Allah (taḥmīd).
Kemudian as Suyuti berkata:
“Menurutku, ada juga keterkaitan lain yang lebih indah, yaitu bahwa Surah Al-Isrā’ ditutup dengan taḥmīd, sebagaimana firman Allah:
> ﴿ وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ ﴾
“Dan katakanlah: Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan.”
(QS Al-Isrā’: 111).
Sedangkan surah Al-Kahfi dimulai dengan:
{ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِیۤ أَنزَلَ عَلَىٰ عَبۡدِهِ ٱلۡكِتَـٰبَ وَلَمۡ یَجۡعَل لَّهُۥ عِوَجَاۜ }
[سُورَةُ الكَهۡفِ: ١]
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab Suci (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak membuat padanya sedikit pun kebengkokan. (QS Al-Kahfi: 1).
Ini termasuk bentuk kesesuaian pada kesamaan ujung surah (tashābuh al-aṭrāf).
*5. Keterkaitan sebab turunnya ayat:*
Orang-orang Yahudi memerintahkan kaum musyrikin untuk menanyakan kepada Nabi ﷺ tiga hal:
– tentang ar-rūḥ (roh),
– Ashḥābul Kahfi (para pemuda gua),
– dan Dzul Qarnain.
Jawaban pertama terdapat dalam Al-Isrā’, dan dua sisanya terdapat dalam Al-Kahfi.
As Suyuti berkata:
Lalu tampak bagiku sebab lain yang lebih kuat dan indah dalam hubungan antara kedua surah ini, yaitu:
Bahwa orang-orang Yahudi memerintahkan kaum musyrikin Makkah agar bertanya kepada Nabi ﷺ tentang tiga hal:
1. tentang ar-rūḥ (roh),
2. tentang kisah Ashḥābul Kahfi (para pemuda gua),
3. dan tentang kisah Dzul Qarnain.
Jawaban untuk pertanyaan pertama disebutkan pada akhir Surah Banī Isrā’īl (Al-Isrā’),
maka sangat sesuai bila surah setelahnya (Al-Kahfi) memuat jawaban untuk dua pertanyaan berikutnya —yaitu tentang Ashḥābul Kahf dan Dzul Qarnain.
Kemudian As Suyuti berkata:
“Jika engkau bertanya, mengapa ketiganya tidak dikumpulkan dalam satu surah saja?”
Aku (As Suyuti) berkata:
Karena jawaban untuk pertanyaan pertama (tentang ruh) tidak diberikan dalam bentuk penjelasan yang rinci, melainkan hanya dengan penyandaran ilmu tentangnya kepada Allah semata, maka sesuai bila pertanyaan itu dipisahkan dalam satu surah tersendiri, yaitu dalam Surah Al-Isrā’.
*6. Perbedaan konteks wahyu:*
Surah Al-Isrā’ turun menanggapi pendustaan kaum musyrikin terhadap peristiwa Isra’,
sedangkan Surah Al-Kahfi turun menjawab pertanyaan kaum musyrikin dan Yahudi serta menegaskan bahwa Allah tetap memberi nikmat dan bimbingan kepada Rasul-Nya.
Sebagaimana dijelaskan oleh Ibn az-Zamlakānī bahwa:
Surah Al-Isrā’ memuat kisah Isra’, yang diingkari oleh kaum musyrikin, dan mereka mendustakan Rasulullah ﷺ karenanya. Maka Allah membuka surah itu dengan ‘Subḥān’ sebagai bentuk pensucian diri-Nya dari apa yang mereka tuduhkan kepada Nabi-Nya berupa kedustaan.
Adapun Surah Al-Kahfi, turun setelah pertanyaan kaum musyrikin tentang kisah para pemuda gua dan terlambatnya wahyu; maka Allah menurunkannya sebagai penjelasan bahwa Dia tidak memutus nikmat-Nya kepada Rasul-Nya dan kaum mukminin, sehingga sangat tepat bila surah ini dibuka dengan pujian (al-ḥamd).
*7. Keterkaitan tema ilmu:*
Dalam Al-Isrā’, Allah berfirman:
﴿ وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴾
Surah Al-Kahfi kemudian menegaskan makna ini melalui kisah Mūsā dan Al-Khiḍr — bahwa ilmu Allah tidak terbatas, sedangkan ilmu manusia sangat sedikit.
Berkata as Suyuti: Kemudian tampak bagiku keterkaitan lain yang lebih dalam, yaitu:
Ketika Allah berfirman dalam Surah Al-Isrā’:
> ﴿ وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴾
“Dan tidaklah kalian diberi pengetahuan melainkan sedikit.”
(QS Al-Isrā’: 85)
—sedangkan kalam ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi—, maka hal tersebut diperkuat dan dijelaskan dalam Surah Al-Kahfi melalui kisah Nabi Mūsā bersama Al-Khiḍr,
yang latar belakangnya adalah tentang ilmu dan siapa yang lebih berilmu,
serta menunjukkan bahwa ilmu Allah meliputi segala sesuatu dan tidak terhingga.
Dengan demikian, Surah Al-Kahfi berfungsi sebagai bukti dan penjelasan praktis bagi hikmah yang disebutkan dalam Surah Al-Isrā’.
*8. Koreksi terhadap kesombongan Yahudi:*
Ketika Yahudi menyombongkan diri dengan Taurat, turun ayat dalam Al-Kahfi
﴿ قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي… ﴾
sebagai bantahan bahwa ilmu Allah tidak akan habis ditulis dengan tinta selautan.
Diriwayatkan dalam hadis, ketika turun ayat:
> ﴿ وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴾
orang-orang Yahudi berkata:
“Kami telah diberi Taurat, di dalamnya terdapat ilmu tentang segala sesuatu!”
Maka turunlah ayat dalam Surah Al-Kahfi:
> ﴿ قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا ﴾
“Katakanlah: Seandainya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, maka sungguh habislah lautan itu sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan lagi sebanyak itu sebagai tambahan.”
(QS Al-Kahfi: 109)
Inilah salah satu bentuk kesesuaian lain antara kedua surah tersebut,
di mana Surah Al-Kahfi datang sebagai jawaban terhadap kerancuan dan kesombongan orang Yahudi atas ayat yang disebut dalam Surah Al-Isrā’.
*9. Keterkaitan tema akhirat:*
Dalam Al-Isrā’ disebutkan janji Allah:
﴿ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ… ﴾
dan Al-Kahfi memperinci peristiwa itu dengan ayat-ayat tentang kehancuran dunia, tiupan sangkakala, dan pengumpulan manusia di hari kiamat.
Ketika Allah berfirman dalam Surah Al-Isrā’:
> ﴿ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ جِئْنَا بِكُمْ لَفِيفًا ﴾
“Apabila datang janji yang terakhir (hari kebangkitan), Kami akan kumpulkan kalian dalam keadaan bercampur-baur.”
(QS Al-Isrā’: 104)
Maka penjelasan dan perinciannya terdapat dalam Surah Al-Kahfi, pada firman Allah:
> ﴿ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ ﴾
hingga firman-Nya:
﴿ وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا * وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لِلْكَافِرِينَ عَرْضًا ﴾
(QS Al-Kahfi: 98–100)
Maka terdapat banyak sisi hubungan dan kesinambungan antara kedua surah ini, baik dari sisi tema, makna, maupun kronologi pewahyuan.
(Sumber: Naẓm ad-Durar fī Tanāsub al-Āyāt wa as-Suwar, 4/441 dan seterusnya).
*10. Kesinambungan makna dan hikmah:*
Al-Isrā’ menyampaikan prinsip-prinsip besar ketuhanan, kerasulan, dan ilmu;
Al-Kahfi datang sebagai pembuktian praktis dan penjelasan tematik atas makna-makna tersebut melalui kisah dan perjalanan penuh hikmah.
🟩 *Kesimpulan:*
Surah Al-Isrā’ dan Al-Kahfi memiliki hubungan tematik, maknawi, dan kronologis yang erat, mencakup tasbīḥ dan taḥmīd, ilmu dan wahyu, pembelaan terhadap kenabian, serta penggambaran akhirat — menjadikannya dua surah yang saling melengkapi.



