Sifat-sifat Hamba Ar-Rahman (Sifat Kelima)
وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا
“Dan, orang-orang yang apabila berinfak tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir. (Infak mereka) adalah pertengahan antara keduanya.” (QS. Al-Furqān : 67)
Ini merupakan sifat murni hamba-hamba Ar-Rahman, tampak dari sifat pertengahan dan adil dalam urusan harta, penghidupan, nafkah wajib dan sunah. Mereka senantiasa pertengahan di antara dua kutub:
Pertama : Orang-orang yang boros, berlebihan, mubazir, dan bergengsi tinggi, mereka adalah saudara-saudara setan.
اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا
“Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isrā`: 27)
Kedua : Orang-orang kikir nan pelit, gemar menahan hartanya. Mempersulit diri dan keluarganya, menahan karunia Allah agar tidak sampai kepada hamba-hamba-Nya, tidak mau berbagi kepada orang lain walau hanya sedikit.
الَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ وَيَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُوْنَ مَآ اٰتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ
“(Yaitu) orang-orang yang kikir, menyuruh orang (lain) berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka.” (QS. An-Nisā` : 37)
Allah telah menata adab Nabi-Nya dengan sebaik-baiknya. Allah berfirman,
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً اِلٰى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا مَّحْسُوْرًا
“Janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (kikir) dan jangan (pula) engkau mengulurkannya secara berlebihan sebab nanti engkau menjadi tercela lagi menyesal.” (QS. Al-Isrā`: 29)
Keseimbangan dalam mengeluarkan harta hendaknya sesuai dengan keadaan masing-masing, sulit maupun lapang, miskin maupun kaya, sebagaimana firman Allah,
لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ ۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا ࣖ
“Hendaklah orang yang lapang (rezekinya) memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari apa (harta) yang dianugerahkan Allah kepadanya.” (QS. Al-Ṭalāq : 7)
Salah satu doa yang dipanjatkan oleh Nabi ﷺ adalah sebagai berikut :
وَأَسْأَلُكَ الْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى
“… dan aku memohon agar diberikan sikap pertengahan dalam keadaan fakir ataupun kaya.” HR. An-Nasā`i, disahihkan oleh Al-Albāni.([1])
Ibnu Al-Qayyim berkata, “… dan agama Allah itu ada di antara sikap berlebihan dan sikap acuh. Orang yang paling baik adalah yang bersikap pertengahan, menghindari kelalaian orang-orang yang lalai dan tidak pula ikut pada sikap berlebihan orang-orang yang gemar melampaui batas. Allah subhanahu wataala sungguh telah menjadikan umat ini umat yang pertengahan, yaitu umat yang terbaik dan adil karena berada di tengah-tengah dua sisi yang tercela. Adil berada di antara dua sisi; zalim dan abai. Kerusakan dan bencana hanya menyerang sisi-sisi, sedang bagian tengah senantiasa terlindungi oleh sisi-sisi tersebut. Seorang penyair mengatakan,
كَانَتْ هِيَ الوَسْطُ المَحْمِيُّ مَا اكْتَنَفَتْ … بِهَا الحَوَادِثُ حَتَّى أَصْبَحَتْ طَرْفًا
Dahulunya tempat itu adalah wilayah tengah yang terlindungi, sedang berbagai kejadian mengitarinya hingga kini tempat itu menjadi ujungnya.([2])
Setelah Allah menyebutkan golongan ini termasuk di dalam sifat-sifat terpuji bagi hamba-Nya, Allah pun menyebutkan bahwa mereka terbebas dari beberapa sifat yang tercela yang mana sifat-sifat itu adalah representasi dari kekufuran, kefasikan dan permusuhan.