Referensi yang Memuat Pemahaman Salaf Saleh
Bersamaan atau hampir bersamaan dengan proses penulisan hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam; pemahaman, pendapat, sikap, perbuatan dan konsensus-konsensus para salaf juga mulai ditulis dan dikodifikasi. Hal itu tergambar, antara lain dalam penuturan Shalih bin Kaisan. Beliau menceritakan, “Setelah kami menulis hadis-hadis Nabi, Az-Zuhriy mengajak aku untuk menulis perkataan para sahabat. Waktu itu aku menolak, sedang Az-Zuhriy tetap menulisnya. Maka ia pun sukses dan member manfaat besar, sedang aku tidak memberi manfaat apa-apa dalam hal ini.”([1]).
Tentu saja; pendapat, sikap, perbuatan dan konsensus-konsensus salaf merupakan pemahaman yang mereka pahami sebagai sesuatu yang dimaksudkan dan diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya dari nan-nas Al-Quran dan Sunnah.
Untuk menemukan pemahaman yang telah ditulis tersebut maka perlu merujuk pada beberapa referensi yang banyak memuat aqwaal (pendapat) dan af’aal (perbuatan dan sikap) mereka. Demikianjuga, untuk mengecek keabsahan suatu perkataan atau perbuatan yang disandarkan kepada mereka, maka perlu merujuk pada referensi-referensi yang dimaksud. Agar dapat dipastikan bahwa perkataan atau perbuatan yang disandarkan sebagai pemahaman mereka benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dan bukan sekadar suatu klaim.
Berikut beberapa referensi yang banyak memuat pemahaman para salaf([2]):
- Kitab-kitab hadis, baik yang bernama Shahih, Sunan ataupun Musnad.
Terdapat sejumlah kitab hadis, baik bernama Shahih, Sunan ataupun Musnad, yang menukil aqwal dan af’al para sahabat dan tabiin. Nukilan-nukilan tersebut, ada yang dinukil lengkap dengan sanad, dan ada yang dengan tanpa sanad. Sebagai contoh, dalam Shahih Bukhari terdapat banyak atsar qauliyah ataupun fi’liyah dari para salaf yang tertuang dalam bab-babnya. Demikian juga dalam Sunan Tirmizi, terdapat sejumlah atsar dari para salaf yang dinukil dan dituangkan dalam bab-bab tertentu oleh Imam Tirmizi.
- Kitab-kitab yang dikenal sebagai Mushannaf dan Mu’jam.
Umumnya, kitab-kitab Mushannaf dan kitab-kitab Mu’jam, selain memuat hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, juga memuat sangat banyak pendapat dan sikap pemahaman para salaf saleh. Sebagai contoh, kitab Mushannaf AbdurRazzaq, setidaknya telah memuat tidak kurang dari 21.000 hadis dan atsar. Sedang kitab Mushannaf Ibn Abi Syaibah memuat tidak kurang dari 36.000 hadis dan atsar. Dari kedua jumlah tersebut, ditemukan mayoritasnya adalah atsar dari sahabat dan tabiin([3]).
- Kitab-kitab aqidah yang ditulis beserta sanad riwayat yang dimuatnya.
Kitab-kitab klasik dalam bidang aqidah banyak menukil pemahaman, pendapat, sikap dan perbuatan para salaf. Kitab-kitab aqidah model ini populer sebagai kitab as-Sunnah[1], atau kitab asy-Syari’ah, atau at-Tauhid, atau al-Iman, al-‘Aqidah atau al-I’tiqad, atau al-Hujjah, atau nama lainnya.
Kitab aqidah yang menggunakan nama As-Sunnah, antara lain ditulis oleh: Imam Ahmad bin Hanbal, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Abu Bakar al-Atsram, Harb bin Ismail al-Kirmaniy, Abu Bakar al-Khallal, Ibn Abi ‘Ashim, dan Ibn Nashr al-Marwaziy.
Sedang yang menggunakan nama as-Syari’ah, antara lain ditulis oleh Abu Bakar al-Ajurriy, dan IbnuBatthah dengan bukunya yang berjudul“al-Ibanah ‘an Syari’ah al-Firqah al-Najiyah wa Mujanabah al-Firaq al-Madzmumah.”
Sedang yang mengunakan nama At-Tauhid, antara lain ditulis oleh Ibn Khuzaimah, dan Ibn Mandah. Sedang yang menggunakan nama al-Iman, antara lain ditulis oleh al-Qasim ibnu Sallam, Ibnu Abi Syaibah, dan Ibnu Mandah. Sedang yang mengunakan nama al-I’tiqad atau al-‘Aqidah, antara lain ditulis oleh al-Lalika’iy dengan nama lengkapnya “Syarh Ushul I’tiqad Ahl As-Sunnah wa al-Jama’ah,” dan oleh ash-Shabuniy dengan kitabnya “‘Aqidah as-Salaf Ash-hab al-Hadits.” Sedang yang menggunakan nama al-Hujjah ditulis oleh Ismail al-Ashbahaniy dan Nashr bin Ibrahim al-Maqdisiy.
Tidak sedikit di antara kitab-kitab klasik tersebut dikhususkan sebagai kitab bantahan yang dikenal sebagai kitab rudud. Seperti kitab ar-Radd ‘ala al-Jahamiyah, yang antara lain ditulis oleh Ahmad bin Hanbal, Said ad-Darimiy, dan yang lainnya.
Kitab-kitab aqidah tersebut, umumnya memuat sangat banyak atsar dari parasalaf. Semuanya dapat dirujuk untuk mengetahui pemahaman sahabat, tabiin, dan atbaut-tabi’in sertapara imam Ahli Sunnah atau mengecek pemahaman yang disandarkan kepada mereka.
- Kitab-kitab tafsir yang mengunakanmetode tafsir bilma’tsur.
Terdapat banyak kitab tafsir yang dengan sanad bersambung kepada penutur perkataan atau pemilik sikap dan perbuatan dari kalangan salaf. Kitab-kitab tafsir seperti ini merupakan salah satu referensi penting dalam mengkaji pemahaman salaf terhadap suatu nas Al-Quran atau Sunnah. Kitab-kitab tafsir yang memuat sangat banyak atsar salaf antaralain, Tafsir at-Thabariy, Tafsir Ibn Abi Hatim, Tafsir Ibnu Katsir, danTafsir As-Suyuthiy yang bernama “ad-Durr al-Mantsur”, dan lain sebagainya.
- Kitab-kitab tarikh, tarajum, thabaqat dan siyar.
Kitab-kitab tarikh, tarajum, thabaqat dan siyar, juga termasukr eferensi yang banyak memuat atsar dari para salaf, baik secara personal saat membicarakan biografi person atau pun secara kolektif. Seperti kitab at-Thabaqat al-Kubra karya Ibnu Sa’ad, Tarikh Bagdad karya Al-Khathib Al-Bagdadiy, Tarikh Dimasyq karya Ibnu ‘Asakir, Siyar ‘A’lam an-Nubala’ karya Adz-Dzahabiy, dan Hilyah al-Auliya karya Abu Nu’aim Al-Ashbahaniy.
- Kitab-kitab fiqh andalan dalam setiap mazhab dan kitab-kitab syarah hadis.
Kitab-kitab referensi utama dalam setiap mazhab fiqh juga tidak sedikit memuat atsar daripara salaf seperti kitab al-Majmu’ karya Imam An-Nawawiy, Al-Mugni karya Ibnu Qudamah, al-Muhalla karya Ibn Hazm. Termasuk juga kitab Sunan Kubra karya al-Baihaqiy, Fathul-Bari karya Ibn Hajar dan sebagai.
Referensi-referensi tersebut bukan batasan, tetapi sebagai sampel yang dapat membantu untuk melacak pemahaman salaf terhadap nas-nas syariat dan dalam memahami sikap keberagamaan mereka.
Banyaknya atsar yang terdapat di dalam referensi yang sangat banyak ini, memberi bukti bahwa salaf bukanlah sosok yang hanya menghafal dan menukil nas Al-Quran dan hadis tanpa memahami artinya sebagaimana yang dituduhkan oleh sebagian orang. Tetapi mereka adalah sosok yang menghafal nas dan memahami artinya sekaligus menukil dan meriwayatkannya kepada murid-murid mereka. Sehingga manhaj mereka dikenal sebagai manhaj yang aslam, waa’lam, waahkam.
([1])Lihat: MushannafAbdurRazzaq, No.20488 (11/259).
([2])Lihat: Fahm al-Salaf al-Shaleh li al-Nushush al-Syar’iyyahwa al-Radd ‘ala al-Syubuhuhathaulahu, OlehProf. Dr. Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji, hal. 79-82.
([3])Lihat: dhawabithFahm al-Sunnaholeh Abdullah Wukail al-Syaikhhal. 18.
One Comment