Ramadhan, Bulan Jihad

Di tahun kedua hijriah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama sahabat-sahabat pilihan terjun dalam medan perang di Badar, perang melawan kaum Quraisy yang nota bene pengibar bendera kesyirikan dan menentang dakwah Islam. Perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan, tepatnya pada tanggal 18 Ramadhan, tahun pertama kali diwajibkannya puasa atas ummat Islam, peperangan yang sangat penting dalam sejarah Islam, sehingga dikenal sebagai hari “Furqan”, yaitu hari penentu antara yang hak dan yang batil, di hari itu Allah memenangkan hak terhadap kebatilan. Demikian juga perang Fathu Makkah (penaklukan kota Mekkah), terjadi pada bulan Ramadhan di tahun kedelapan hijriah. Peperangan itu – demikian juga peperangan-peperangan yang terjadi setelahnya di bulan Ramadhan – tidak terjadi kebetulan, akan tetapi atas takdir yang telah Allah tetapkan sebelum langit dan bumi diciptakan. Di sana ada pesan tersirat, bahwa Ramadhan adalah bulan jihad, bulan mujahadah (kesungguhan), bulan untuk meraih kemenangan dan kejayaan. Sangat disayangkan, sebagian orang memandang bulan Ramadhan adalah bulan rehat, kesempatan untuk istirahat dari rutinitas harian. Akibatnya, tidak sedikit kita dapati orang yang jam tidurnya bertambah di bulan Ramadhan, jam kerja pun semakin berkurang. Ironinya, banyak waktunya yang terbuang hanya untuk menonton sinetron-sinetron yang disuguhkan spesial di bulan Ramadhan, atau menghabiskan waktu di malam hari untuk membicarakan hal-hal yang tidak berujung pangkal, bahkan bisa terjerumus kepada pembicaraan haram, seperti gibah dan dusta. Padahal bulan Ramadhan semestinya dijadikan ajang untuk meningkatkan kualitas pribadi, baik dari sisi hablum minallah dengan menekuni ibadah-ibadah yang disyariatkan di dalamnya, maupun hablum minannas dengan memantapkan akhlak karimah dan interaksi produktif terhadap sesama.
Bentuk jihad di bulan Ramadhan
Ramadhan adalah bulan jihad dan kesungguhan. Banyak bentuk-bentuk jihad yang dapat diaplikasikan dalam bulan ini, di antaranya:
- Jihad dengan jiwa di medan perang.
Jihad fi sabilillah di medan perang melawan tirani kekufuran, kesyirikan dan kezaliman adalah bentuk jihad terbesar, merupakan puncak bangunan Islam, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad fii sabilillah.” [HR.Ahmad, Nasa’i dan Tirmidzi]. Sebagaimana yang disebutkan di atas, bahwa banyak peristiwa-peristiwa jihad fi sabilillah dalam sejarah Islam terjadi di bulan Ramadhan, kemenangan demi kemenangan pun diraih dalam perang suci tersebut. Kalau kita cermati ayat-ayat puasa yang diwahyukan oleh Allah dalam surat Al-Baqarah, kita dapati bahwa setelah Allah Ta’ala menjelaskan hukum puasa di bulan Ramadhan, Dia kemudian menjelaskan beberapa aturan dalam hukum jihad melawan musuh nyata dari kalangan orang-orang kafir dan musyrik. Seakan ada hubungan erat antara bulan puasa dan jihad fi sabilillah, puasa adalah persiapan mental dan fisik untuk terjun ke medan jihad. Kendati jihad fi sabilillah berstatus fardhu kifayah bagi ummat Islam, jika sebagian mereka telah terjun di dalamnya maka gugur kewajiban itu atas sebagian yang lain, namun dalam beberapa kondisi ia menjadi fardhu ‘ain. Rincian tentang hukum dan etika jihad fi sabilillah dapat dilihat secara gamblang dalam kitab-kitab fikih.
- Jihad dengan harta
Banyak kita temukan dalam ayat-ayat Al Quran yang mengajak untuk berjihad dengan harta, seperti dalam firman Allah yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” [QS. Ash-Shaff : 10-11]. Jihad dengan harta di dahulukan dari jihad dengan jiwa, karena harta adalah sarana yang dibutuhkan sebelum jihad dengan jiwa. Jihad dengan harta dapat dengan membelanjakan harta untuk membeli perlengkapan perang dan bekal para mujahid selama melaksanakan tugasnya. Demikian juga dengan menyantuni keluarga mujahid yang ditinggal oleh suami, ayah dan anaknya yang berangkat ke medan jihad.
- Jihad melawan hawa nafsu
Hawa nafsu cenderung mendorong seseorang melakukan kemaksiatan, bahkan dapat menyesatkannya, “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” [QS. Al-Jatsiyah : 23]. Puasa sangat membantu mengontrol hawa nafsu, karena dengan puasa, konsumsi makanan berkurang yang menyebabkan syahwat terkendali, sehingga hasrat untuk melakukan maksiat pun melemah. Jihad melawan hawa nafsu agar tidak terjerumus dalam limbah syubhat dan kubangan syahwat. Jihad melawan hawa nafsu dengan menundukkannya kepada syariat Allah Ta’ala.
- Jihad melawan godaan syaithan
Syaithan adalah musuh manusia yang sesungguhnya, ia tidak pernah merasa tenang hingga manusia disesatkan dari jalan Allah. Allah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” [QS. Al-Isra : 53]. Iblis dan pasukannya menggoda manusia dari segala arah, “Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” [QS. Al-A’raf : 17]. Walaupun syaithan dibelenggu pada bulan Ramadhan yang membuat ruang geraknya untuk menggoda manusia semakin sempit, namun kita harus tetap mawas diri dari godaannya. Kita mesti melawan tipu dayanya dengan menutup pintu-pintu masuknya syaithan ke dalam hati kita. Pintu gerbang masuknya syaithan ke dalam hati seseorang adalah akhlak buruknya, ia adalah pintu yang sangat luas bagi syaithan, ia dapat masuk dengan leluasa ke dalam hati manusia.
- Jihad dengan lisan
Aplikasi jihad dengan lisan adalah dengan melaksanakan amar makruf dan nahi munkar, dakwah di jalan Allah dengan mengajak manusia untuk menjalankan syariat Allah Ta’ala. Ini termasuk jihad terbesar sebagaimana firman Allah yang artinya: “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar.” [QS. Al-Furqan : 52]. Berjihad dengan Al Quran adalah dengan ilmu dan dalil yang terdapat di dalamnya yang dimediasi oleh lisan untuk sampai ke target dakwah. Kesempatan terbuka lebar di bulan Ramadhan untuk mengajak manusia kembali ke jalan lurus, dimana hati mereka siap menerima siraman-siraman rohani melalui ceramah-ceramah agama yang marak di bulan ini. Demikan juga berjihad dengan lisan dalam menghadapi pengamalan-pengamalan ritual ibadah yang tidak berdasar dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjelaskannya dengan penuh hikmah dan mau’idzhah hasanah.
- Jihad dengan bersungguh-sungguh dalam ibadah
Keistimewaan bulan Ramadhan adalah karena amalan ibadah yang ditunaikan di dalamnya berlipat ganda, hal ini yang menjadi faktor kuat yang menjadikan semangat dalam beribadah meningkat. Maka ini adalah kesempatan, sangat merugi jika melewatkan kesempatan emas ini yang tidak berulang kecuali hanya sekali dalam setahun. Bisa jadi amalan di bulan ini jika dilaksanakan dengan baik bisa setara atau bahkan lebih dari umur yang dimiliki seseorang. Pantaslah untuk bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah dalam bulan suci ini. Banyak ibadah yang perlu diperbanyak, namun tanpa mengabaikan kualitasnya, diantaranya: memperbanyak membaca Al Quran, memperbanyak shalat-shalat sunnat, sedekah, berbakti kepada kedua orang tua, membantu orang lain dengan harta, tenaga dan pikiran, dan ibadah-ibdah lain yang dapat memenuhi hari-hari di bulan ini. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menggambarkan bagaimana kondisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika datang bulan Ramadhan, beliau berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan dalam kebaikan. Beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril datang menemui beliau. Jibril ‘alaihis salam menjumpai beliau setiap malam di bulan Ramadhan sampai Ramadhan habis. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetor hafalan Al Quran kepada Jibril. Jadi jika Jibril ‘alaihis salam menemui beliau, maka beliau lebih dermawan dalam kebaikan dibandingkan angin yang bertiup” [HR. Bukhari dan Muslim].
Dengan demikian, Ramadhan adalah bulan jihad, bulan menyingsingkan lengan baju untuk bersungguh-sungguh dalam ibadah, bukan bulan untuk banyak istirahat dan lalai. Semoga Allah Ta’ala memberikan kita kekuatan untuk bermujahadah dalam bulan suci ini, sungguh Ia adalah Zat yang Maha mampu untuk melakukan itu.