Mengambil Manfaat Dari Musibah

Imam Abu Nu’aim dan Imam Baihaqi[1] meriwayatkan (dengan lafadz Baihaqi) dari sahabat Salman al-farisi radiallahu anhu berkata: sesungguhnya Allah ta’ala menguji hambanya yang mukmin dengan bala’ kemudian Ia menghilangkannya (bala’ tersebut). Agar menjadi penghapus dosanya yang lalu, lalu bertaubat dari dosanya yang tersisa. Dan sesungguhnya Allah (yang maha agung namanya) juga menguji hambanya yang durhaka dengan bala’ lalu ia hilangkan bala’ tersebut, namun ia bagaikan seekor unta ketika ia diikat oleh tuannya lalu dilepas begitu saja, unta tersebut sama sekali tidak mengerti kenapa ia diikat dan juga tidak paham sama sekali kenapa ia dilepas oleh tuannya.
Lihatlah betapa jauh sekali perbedaan antara orang mukmin dengan orang yang durhaka ketika sama-sama ditimpa musibah. Seorang mukmin bila ditimpa bala’ ia akan segera berhenti dari perbuatan buruknya, karena ia benar-benar mengetahui bahwa apa yang menimpanya ini disebabkan oleh perbuatannya sendiri sebagaimana Rabbnya mengatakan:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan musibah apa saja yang menimpa kamu maka itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu) (QS. As-Syura: 30).
Di sini seorang mukmin akan sadar, mengingatkan dirinya sehingga ia akan mengubah bagian-bagian yang salah dari hidupnya, apakah itu berupa melalaikan kewajiban atau terjebak dalam keharaman. Maka bala’ yang menimpanya ini merupakan nikmat terbesar yang turun padanya, dengannya Allah menghapuskan kesalahan-kesalahannya, dan menyadarkannya dari kelalaian, maka jadilah bala’ tersebut sebagai penghidup hatinya kembali serta memperbaiki keadaannya, sebagaimana syekh as-sa’di mengatakan ketika menafsirkan surat ar-rum ayat empat: “Maha suci (Allah) yang telah memberi nikmat di balik musibahNya, dan memberi karunia di balik hukumanNya”[2].
Adapun orang yang durhaka maka ia bagaikan hewan, yang tidak mendapatkan manfaat dari nikmat yang didapat sehingga bersyukur, dan tidak pula berfikir bila tertimpa musibah untuk sadar dan berhenti dari kemaksiatan.
Bahkan apabila ia binasa karena bala yang menimpanya, ia binasa bagaikan keledai yang liar, dan bila ia terbebas dari musibahnya maka ia akan pergi dalam kebingungan. Bagaikan unta yang diikat oleh tuannya ia tidak mengerti mengapa ia diikat? Kemudian ketika ia dilepas sehingga ia bebas ke mana saja, ia pun tak mengerti mengapa ia dilepas oleh tuannya? Sehingga orang yang durhaka ini akan menemui ajalnya dalam keadaan yang digambarkan Allah dalam firmannya:
أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan ia benar-benar melampaui batas” (QS. Al-kahf: 28).
Maha suci (Allah) yang telah membedakan keadaan orang yang beriman dengan yang durhaka di dunia dan akhirat. Adapun orang-orang yang beriman di dunia, maka kenikmatan besar yang mereka dapatkan di dalam hati mereka sama sekali tidak terbesit dalam benak orang yang durhaka, sampai nanti kenikmatan mereka bersambung dengan kenikmatan yang abadi:
فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيكٍ مُقْتَدِرٍ
“Di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Berkuasa” (QS. Al-Qamar: 55).
Sedangkan para pendurhaka maka mereka silau dalam kesesatan, tergulung dalam gelombang kegelapan dan kebingungan, sehingga di dunia mereka tidak menemukan sesuatu yang menghibur mereka di kala mendapatkan kesusahan. Bahkan bertambah susah hidup mereka sehingga mereka terjerembab dalam azab dunia yang telah Allah siapkan bagi mereka:
فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكاً
“Maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit” (QS. Taha: 124)
Dan sampailah kesempitan ini ke alam barzakh kemudian sampai lagi ke azab yang kekal pada hari qiyamat:
وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (QS. Taha: 124)
Ya Allah jadikanlah kami hambamu yang apabila ditimpa musibah bersabar, dan apabila mendapatkan rezeki bersyukur, dan apabila berdosa beristigfar. Ya Allah hidupkanlah hati kami dengan mentadabburi ayat-ayat yang telah engkau turunkan, dan pelajaran-pelajaran kehidupan yang berharga yang telah engkau tunjukkan. Dan janganlah engkau binasakan kami dalam keadaan lalai.
____________________________
[1] Syu’abul iman (9914)
[2] Tafsir Karimir Rahman