Kunci-Kunci Khusyuk Dalam Salat (2)
Defenisi Khusyuk
Khusyuk secara etimologi berarti merendahkan diri, menundukkan pandangan ke bawah, merendahkan suara, dan menenangkan anggota tubuh[1].
Oleh karena itu, asal kata dari khusyuk adalah ketenangan, ketentraman dan kerendahan.
Az Zujaaj berkata: “Orang khusyuk adalah orang yang terlihat darinya tanda-tanda kehinaan dan kekhusyukan padanya seperti halnya kekhusyukan sebuah rumah setelah ditinggalkan”[2].
Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنَّكَ تَرَى الْاَرْضَ خَاشِعَةً
Artinya: “Sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah bahwa engkau melihat bumi kering dan tandus”. QS. Fussilat: 39.
Khusyuk berarti menghinakan dan merendahkan diri, istilah ini dipinjam untuk menggambarkan keadaan bumi yang kering dan tandus yang tidak ada tumbuhan di atasnya, seperti orang yang lemah dan terpuruk[3].
Maknanya, engkau melihat bumi kering nan tandus[4], jika bumi menjadi kering dan hujan tidak turun dikatakan bumi itu khusyuk[5].
Khusyuk memiliki makna yang mirip dengan al khudhu’ (merendahkan diri), namun al khudhu’ berkaitan dengan anggota tubuh, sementara khusyuk berkaitan dengan suara dan pandangan. Allah berfirman:
خَاشِعَةً اَبْصَارُهُمْ
Artinya: “Pandangan mereka tertunduk dan diliputi kehinaan”. QS. Al Qalam: 43.
Adapun secara syar’i maka khusyuk adalah kondisi hati yang tampak pada anggota tubuh ketenangan dan kerendahan[6].
Dan juga didefinisikan (secara syar’i) sebagai kondisi hadirnya hati pada saat melakukan ketaatan yang disertai dengan ketenangan lahir dan batin, dan inilah khusyuk khusus yang muncul dari kesempurnaan pengetahuan seorang hamba tentang Tuhannya dan pengawasan-Nya terhadapnya, yang kemudian menguasai hatinya seperti halnya cinta yang menguasai hati seseorang[7].
Ibnul Qayyim berkata: “Khusyuk adalah kondisi hati yang tunduk dan merendahkan diri di hadapan Rabb, dan khusyuk itu berada di hati, namun hasilnya tampak pada anggota tubuh”[8].
Dengan demikian, khusyuk merupakan kelembutan hati, ketenangan pikirannya dan kehendaknya yang timbul karena kerendahan hati kepada Allah, sehingga hilang dari dirinya sifat kesombongan, keangkuhan, dan kebanggaan; ini merupakan komitmen praktis untuk taat kepada Allah dan menjauhi maksiat.
Khusyuk mencakup dua makna:
Pertama: Merendahkan diri dan tunduk kepada Allah, yang dengannya mampu menghilangkan rasa sombong dan angkuh.
Kedua: Ketenangan dan ketentraman, yang mengandung kelembutan hati yang bertolak belakang dengan kerasnya hati.
Maka khusyuk hati mencakup penghambaan kepada Allah dan ketenangannya, Oleh karena itu, khusyuk dalam salat juga mencakup kerendahan hati dan ketenangan[9].
Allah berfirman:
الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلَاتِهِمْ خٰشِعُوْنَ
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya”. QS. Al Mukminun: 2.
Ibnu Abbas berkata: “Yaitu mereka takut dan tenang”[10].
Hasan al Basri berkata: “Mereka takut”, Dan Muqatil berkata: “Mereka merendahkan diri”[11].
Kesimpulannya: Khusyuk adalah kelembutan dan kerendahan hati serta penundukan diri kepada Allah tanpa berpaling kepada selain-Nya yang ada di hadapan-Nya. Jika hati merendah, maka seluruh anggota tubuh akan akan turut merendah, karena tubuh mengikuti hati, sementara hati adalah raja dan anggota tubuh adalah bala tentaranya.
Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa membaca dalam rukuknya: “Aku tunduk kepada-Mu dengan pendengaranku, penglihatanku, otakku, tulangku dan syarafku”[12] [13]. Hal ini menunjukkan bahwa anggota tubuh mengakui kelemahan dan penundukannya kepada Allah, serta tunduk dengan sepenuhnya[14]. Seluruh panca Indera ini adalah saksi atas kekuasaan Allah[15], merendah, tenang dan mengaku membutuhkan kepada Allah. Walaupun asal khusyuk berada dalam hati, akan tetapi hasilnya tampak pada anggota tubuh, sehingga disebutlah ini sebagai khusyuk[16].
Para ulama telah sepakat bahwa khusyuk letaknya di hati, namun hasilnya tampak pada anggota tubuh[17]. Oleh karena itu, khusyuknya tubuh mengikuti khusyuknya hati jika seseorang tidak riya’ yaitu ketika memperlihatkan apa yang menyelisihi hatinya[18].
Suatu ketika Sa’id bin al Musayyib melihat seseorang sedang memainkan jenggotnya tatkala salat, lalu Sa’id berkata: “Kalaulah hati dia khusyuk, pasti anggota tubuhnya pun ikut khusyuk”[19].
Ketika anggota tubuh khusyuk akan tetapi hati tidak khusyuk, maka ini disebut sebagai khusyuk palsu; yaitu terlihat tubuhnya khusyuk tapi hatinya tidak khusyuk[20]. Imam Muslim meriwayatkan di dalam Shahihnya dari hadis Abi Hurairah, ia berkata: Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Takwa letaknya di sini (seraya beliau menunjuk ke dadanya) sebanyak tiga kali”[21]. Oleh karena itu, penampilan lahir yang baik merupakan tanda baiknya hati.
Fudhail bin ‘Iyadh berkata: “Dimakruhkan seseorang menampakkan kekhusyukannya lebih dari (khusyuk) yang ada dalam hatinya”[22].
Kedudukan khusyuk dan keutamaannya:
Khusyuk merupakan ibadah yang sangat agung di antara semua ibadah. Ia disertai dengan rasa takut yang terus menerus dalam hati, yang tidak pernah berpisah dengannya, bersamaan dengan kerendaan hati, ketundukkan, penghambaan, dan penyerahan diri. Rasa khusyuk dan tunduk merupakan sifat para-Nabi sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam surah al Anbiya:
وَكَانُوْا لَنَا خٰشِعِيْنَ
Artinya: “Mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami”. QS. Al Anbiya: 90.
Dan Allah juga mensifati orang-orang beriman melalui firmannya:
يَّرْجُوْنَ تِجَارَةً لَّنْ تَبُوْرَۙ
Artinya: “Mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan pernah rugi”. QS. Fatir: 29.
Dan juga firman Allah:
اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّاۗ لَهُمْ دَرَجٰتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌۚ
Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Bagi mereka derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki yang mulia”. QS. Al Anfal: 4.
Khusyuk juga merupakan sifat para pengikut Nabi yang senantiasa mengikuti mereka dengan baik, Allah berfirman:
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ فَبِهُدٰىهُمُ اقْتَدِهْۗ
Artinya: “Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Maka, ikutilah petunjuk mereka”. QS. Al An’am: 90.
Dan juga firman-Nya:
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ هَدٰىهُمُ اللّٰهُ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمْ اُولُوا الْاَلْبَابِ
Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah ululalbab (orang-orang yang mempunyai akal sehat)”. QS. Az Zumar: 18.
[1] Lihat: Tahriir alfaadz an Tanbih (Hal: 66), Taaj al Aruus (20/508).
[2] Lihat: Tafsir al Qurtubiy (1/374), Dikatakan: “rumah menjadi sepi Ketika ditinggalkan oleh penghuninya”, Lihat: al Ain (5/237), as Sihaah (6/2470).
[3] Lihat: al Kasysyaf (4/201).
[4]. Lihat: Tafsir al Qurtubiy (15/365).
[5]. Lihat: Taaj al Aruus (20/508).
[6]. Maqaayis al Lughah (2/182).
[7]. Taisiir al Latiif al Mannaan, karya Syekh as Sadi (2/362).
[8]. Madaarij as Saalikin (1/558).
[9]. Lihat: Majmuu Fatawa (7/28).
[10]. Diriwayatkan oleh Ibnu Jariir dalam tafsirnya (9/19), Lihat pula: an Nukaat wa al Uyuun (4/45).
[11]. Tafsir al Bagawi (3/357).
[12]. Diriwayatkan oleh Imam Muslim (1/534), nomor hadis: 771 dari hadis Ali bin Abi Talib.
[13]. Lihat: Tafsir Ibnu rajab (2/8).
[14]. Lihat: Kasyf al Musykil (1/207).
[15]. Lihat: al Ifsah an maani as Sihah (1/277).
[16]. Lihat: al Mufhim (2/402).
[17]. Lihat: Madaarij as Saalikin (1/517).
[18]. Majmu al Fatawa (7/29).
[19]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah di Musannifnya (2/86) Nomor: 6787.
[20]. Lihat: Zuhd karya Imam Ahmad bin Hanbal (Hal.117)
[21]. Diriwayatkan Muslim (4/1986) Nomor: 2564.
[22]. Madaarij as Saalikin (1/517).