Al-Qur’an Sebagai Jaminan Kebahagiaan
Semua manusia tentunya bercita-cita dan berusaha agar kehidupannya di dunia ini dikelilingi oleh keberkahan diliputi oleh kebaikan-kebaikan dan kebahagiaan. Namun terkadang mereka terlalu mengedepankan egonya sehingga mencari jalan-jalan kebahagiaan yang didasari oleh hawa nafsunya dan melupakan petunjuk yang jelas yang telah tertera dalam pedoman kehidupan umat manusia yaitu Al-Qur’an.
Allah sendiri telah menjamin dan mengikat kebahagiaan itu dengan Al-Quran yang merupakan kalam-Nya yang mulia. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Taha/20 ayat 123:
(فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ)
Terjemahannya:
“Barang siapa yang mengikuti petunjukku, maka niscaya dia tak akan tersesat dan tidak akan sengsara”.
Syekh As-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya berkenaan dengan ayat tersebut mengatakan bahwa jaminan tidak tersesat dan sengsara pada ayat di atas berlaku baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana ketika beliau menafsirkan QS. Al-Baqarah ayat 38:
فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
(orang-orang yang mengikuti petunjuk-Nya mereka tidak akan akan ditimpa ketakutan dan kesedihan). Beliau menjelaskan bahwa mengikuti petunjuk-Nya akan mendapatkan jaminan dalam 4 hal yaitu; menafikan ketakutan dan kesedihan yang kebalikannya berarti menjamin keamanan yang sempurna, dan juga menafikan kesesatan dan kesengsaraan yang berarti menjamin petunjuk dan kebahagiaan.
Lalu Allah Ta’ala kemudian mendeskripsikan dan mengisahkan orang-orang yang berpaling dari peringatan-Nya dan ayat-ayatnya sebagai orang-orang yang berada dalam kehidupan yang sempit dan akan dibangkitkan dalam di akhirat kelak keadaan buta. Sebagaimana lanjutan dari ayat di atas pada QS. Taha ayat 124:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
Terjemahannya:
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat bersama orang-orang yang buta”.
Diriwayatkan bahwa orang-orang musyrikin ketika mereka melihat kesungguhan dan keseriusan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dalam ibadah-ibadah beliau mereka kemudian berkata “Tidaklah Al-Qur’an ini diturunkan kepadamu wahai Muhammad kecuali untuk mempersulit hidupmu!” Lalu Allah Ta’ala kemudian menurunkan permulaan surah Taha sebagai bantahan terhadap ucapan orang-orang musyrik tadi.
(مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَىٰ)
Artinya:
“Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu (Muhammad) untuk menyengsarakanmu.” (QS. Taha Ayat 2)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini membantah ucapan orang-orang musyrik tsb. Karena Al-Qur’an dan syariat yang terkandung di dalamnya justru mengantarkan kepada ilmu dan hikmah, dan siapa yang diberikan hikmah maka sungguh ia telah diberikan kebaikan yang banyak.
Pada akhirnya dapat kita simpulkan bahwa Al-Qur’an dari segala sisinya adalah sumber kebahagiaan. Dari segi kandungannya Al-Qur’an adalah kebahagiaan bagi jiwa manusia yang selalu butuh akan petunjuk rohani. Dari segi bacaannya ia adalah dzikir yang terbaik yang memberikan ketenangan bagi yang membaca dan mendengarkannya bahkan bagi mereka yang tidak memahami maknanya. Sebagaimana kisah Islamnya Al Khalifatur Rasyid Umar bin Khattab Radhiallahu Anhu yang ingin menjumpai Nabi Shalallahu alaihi wasallam dengan niat untuk membunuh, namun tatkala Ia mendengarkan Al-Qur’an yang dilantunkan oleh beliau shalallahu alaihi wasallam, Justru Al-Qur’an inilah yang menjadi wasilah terbunuhnya kekufuran yang ada pada Umar.
Ada sebuah doa yang bersumber dari Nabi Shalallahu alaihi wasallam yang secara khusus meminta kepada Allah agar menjadikan Al-Qur’an sebagai magnet kebahagiaan dan penghapus kegundahan untuk orang yang membacanya:
اللَّهمَّ إنِّي عبدُكَ ابنُ عبدِكَ ابنُ أَمَتِكَ ناصِيَتي بيدِكَ ماضٍ فيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فيَّ قضاؤُكَ أسأَلُكَ بكلِّ اسمٍ هو لكَ سمَّيْتَ به نفسَكَ أو أنزَلْتَه في كتابِكَ أو علَّمْتَه أحَدًا مِن خَلْقِكَ أوِ استأثَرْتَ به في عِلمِ الغيبِ عندَكَ أنْ تجعَلَ القُرآنَ ربيعَ قلبي ونورَ بصَري وجِلاءَ حُزْني وذَهابَ همِّي
Artinya:
“Ya Allah, Aku adalah Hamba-Mu, anak dari Hamba-Mu, ubun-ubunku (nasibku) berada dalam genggaman-Mu, hukum-Mu telah berlaku untukku, adil terhadapku ketetapan-Mu atasku, aku mohon kepada-Mu dengan perantara semua nama milik-Mu yang Engkau namakan sendiri, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau ajarkan kepada seseorang dari hamba-Mu, atau Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib disisi-Mu. Jadikanlah Al Qur’an sebagai penawar hatiku, cahaya dalam dadaku, penghapus dukaku dan pengusir keluh kesahku.”
Nabi bersabda bahwa tidaklah seseorang membaca doa tersebut kecuali Allah akan menghilangkan kegelisahan dan kesedihannya lalu menggantinya dengan kesenangan.
(HR. Ahmad 1/391, disahihkan oleh al-Albani).