Kunci-Kunci Khusyuk Dalam Salat (11)

Kunci-Kunci Khusyuk Dalam Salat (11)
Para salaf saleh dan kekhusyukan di dalam salat
Para salaf dahulu rahimahumullah memperbaiki diri mereka dengan keimanan, kekhusyukan dan rasa takut (kepada Allah); oleh sebab itu, hati mereka mencapai tingkat kelembutan dan ketundukan yang luar biasa.
Mereka mendirikan salat dengan penuh kekhusyukan sehingga pengaruh salatnya tampak pada seluruh aspek kehidupan.
Jangan engkau membandingkan kami dengan mereka,,,karena orang yang sehat berjalan takkan sama dengan yang lumpuh[1].
Mereka menghibur diri mereka dengan salat, merasakan kenikmatan di dalamnya hingga pengaruh keimanan itu benar-benar menetap dalam hati mereka.
Salat mereka menjadi cahaya dan penerang jalan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis Abi Malik Al ‘Asy’ari radiallahu ‘anhu: “Salat adalah cahaya”[2].
Mereka yakin bahwa sesungguhnya salat merupakan kunci segala kebaikan, dan bahwa ia adalah jalan bagi setiap yang mengharapkan keberuntungan dan kebahagiaan di surga, sebagaimana dalam hadis Jabir bin Abdillah radiallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kunci surga adalah salat”[3].
Oleh karena itu, salat mereka menjadi teladan bagi salat yang khusyuk sebagaimana yang Allah katakan:
اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ
Artinya: “Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar”. QS. Al Ankabut: 45.
Dan mereka (para salaf) menjadi panutan bagi kaum muslimin yang datang setelah sebagaimana Firman Allah:
قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙ الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلَاتِهِمْ خٰشِعُوْنَ
Artinya: “Sungguh, beruntunglah orang-orang mukmin. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya”. QS. Al Mukminun: 1-2.
Adapun beberapa kisah tentang sahabat yang disebutkan bahwa mereka sampai terjatuh dan pingsan saat membaca Al Quran dalam salat atau di luar salat, maka kisah tersebut tidaklah benar, akan tetapi “Para sahabat radiallahu ‘anhum adalah orang-orang yang paling sempurna, paling kuat dan paling teguh dalam keadaan-keadaan keimanan, sehingga akal mereka tidak pernah hilang dan mereka tidak mengalami pingsan atau tersungkur (karena kuatnya keimanan mereka). Adapun permulaan munculnya hal-hal seperti itu terjadi pada generasi setelah mereka yaitu generasi tabi’in dan para ahli ibadah di Basrah, di antara mereka ada yang pingsan ketika mendengar Al Qur’an bahkan adapula yang meninggal karenanya”.[4]
Semoga Allah meridai para sahabat dan para pengikutnya yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.
Sungguh alangkah indahnya mereka saat malam telah menyelimuti mereka,,,cahaya mereka mengalahkan cahaya bintang-bintang di langit,
Mereka melantunkan dzikir di malam hari mereka,,,hidup mereka terasa indah dengan lantunan itu,
Hati mereka telah kosong dari selain dzikir,,,dan air mata mereka bagaikan butiran mutiara yang tersusun rapi[5].
Berikut ini adalah sekilas kisah tentang salat mereka, dan bagaimana mereka mencapai kekhusyukan di dalamnya. Kita memohon kepada Allah agar membangunkan hati nurani kita, menghidupkan hati kita serta memakmurkan umur kita dengan amal-amal saleh.
1.Kekhusyukan Abu Bakar Ash Shiddiq radiallahu ‘anhu.
Dalam hadis Aisyah radiallahu ‘anha Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perintahkan Abu Bakar untuk mengimami salat”, Aisyah berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Bakar adalah orang yang sangat lembut hatinya, jika ia berdiri di tempatmu (mengimami salat) niscaya orang-orang tidak dapat mendengar bacaannya karena tangisannya”[6].
Dalam riwayat lain: Aisyah radiallahu ‘anha berkata: “Sesungguhnya Abu Bakar adalah orang yang sangat lembut hatinya, jika ia membaca AL Qur’an maka ia tak kuasa menahan tangis[7], dalam riwayat yang lain dikatakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : “Sesungguhnya Abu Bakar adalah orang yang mudah sedih, kapan pun ia menempati tempatmu (dalam salat) maka ia tidak dapat mengimami manusia”[8].
Al Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Adapun perkataan Aisyah (tentang Abu Bakar) “Raqiiq” maksudnya adalah: Hatinya sangat lembut, dan perkataan beliau “Asiif” maksudnya adalah mudah sedih yaitu karena hatinya yang lembut”[9].
2.Kekhusyukan Umar al Faaruq radiallahu ‘anhu.
Abdullah bin Syaddad radiallahu ‘anhu meriwayatkan, ia berkata: “Saya mendengar tangisan Umar bin Khattab sementara saya berada di akhir saf, beliau membaca Firman Allah:
اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ
Artinya: “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku”. QS. Yusuf: 86[10].
Abu Ma’mar meriwayatkan bahwa Umar radiallahu ‘anhu membaca surah Maryam, tatkala sampai pada ayat sajadah beliau sujud, kemudian beliau berkata: “Ini adalah sujud lalu manakah tangisan itu?”[11].
3.Kekhusyukan Abdullah bin Umar radiallahu ‘anhuma.
Ibnu Umar radiallahu ‘anhuma setiap kali salat malam dan beliau melewati ayat yang menyebutkan surga, beliau berhenti sejenak berdoa memohon kepada Allah agar dimasukkan ke dalam surga bahkan terkadang menangis. Dan ketika beliau melewati ayat yang menyebutkan neraka, beliau berhenti sejenak, berdoa meminta perlindungan kepada Allah dari neraka dan terkadang menangis. Dan ketika beliau membaca ayat:
۞ اَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللّٰهِ
Artinya: “Apakah belum tiba waktunya bagi orang-orang yang beriman agar hati mereka khusyuk mengingat Allah?”. QS. Al Hadid: 16.
Beliau menangis dan berkata: “Sudah tentu Ya Rabb” kemudian beliau menangis hingga tak mampu menahannya[12].
Muharib bin Ditsar rahimahullah berkata: “Saya masuk ke dalam rumah Ibnu Umar, lantas saya mendapati beliau sedang salat dan menangis dalam salatnya”[13].
4.Kekhusyukan Tamiim ad Daariy radiallahu ‘anhu[14].
Safwan bin Salim berkata: “Tamim ad Daariy berdiri salat di mesjid setelah salat isya, kemudian beliau melewati ayat:
تَلْفَحُ وُجُوْهَهُمُ النَّارُ وَهُمْ فِيْهَا كٰلِحُوْنَ
Artinya: “Wajah mereka dibakar api neraka dan mereka di neraka dalam keadaan sangat menyeramkan”. QS. Al Mu’minun: 104.
Beliau mengulang-ulangi ayat tersebut seraya menangis hingga masuk waktu subuh”[15].
Suatu ketika Tamim radiallahu ‘anhu salat, beliau mulai membaca surah Al Jasiyah, tatkala sampai pada ayat:
اَمْ حَسِبَ الَّذِيْنَ اجْتَرَحُوا السَّيِّاٰتِ اَنْ نَّجْعَلَهُمْ كَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ سَوَاۤءً مَّحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ ۗسَاۤءَ مَا يَحْكُمُوْنَ ࣖࣖ
Artinya: “Apakah orang-orang yang melakukan keburukan itu mengira bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama kehidupan dan kematian mereka? Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu”. QS. Al Jasiyah: 21.
Beliau terus mengulang-ulangi ayat tersebut seraya menangis hingga waktu subuh[16].
5.Kekhusyukan Sa’ad bin Muadz radiallahu ‘anhu[17].
Sa’ad bin Muadz berkata: “Terdapat tiga sifat pada diriku -sekiranya dalam seluruh keadaanku aku selalu berada dalam tiga sifat ini, niscaya aku akan menjadi diriku yang sejati:
Pertama: Ketika aku sedang salat, aku tidak berbicara dengan diriku sendiri tentang sesuatu selain apa yang sedang aku kerjakan (yaitu salat).
Kedua: Ketika aku mendengar sebuah hadis dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah terlintas sedikit pun keraguan di hatiku bahwa itu adalah kebenaran.
Ketiga: Ketika aku menghadiri pemakaman jenazah, aku tidak berbicara dengan diriku sendiri tentang apapun selain apa yang dikatakan dan dibicarakan mengenai jenazah itu”[18].
6.Kekhusyukan Abu Tolhah AL Anshari radiallahu ‘anhu[19].
Abdullah bin Abi Bakar meriwayatkan bahwa suatu ketika Talhah al Anshari salat di kebunnya, kemudian seekor burung dubsi[20] terbang disekitarnya berputar-putar mencari jalan keluar. Pemandangan itu menarik perhatiannya, sehingga Abu Tolhah memperhatikannya beberapa saat. Setelah itu kembali fokus kepada salatnya namun ternyata ia lupa sudah berapa rakaat yang ia kerjakan. Maka ia pun berkata: “Sungguh harta kebunku ini telah menimbulkan fitnah bagi diriku”. Lalu kemudian ia mendatangi Rasulullah dan menceritakan apa yang menimpanya di kebunnya, lalu ia berkata: “Wahai Rasulullah,kebun itu aku sedekahkan karena Allah, salurkanlah ia ke mana pun engkau kehendaki”[21].
7.Kekhusyukan Abdullah bin Zubair radiallahu ‘anhu[22].
Beliau sangat mengagungkan salat, hatinya sangat khusyuk, sampai-sampai beliau tidak bergerak di dalam salatnya kecuali gerakan salat. Mujahid rahimahullah berkata tentangnya: “Abdullah bin Zubair jika salat maka ia seperti sebuah batang pohon (yang tidak bergerak)”[23].
8.Kekhusyukan Umar bin Abdul Aziz rahimahullahu[24].
Umar bin Abdul Aziz pada suatu malam di salat malamnya membaca surah al Lail, dan tatkala beliau sampai pada firman Allah:
فَاَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظّٰىۚ
Artinya: “Aku memperingatkanmu dengan neraka yang menyala-nyala”. QS. Al Lail: 14.
Beliau menangis, hingga tak sanggup melewatinya dua sampai tiga kali, setelah itu beliau membaca surah yang lain[25].
Muqatil bin Hayyan berkata: “Saya pernah salat di belakang Umar bin Abdul Aziz, kemudian beliau membaca ayat:
وَقِفُوْهُمْ اِنَّهُمْ مَّسْـُٔوْلُوْنَ ۙ
Artinya: “Tahanlah mereka (di tempat perhentian). Sesungguhnya mereka akan ditanya (tentang keyakinan dan perilaku mereka).” QS. As Saffat: 24.
Beliau mengulang-ulanginya hingga tak mampu melewatinya (yaitu karena tangisannya)”[26].
9.Kekhusyukan Tsabit al Bunani rahimahullahu[27].
Hammad bin Salamah berkata: “Tatkala Tsabit al Bunani membaca firman Allah (pada salat malamnya):
اَكَفَرْتَ بِالَّذِيْ خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ سَوّٰىكَ رَجُلًاۗ
Artinya: “Apakah engkau ingkar kepada (Tuhan) yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan engkau seorang laki-laki yang sempurna?”. QS. Al Kahfi: 37.
beliau menangis dan mengulanginya berkali-kali”[28].
Suatu ketika Tsabit al Bunani menderita sakit mata, lalu Dokter berkata kepadanya: “Aku akan menjamin matamu sembuh dengan satu syarat”. Ia bertanya: “Apa syaratnya?”, Dokter menjawab: Janganlah engkau menangis!’. Maka Tsabit berkata: “Lantas apa kebaikan pada mata yang tidak menangis?”[29].
10.Kekhusyukan Sa’id bin Jubair rahimahullahu[30].
Sa’id bin Jubair sering mengulang-ulangi ayat al Quran pada salat-salat malamnya, Yahya bin Abdurrahman berkata: “Saya pernah mendengar Jubair mengulang-ulangi ayat:
وَامْتَازُوا الْيَوْمَ اَيُّهَا الْمُجْرِمُوْنَ
Artinya: “(Dikatakan kepada orang-orang kafir,) “Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wahai para pendurhaka!”. QS. Yasin: 59. Sampai menjelang pagi[31].
Pada satu malam beliau salat tahajjud dan membaca ayat:
وَاتَّقُوْا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ اِلَى اللّٰهِ ۗ
Artinya: “Waspadalah terhadap suatu hari (kiamat) yang padanya kamu semua dikembalikan kepada Allah”. QS. AL Baqarah: 281.
Beliau mengulanginya sebanyak kurang lebih 20 kali, dan beliau juga pernah mengulangi ketika mengimami salat tarawih ayat:
فَسَوْفَ يَعْلَمُوْنَۙ اِذِ الْاَغْلٰلُ فِيْٓ اَعْنَاقِهِمْ وَالسَّلٰسِلُۗ يُسْحَبُوْنَۙ
Artinya: “Kelak mereka akan mengetahui. ketika belenggu dan rantai (dipasang) di leher mereka, seraya mereka diseret”. QS.Gafir: 70-71. Beliau mengulanginya berkali-kali.
Beliau juga pernah mengulang-ulangi ayat:
يٰٓاَيُّهَا الْاِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيْمِۙ
Artinya: “Wahai manusia, apakah yang telah memperdayakanmu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Mahamulia”. QS. Al Infitar: 6[32].
11.Kekhusyukan al Hasan bin Saleh rahimahullahu[33].
Abu Sulaiman ad Daraaniy berkata: “ Saya belum pernah melihat pada diri seseorang rasa takut (kepada Allah) dan kekhusyukan nampak pada wajahnya keculai pada diri al Hasan bin Saleh, beliau suatu ketika pada salat malam membaca firman Allah:
عَمَّ يَتَسَاۤءَلُوْنَۚ
Artinya: “Tentang apakah mereka saling bertanya?”. QS, An Naba’: 1. Beliau pun tak sanggup menyelesaikannya sampai masuk waktu subuh[34].
12.Kekhusyukan Muhammad bin al Munkadir rahimahullahu.[35]
Yahya bin Fudhail berkata: “Saya mendengar dari sebagian orang yang pernah menceritakan tentang Muhammad bin al Munkadir bahwa pada suatu malam tatkala beliau salat malam, tiba-tiba beliau menangis tersedu-sedu, hingga tangisanya semakin menjadi-jadi sampai keluarganya panik dan khawatir. Mereka bertanya kepadanya: “Apa yang membuatmu menangis?”, namun beliau tidak mampu menjawab, lidahnya seakan kelu karena beratnya perasaan yang ia rasakan, dan ia terus menangis. Maka keluarganya mengutus seseorang untuk memanggil Abu Hazim dan menceritakan keadaannya. Ketika Abu Hazim datang, ia mendapati Muhammad bin al Munkadir masih menangis, maka ia bertanya kepadanya: “Wahai saudaraku, apa yang membuatmu menangis? Engkau telah membuat keluargamu cemas”. Muhammad bin al Munkadir menjawab: “Ada satu ayat dari Al Quran yang pernah aku baca”. Abu Hazim bertanya: “Ayat apakah itu?”. Beliau menjawan: “Yaitu firman Allah:
وَبَدَا لَهُمْ مِّنَ اللّٰهِ مَا لَمْ يَكُوْنُوْا يَحْتَسِبُوْنَ
Artinya: “Tampak jelaslah bagi mereka (azab) dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan”. QS. Az Zumar: 47.
Mendengar itu, Abu Hazim pun ikut menangis dan keduanya menangis dengan tangisan yang lama dan mendalam. Sebagian keluarga beliau kemudian berkata kepada Abu Hazim: “Kami memanggilmu agar engkau bisa menenangkan beliau, tapi justru engkau menambah tangisannya”[36].
13.Kekhusyukan Rabi’ bin Khutsaim rahimahullahu[37].
Abdurrahman bin Ajlan menceritakan bahwa: “Suatu hari saya menginap di rumah Rabi’ bin Khutsaim, dan pada malam hari beliau melaksanakan salat malam, lalu beliau melewati ayat ini:
اَمْ حَسِبَ الَّذِيْنَ اجْتَرَحُوا السَّيِّاٰتِ اَنْ نَّجْعَلَهُمْ كَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ سَوَاۤءً مَّحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ ۗسَاۤءَ مَا يَحْكُمُوْنَ ࣖࣖ
Artinya: “Apakah orang-orang yang melakukan keburukan itu mengira bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama kehidupan dan kematian mereka? Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu”. QS. Al Jasiyah: 21.
Beliau terus mengulangi ayat tersebut sampai menjelang pagi, tidak berpindah darinya karena tangisannya”[38].
14.Kekhusyukan Muhammad bin Ka’ab al Quradzi rahimahullahu[39].
Beliau pernah berkata: “Sesungguhnya saya lebih suka membaca pada suatu malam hingga pagi hanya surah al zalzalah dan al Qari’ah, tidak menambah atas keduanya, saya mentadabburinya, ketimbang saya membaca seluruh al Quran dengan cepat atau membacanya seperti menabur kata-kata (tanpa mentadabburinya”[40].
15.Kekhusyukan Harun bin Riab al Usayyidi rahimahullahu[41].
Beliau terbiasa bangun untuk salat tahajjud, terkadang ia mengulangi ayat ini sambil menangis sampai pagi, yaitu firman Allah:
فَقَالُوْا يٰلَيْتَنَا نُرَدُّ وَلَا نُكَذِّبَ بِاٰيٰتِ رَبِّنَا وَنَكُوْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
Artinya: “Mereka berkata, “Seandainya kami dikembalikan (ke dunia), tentu kami tidak akan mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, dan kami menjadi orang-orang mukmin.” QS. Al An’am: 27[42].
16.Kekhusyukan Fudhail bin Iyadh rahimahullahu[43].
Muhammad bin Najiyah berkata: “Saya pernah salat di belakang Fudhail dan beliau membaca surah al Haqqah pada salat subuh, dan tatkala sampai pada firman Allah:
خُذُوْهُ فَغُلُّوْهُۙ
Artinya: “(Allah berfirman,) “Tangkap dia lalu belenggu tangannya ke lehernya”. QS. Al Haqqah: 30. Tangisan menguasainya”[44].
Bacaan al Quran beliau termasuk bacaan yang sedih lambat dan penuh dengan tadabbur, seakan-akan ia berbicara dengan seseorang, dan ketika ia melewati ayat yang menyebutkan Surga beliau mengulangi-ulanginya[45].
17.Kekhusyukan Sulaiman at Taimi rahimahullahu[46].
Ma’mar Muadzin Sulaiman at Taimi menceritakan: “Suatu ketika Sulaiman at Taimi salat di sampingku setelah salat isya dan saya mendengarnya ia membaca:
تَبٰرَكَ الَّذِيْ بِيَدِهِ الْمُلْكُۖ
Artinya: “Mahaberkah Zat yang menguasai (segala) kerajaan”. QS. Al Mulk: 1.
Ma’mar berkata: Dan ketika ia sampai pada ayat:
فَلَمَّا رَاَوْهُ زُلْفَةً سِيْۤـَٔتْ وُجُوْهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا
Artinya: “Ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat) sudah dekat, wajah orang-orang kafir itu menjadi muram”. QS. Al Mulk: 27.
Beliau (Sulaiman at Taimi) mengulang-ulanginya sampai mesjid menjadi kosong (jamaah pulang), Ma’mar berkata: “Saya pun keluar dari Mesjid dan meninggalkannya sendiri, dan tatkala saya datang kembali ke mesjid untuk adzan subuh, saya melihatnya masih pada tempatnya (semalam), saya mendengarnya belum melalui ayat yang ia ulang-ulangi semalam, yaitu firman Allah:
فَلَمَّا رَاَوْهُ زُلْفَةً سِيْۤـَٔتْ وُجُوْهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا
Artinya: “Ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat) sudah dekat, wajah orang-orang kafir itu menjadi muram”. QS. Al Mulk: 27[47].
18.Kekhusyukan ‘Amir bin Abdi Qois rahimahullahu[48].
Beliau pernah ditanya: “Apakah engkau berbicara tentang sesuatu dengan dirimu dalam salat?” Beliau menjawab: “Adakah sesuatu yang lebih aku cintai daripada salat sehingga aku harus berbicara dengan diriku sendiri di dalamnya (salat)”. Orang-orang yang hadir berkata: “Justru kami sering berbicara dengan diri kami pada saat salat”, Amir bertanya: “Apakah tentang surga atau bidadarinya yang engkau bicarakan itu?”, mereka menjawab: “Bukan, melainkan tentang keluarga dan harta kami”, Amir berkata: “Sungguh lebih aku sukai jika tombak-tombak bersilang di tubuhku dari pada aku harus berbicara dengan diriku sendiri tentang selain Allah di dalam salatku”[49].
19.Kekhusyukan Ibrahim at Taimi rahimahullahu[50].
Ibrahim at Taimi jika beliau sujud maka burung-burung pipit berdatangan hinggap di pundak beliau yang menyerupai tembok bersandar[51] [52].
20.Kekhusyukan ‘Atha bin Abi Rabah rahimahullahu[53].
Ketika ‘Atha bin Abi Rabah sudah menginjak usia tua beliau biasa salat dengan membaca 200 ayat dari surah al Baqarah dan beliau tetap dalam keadaan berdiri tegak tidak bergerak sama sekali[54].
- Perkataan Makhlad bin al Husain sebagaimana disebutkan dalam kitab Hilyatu al Auliya (8/266), Sifat As Sofwah (2/410). ↑
- .Muslim (1/203) No.223. ↑
- .Tirmidzi (1/10) No.4, Berkata Syekh Albani: “Sahih ligairihi”. ↑
- .Lihat: Majmu Fatawa Syaikhul Islam ibnu Taimiyah (10/220). ↑
- .Bait Syair Ibnu Al Jauzi sebagaimana dalam kitab Al Mudhisy (1/514), dan disebutkan tanpa penisbatan dalam kitab Lataaif Al Maarif Karya Ibnu Rajab (1/46). ↑
- .Bukhari (1/136) No.679, Muslim (1/313) No.418. ↑
- .Lafaz ini diriwayatkan oleh Bukhari (1/137) No.682, dan Muslim (1/313) No.94, 418 dengan lafaz: “Sesungguhnya Abu Bakar adalah orang yang sangat lembut hatinya, jika ia membaca Al Quran ia tidak dapat menahan tangis”. ↑
- .Lafaz ini diriwayatkan oleh Bukhari (1/144) No.713, dan Muslim (1/313) No. 418 dan lafaz tersebut adalah lafaz beliau, Adapun lafaz Bukhari: “Kapan saja ia menempati tempatmu (dalam salat) ia tidak bisa memperdengarkan manusia bacaannya”. ↑
- .Fathul Baary (2/153). ↑
- .Bukhari meriwayatkan secara muallaq (1/144), dan juga diriwayatkan secara maushul masing-masing oleh Abdurrazzaq (2/114), Abu Bakar bin Abi Syaibah dalam Musannaf (1/355) (14/7), melalui jalur Sufyan bin Uainah, dari Ismail bin Muhammad bin Saad, ia mendengar Abdullah bin Syaddad al Hadi berkata: “Aku mendengar isak tangis Umar bin Khattab sementara aku berada di akhir saff”. Kemudian ia mengomentarinya dan berkata: Sanadnya Sahih. ↑
- . Ibnu Abi Dunya dalam kitab arriqqah wa albuka Hal. 275 No.418, Al Baihaqy dalam kitab Syuab alIman (3/415) No. 1897 melalui jalur Abdurrahman bin Mahdi, dari Sufyan, dari Amasy, dari Ibrahim, dari Abu Mamar. Ibnu Katsir berkata dalam Musnad al Faruq (2/556): “Sanadnya sahih dan bersambung”. ↑
- .Lihat: Hilyatul Auliya (1/305), Sifat ash Shofwah (1/220), Mukhtasar Qiyamullail karya Al Marwazi Hal. 143. ↑
- . Mukhtasar Qiyamullail karya Al Marwazi Hal. 143. ↑
- . Tamim ad Daariy adalah sahabat yang mengabarkan kepada Nabi Hadis tentang Jassasah, maka Nabi pun meriwayatkannya dari beliau, lalu mengabarkan kepada para sahabatnya, sebagaimana diriwayatkan secara lengkap oleh imam Muslim. Lihat: Syarah Imam Nawawi terhadap sahih Muslim (18/81). Dan ini merupakan di antara keutamaan Tamiim; sebab Rasulullah meriwayatkan darinya kisah tersebut. Dari kisah ini terdapat Pelajaran, di antaranya: Bolehnya periwayatan seseorang yang lebih mulia daripada yang mulia, periwayatan seorang pemimpin dari yang dipimpin, dan diterimanya Khabar Ahad. ↑
- . Mukhtasar Qiyamullail karya Al Marwazi Hal. 65. ↑
- . Mukhtasar Qiyamullail Hal. 148. ↑
- . Saad bin Muadz adalah seorang sahabat yang Ketika beliau wafat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata di hadapan para sahabat yang lainnya: “Arsy Allah bergetar karena kematian Saad”. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari (5/35) No. 3803, Muslim (4/1915) No.2466 dari hadis Jabir radiallahu anhuma. ↑
- .Ibnu Abdil Bar dalam bukunya Al Istiaab (2/605), Lihat juga: Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (22/605). ↑
- .Abu Tolhah, nama beliau adalah Zaid bin sahl al Aswad, suami ibu Anas bin Malik, beliau termasuk yang hadir dalam perang Badr dan seluruh peperangan (di zaman Nabi), beliau termasuk panglima kuda Nabi, beliau wafat di Medinah tahun 34 H dan beliau disolatkan oleh Usman bin Affan, beliau wafat pada umur 70 tahun. Lihat: Masyaahir Ulama Al Amsaar Hal.34. ↑
- . Ad Dubsi adalah seekor burung yang menyerupai burung yamamah, sebagian menganggap bahwa justru ia adalah burung yamamah. Dinamakan Ad Dubsi sebagai penyandaran terhadap dubsi an nakhiil (Burung pipit kurma). Lihat: Tahzib Lugah (3/926), Lisan Arab (6/76). ↑
- . Muwatta Imam Malik (2/135) No. 326. ↑
- . Beliau adalah Abdullah bin Zubair bin Awwam bin Khuwailid al Asady al Qurasyi, Kuniyahnya Abu Bakar atau Abu Khubaib, salah seorang pemimpin dan penguasa quraisy di zamannya, dan beliau adalah anak islam pertama yang lahir di Medinah setelah hijrah. Beliau meriwayatkan dari Nabi, bapaknya dan juga kakeknya Abu Bakar Ash Shiddiq, serta tantenya Aisyah, dan juga Umar, Usman dan Ali. Beliau termasuk di antara ahli tafsir dari kalangan sahabat,wafat pada tahun 73 H. Lihat: Siyar Alam Nubala (3/363). ↑
- . Ibnu Abi Syaibah (2/125), Al Baihaqi dalam Al Kubra (2/398) dengan sanad yang sahih. ↑
- . Beliau adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin al Hakam al Umawy al Qurasyi, Kuniahnya Abu Hafs, Amirul Mukminin, Sebagian ulama mengatakan beliau seakan-akan khalifah yang kelima karena kemiripan sifap terhadap keempat khulafa rasyidin, Anas bin Malik berkata: “Aku belum pernah melihat salat yang lebih mirip dengan salat Rasulullah kecuali salat pemuda ini (Umar bin Abdul Aziz), wafat pada tahun 101 H. Lihat: Siyar Alam Nubala (5/114). ↑
- . Manaqib Umar bin Abdul Aziz Karya Ibnul Jauzi Hal. 217. ↑
- . Manaqib Umar bin Abdul Aziz Karya Ibnul Jauzi Hal. 217. ↑
- . Beliau adalah Tsabit bin Aslam al Bunani, Kuniahnya Abu Muhammad, beliau mulazamah kepada Anas bin Malik selama 40 tahun, beliau merupakan salah seorang ahli ibadah dari Basrah dan sosok penyabar serta paling banyak salatnya siang dan malam, dan beliau termasuk orang yang sangat berhati-hati wara, wafat pada tahun 127 H. Lihat: Masyahir Ulama Amsar Hal. 145. ↑
- . Tabaqat al Kubra karya Ibnu Saad (7/147), Syuabul Iman (3/417). ↑
- . Lihat: Mukhtasar Qiyamullail karya al Marwazi Hal. 146, Hilyatu al Auliya karya Abu Nuaim (2/323), Sifat as Sofwah (2/155). ↑
- . Beliau adalah Said bin Jubair bin Hisyam, kuniahnya Abu Abdillah, Ahli ibadah serta salah seorang ulama dari kalangan tabiin, beliau menimba ilmu dari tangan Abdullah bin Abbas dan Ibnu Umar, beliau dibunuh oleh al Hajjaj bin Yusuf pada tahun 95 H, Imam Ahmad berkata: “al Hajjaj telah membunuh Said dan tidak ada yang hidup di muka bumi ini kecuali mereka butuh dengan ilmu beliau (Said)”. Lihat: Masyahaair Ulama al Amshar Hal.134. ↑
- .Lihat: Sifat as Sofwah (2/45). ↑
- . Lihat: Hilyatul Auliya (4/272), Sifat As Sofwah (2/44). ↑
- . Beliau adalah al Hasan bin Saleh bin Saleh bin Hayyi, Kuniahnya Abu Abdillah al Kuufi al Abid, salah seorang senior dari kalangan tabi tabiin, Tsiqoh, Fakih dan seorang ahli ibadah, beliau itqon dan termasuk orang-orang yang memiliki keutamaan dalam agama, wafat pada tahun 169 H. Lihat: Siyar Alam Nubala (7/361). ↑
- . Lihat: Hilyatul Auliya (7/328). ↑
- . Beliau adalah Muhammad bin al Munkadir bin Abdillah al Qurasyi, Kuniahnya Abu Abdillah, salah seorang pemuka Quraiys dan di antara ahli ibadah kota Medinah serta Qari dari kalangan tabiin, unggul dengan kekuatan hafalannya, wafat pada tahun 130 H. Lihat: Masyahir Ulama Amshar Hal. 107. ↑
- . Lihat: Sifat As Sofwah (1/378 – 379). ↑
- . Beliau adalah Rabi bin Khutsaim at Tsauri at Tamimi, Kuniahnya Abu Yazid, salah seorang ahli ibadah dan zuhudnya kota Kufa yang senantiasa menjaga sifat wara dan ibadahnya, beliau mulazamah kepada Ibnu Masud dan mengambil banyak ilmu darinya. Ad Dzahabi berkata tentang beliau: “Seorang ulama yang menjadi hujjah, penuh wara, tekun beribadah dan memiliki sifat rabbani”, wafat pada tahun 63 H. Lihat: Masyahir Ulama Amshar Hal. 160. ↑
- .Lihat: Hilyatul Auliya (2/112). ↑
- . Beliau adalah Muhammad bin Kaab bin Salim al Quradzi, Kuniahnya Abu Abdillah atau Abu Hamzah, salah seorang Tabiin asal medinah, beliau di antara orang-orang yang memiliki keutamaan dari penduduk medinah baik dari sisi keilmuan dan fikih. Ibnu Saad berkata tentangnya: “Beliau Tsiqoh, paham tentang banyak hadis dan wara”, wafat pada tahun 120 H. Lihat: Siyar Alam Nubala (5/65). ↑
- .Ibnu al Mubarak dalam kitab Zuhd (1/97), dan melalui jalurnya Abu Nuaim meriwayatkannya dalam kitabnya al Hiyah (3/214). Lihat: Sifat as Sofwah (1/375). Dan maksud dari kata “ahudzdzu” artinya membaca dengan cepat. ↑
- .Beliau adalah Harun bin Riab at Tamimi al Usayyidi, Kuniahnya Abu Bakar al Bashri, salah seorang ahli ibadah dan zuhud di kota Bashrah, terkenal dengan kezuhudannya, ia mengenakan pakaian wol untuk menutupi badannya. Abu Daud berkata: “Dikatakan bahwa beliau adalah orang mulia di kota Basrah”, wafat pada tahun 121 H. Lihat: Masyair Ulama Amshar Hal.158, Tarikh Islam (3/543). ↑
- .Disebutkan oleh al Marwazi dalam kitabnya Mukhtasar Qiyam al Lail Hal.148. ↑
- .Beliau adalah Fudhail bin Iyadh bin Masud at Tamimi, Kuniahnya Abu Ali, Pengajar Mesjidil Haram, seorang imam dan panutan, ahli zuhud yang terkenal sebagai salah seorang tokoh islam. Ibnu Mubarak berkata tentangnya: “Tidak ada yang lebih utama di atas permukaan bumi ini melainkan Fudhail bin Iyadh”. Beliau merupakan imam besar yang Rabbani, banyak yang mengambil ilmu darinya salah satu di antaranya adalah Imam Syafii, wafat di kota Mekkah pada tahun 187 H. Lihat: Hilyatul Auliya (8/74). ↑
- . Disebutkan oleh adz Dzahabi dalam kitabnya Siyar Alam Nubala (8/444). ↑
- . Lihat: Hilyatul Auliya (8/86), Sifat as Sofwah (1/428), Siyar Alam Nubala (8/428). ↑
- . Beliau adalah Sulaiman bin Tarkhan, kuniahnya Abu Mutamir, salah seorang ahli ibadah dan zuhud yang saleh di kota Basrah, tsiqah, mutqin terhadap hafalannya, beliau termasuk salah satu ulama yang menjaga hadis-hadis nabi dari orang-orang yang ingin memalsukannya, wafat di Basrah pada tahun 143 H. Lihat: Masyahir Ulama Amshar Hal.151. ↑
- . Disebutkan oleh Abu Nuaim dalam kitabnya al Hilyah (3/29), dan ibnu Jauzi dalam kitabnya sifat as Sofwah (2/177). ↑
- . Beliau adalah Amir bin Abdi Qois at Tamimi al Anbari al Basri, salah seorang ahli zuhud, kuniahnya Abu Abdillah atau Abu Amr, ahli ibadah di zamannya. Beliau meriwayatkan dari: Umar dan Salman al Farisi. Ahmad al Ajli berkata tentangnya: “Dia adalah sosok yang tsiqoh dan di antara ahli ibadah terkemuka dari kalangan tabiin, ia pernah dilihat oleh Kaab al Ahbar lalu ia (Kaab) berkata: “Beliau adalah ahli ibadahnya umat ini”, wafat pada tahun 61 H. Lihat: Tarikh Islam (2/652). ↑
- . Disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Majmu Fatawa (22/605), dan juga dalam kitab Fatawa Kubra (2/222). ↑
- . Beliau adalah Ibrahim bin Yazid bin Syarik at Taimi, Kuniahnya Abu Asma al Kufi, dari kalangan tabiin junior, beliau mengambil ilmu dari Umar, Abu Dzar dan selainnya, seorang ahli ibadah serta penyabar atas kelaparan yang sering ia rasakan, wafat pada tahun 94 H dan usianya belum genap 40 tahun. Lihat: Siyar Alam Nubala (5/60). ↑
- . Jizmu Hait artinya adalah Pondasinya. Lihat: Tahdzib Lugah (11/14), An Nihayah fi Garibil Hadis (1/252). ↑
- 4. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Zuhd (4/212) dan Abu Nuaim dalam kitab al Hilyah (4/212). Lihat: Sifat as Sofwah (2/51), Siyar Alam Nubala (5/61). ↑
- .Beliau adalah Atha bin Abi Rabah al Fihri al Qurasyi, Kuniahnya Abu Muhammad, di antara pemuka tabiin, dan beliau yang terkemuka dari kalangan orang-orang yang menggabungkan antara fikih dan sifat wara, wafat di kota Mekkah pada tahun 114 H. Lihat: Masyahir Ulama Amshar Hal. 133. ↑
-
. Diriwayatkan Abu Nuaim dalam kitabnya Hilyatul Auliya (3/310). Lihat: Siyar Alam Nubala (5/87). ↑



