Asbābun Nuzūl: Pengertian, Pentingnya, dan Contohnya

Asbābun Nuzūl: Pengertian, Pentingnya, dan Contohnya
Al-Qur’an adalah kalāmullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagai petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia. Ia tidak hanya berfungsi sebagai kitab suci, tetapi juga sebagai pedoman hukum, sumber akhlak, dan landasan keilmuan Islam. Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an, para ulama menekankan pentingnya mengetahui latar belakang turunnya ayat, yang dikenal dengan istilah asbābun nuzūl.
Definisi Asbābun Nuzūl
Secara etimologis, asbābun nuzūl terdiri dari dua kata: asbāb (أسباب) yang berarti sebab-sebab, dan nuzūl (نزول) yang berarti turunnya sesuatu.
Adapun secara terminologis, para ulama memberikan beberapa definisi yang saling melengkapi. Menurut Al-Zarqānī dalam kitabnya Manahilul ‘irfan, ia mendefinisikan:
“سبب النزول هو ما نزلت الآية، أو الآيات متحدثةً عنه، أو مبينة لحكمه أيام وقوعه”
“Sebab turunnya ayat adalah peristiwa yang karenanya ayat atau beberapa ayat diturunkan untuk membicarakannya, atau untuk menjelaskan hukumnya pada waktu peristiwa itu terjadi.”
Sedangkan menurut al-Zarkashī (w. 794 H) dalam al-Burhān fī ‘Ulūm al-Qur’ān, asbābun nuzūl adalah:
“ما نزلت الآية أو الآيات أيام وقوعه بيانًا لحكمه حين وقعت”
Sesuatu peristiwa yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat sebagai penjelasan hukum yang berkaitan dengannya pada waktu itu terjadi.
Dari dua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa asbābun nuzūl adalah peristiwa tertentu, baik itu perbuatan atau pertanyaan yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat Al-Qur’an untuk memberikan penjelasan, hukum, atau bimbingan yang sesuai dengan situasi tersebut.
Pentingnya Mengetahui Asbābun Nuzūl
Mengetahui asbābun nuzūl memiliki peran penting dalam memahami Al-Qur’an secara benar dan mendalam. Beberapa manfaat dan urgensi ilmu ini antara lain:
Menjelaskan makna ayat secara tepat.
Banyak ayat Al-Qur’an yang memiliki konteks historis tertentu. Tanpa mengetahui sebab turunnya, seseorang bisa memahami ayat secara keliru. Misalnya, ayat tentang “tidak ada paksaan dalam agama” (QS. al-Baqarah: 256) akan lebih jelas maknanya jika diketahui bahwa ayat ini turun terkait kasus seorang sahabat yang ingin memaksa anaknya tetap dalam agama Yahudi.
Menentukan kekhususan dan keumuman hukum.
Kadang ayat turun untuk kasus tertentu, tetapi hukumnya bersifat umum, atau sebaliknya. Mengetahui asbābun nuzūl membantu mufasir menentukan apakah ayat tersebut berlaku khusus pada peristiwa tertentu atau berlaku umum bagi seluruh umat.
Menghindarkan kesalahpahaman.
Tanpa memahami konteks turunnya, seseorang bisa menafsirkan ayat dengan makna yang bertentangan dengan maksud sebenarnya. Misalnya, ayat “وَلَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى” (janganlah kamu mendekati salat sedang kamu dalam keadaan mabuk, QS. an-Nisā’: 43), jika dibaca terpisah tanpa sebab turunnya, bisa menimbulkan kesan bahwa mabuk boleh saja dilakukan di luar waktu salat. Padahal, ayat ini turun pada masa awal pengharaman khamr secara bertahap.
Menunjukkan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.
Dengan mengetahui asbābun nuzūl, kita dapat melihat bagaimana Allah merespons secara langsung kebutuhan dan pertanyaan umat melalui wahyu yang diturunkan kepada Rasul-Nya.
Namun para ulama menjelaskan bahwa ayat-ayat yang memiliki sebab khusus dalam turunnya (asbābun nuzūl) sebenarnya jumlahnya tidak banyak dibandingkan dengan keseluruhan ayat dalam Al-Qur’an. Hanya sebagian kecil ayat yang turun disebabkan oleh peristiwa tertentu, pertanyaan para sahabat, atau kejadian yang menuntut penjelasan hukum secara langsung dari Allah ﷻ.
Imam al-Zarkashī dalam al-Burhān fī ‘Ulūm al-Qur’ān menyatakan bahwa: “pengetahuan tentang sebab turunnya ayat membantu dalam memahami makna ayat, namun tidak setiap ayat memiliki sebab turunnya.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa asbābun nuzūl merupakan bagian penting dalam memahami konteks, tetapi tidak menjadi unsur yang selalu ada pada setiap ayat.
Demikian pula, Imam al-Suyūṭī dalam kitab al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’ān menegaskan bahwa:
“ليس كل آية لها سبب نزول، وإنما نزل القرآن ابتداءً لبيان الأحكام والهداية.”
“Tidak setiap ayat memiliki sebab turunnya; sesungguhnya Al-Qur’an sebagian besar diturunkan secara langsung sebagai penjelasan hukum dan petunjuk.”
Pernyataan ini memperjelas bahwa sebagian besar ayat Al-Qur’an turun tanpa sebab khusus, melainkan sebagai pedoman hidup yang bersifat umum, abadi, dan menyeluruh bagi seluruh umat manusia di berbagai zaman dan tempat. Ayat-ayat tersebut mencakup prinsip-prinsip keimanan, akhlak, keadilan sosial, dan ketentuan hukum yang berlaku universal.
Oleh karena itu, meskipun ilmu asbābun nuzūl berperan penting dalam menyingkap makna dan konteks historis ayat-ayat tertentu, makna Al-Qur’an tidak terbatas pada sebab atau peristiwa yang melatarbelakanginya. Pesan Al-Qur’an bersifat lintas waktu dan tempat, menjadi petunjuk bagi manusia hingga akhir zaman.
Sebagaimana dalam kaedah disebutkan:
“العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب.”
“Yang menjadi pegangan adalah keumuman lafaz ayat, bukan kekhususan sebab turunnya.”
Contoh-Contoh Asbābun Nuzūl
QS. al-Mujādilah: 1 – Tentang Khawlah binti Tha‘labah.
Ayat ini turun ketika seorang perempuan bernama Khawlah binti Tha‘labah datang kepada Nabi ﷺ mengadukan suaminya, Aus bin al-Ṣāmit, yang menziharnya (mengatakan “engkau bagiku seperti punggung ibuku”). Ia mengeluh karena menurut tradisi Arab, hal itu dianggap sebagai talak. Maka turunlah ayat:
“قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا”
(Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya…).
Ayat ini menunjukkan perhatian Allah terhadap keluhan seorang perempuan dan menjadi dasar hukum ẓihār dalam Islam.
QS. an-Nūr: 11 – Kisah Hadītsul Ifk (fitnah terhadap ‘Āisyah r.a.).
Ayat ini turun untuk membebaskan Ummul Mu’minīn ‘Āisyah r.a. dari tuduhan zina yang dihembuskan oleh kaum munafik. Allah menurunkan beberapa ayat yang menegaskan kesuciannya dan memperingatkan agar umat Islam tidak mudah menyebarkan fitnah.
QS. al-Baqarah: 222 – Tentang hukum haid.
Ayat ini turun ketika kaum Yahudi di Madinah memperlakukan perempuan yang sedang haid dengan berlebihan, bahkan menjauhi mereka sepenuhnya. Para sahabat bertanya kepada Nabi ﷺ, maka turunlah ayat:
“وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ”
Ayat ini mengajarkan sikap seimbang, yaitu tidak mendekati hubungan suami-istri, namun tetap berinteraksi secara manusiawi.
QS. al-Anfāl: 1 – Tentang harta rampasan perang.
Setelah perang Badar, para sahabat berselisih mengenai pembagian ghanīmah. Maka Allah menurunkan ayat ini untuk menjelaskan bahwa harta rampasan perang adalah milik Allah dan Rasul, serta dibagikan dengan adil menurut ketentuan syariat.
mu asbābun nuzūl merupakan salah satu cabang penting dalam ‘Ulūm al-Qur’ān yang berfungsi menjelaskan latar belakang turunnya ayat, membantu memahami makna yang sebenarnya, dan menjaga agar penafsiran tidak keluar dari konteksnya.
Mengetahui sebab turunnya ayat menjadikan seorang penafsir lebih berhati-hati dalam menetapkan hukum dan memahami makna yang dimaksud Allah. Namun demikian, tidak semua ayat memiliki sebab turunnya yang spesifik — sebagian turun tanpa peristiwa tertentu sebagai petunjuk dan prinsip umum.
Dengan memahami asbābun nuzūl, kita dapat melihat betapa dekatnya hubungan antara wahyu Allah dan realitas kehidupan manusia pada masa Nabi ﷺ, sekaligus menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk yang hidup, relevan, dan abadi bagi setiap generasi.



