Tarbawi

KISAH YANG MEMBUAT SYEKH AL-ALBANI MENANGIS

KISAH YANG MEMBUAT SYEKH AL-ALBANI MENANGIS

Syekh ‘Ishom Musa Hadi hafizhahullah, berkata:

Syekh Al-Albani rahimahullah pernah meminta kepadaku, ketika aku sedang menggarap (Kitab Ibnu Hibban) dan (Kitab Tarikh Ibnu Asakir), bahwa jika aku menemukan sesuatu yang bermanfaat, aku akan membacakannya kepadanya.

Ketika aku membaca biografi Abu Qilabah dalam kitab (Tsiqat Ibn Hibban) pada awal jilid kelima, dia menyebutkan di dalamnya sebuah kisah yang menakjubkan tentang kesabarannya.

Ketika aku membacakannya kepadanya, hampir saja aku tidak menyelesaikan kata-kataku dan mengangkat kepala, kecuali guru kami mulai menangis dan tangisannya telah menguasainya hingga suaranya semakin terdengar. Kemudian ia berdiri dan masuk ke kamarnya. Setelah beberapa menit, ia kembali, menyapa saya dengan suara terisak-isak, lalu duduk dan melanjutkan pekerjaan.

Untuk berbagi manfaat, saya akan menyebutkan kisah ini:

Ibnu Hibban berkata (5/3): “Dari Abdullah bin Muhammad, dia berkata: Aku pergi ke pantai untuk berjaga, dan penjagaan kami pada hari itu adalah kota ‘Arisy (Mesir). Dia berkata: Ketika aku sampai di pantai, Aku melihat sebuah lembah, dan di lembah itu ada sebuah tenda, di dalamnya ada seorang laki-laki yang telah hilang tangan dan kakinya, pendengaran dan penglihatannya lemah, dan dia tidak mempunyai anggota tubuh yang bermanfaat baginya kecuali lisannya, dan dia berkata: “ya Allah, ilhamilah aku untuk memuji-Mu dengan pujian yang akan mencukupi rasa syukur atas nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku, dan Engkau telah melebihkanku atas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan, dengan nikmat yang sempurna).

Al-Auza’i berkata: Abdullah berkata: Aku berkata: Demi Allah, aku akan mendatangi orang ini dan bertanya kepadanya bagaimana ia mendapatkan perkataan ini. Apakah pemahaman, ilmu, atau ilham yang diberikan kepadanya?  Lalu aku menemui laki-laki itu dan memberi salam padanya. Aku berkata: Aku mendengar anda berkata: “ya Allah, ilhamilah aku untuk memuji-Mu dengan pujian yang akan mencukupi rasa syukur atas nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku, dan Engkau telah melebihkanku atas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan, dengan nikmat yang sempurna)”. Maka, nikmat manakah dari nikmat-nikmat Allah yang dengannya anda memuji-Nya?dan kelebihan apakah  berkat atasmu, apakah kamu memuji-Nya? Keutamaan apakah yang telah Allah berikan kepadamu sehingga kamu bersyukur kepada-Nya?

Baca Juga  Nilai-nilai Tarbawiyah dalam Nama al-'Aliim al-Khabiir

Dia berkata: Apa yang kamu lihat dari apa yang telah dilakukan Tuhanku?! Demi Allah, seandainya Dia menurunkan api dari langit kepadaku, lalu membakarku, dan memerintahkan gunung-gunung untuk membinasakanku, dan memerintahkan lautan untuk menenggelamkanku, dan memerintahkan bumi untuk menelanku, niscaya aku akan lebih banyak bersyukur kepada Tuhanku atas karunia yang telah diberikan-Nya kepadaku berupa lisanku ini. Akan tetapi, wahai hamba Allah, jika engkau datang kepadaku, aku ada suatu keperluan denganmu, lihatlah aku dalam keadaan apa pun aku berada. Aku tidak dapat memberi manfaat atau mudharat terhadap diriku sendiri, aku punya seorang anak laki-laki yang selalu menjagaku saat tiba waktu sholat, dia membantuku untuk berwudhu, saat aku lapar, dia akan memberiku makan dan saat aku haus, dia akan memberiku minum. Aku sudah kehilangan dia selama tiga hari, jadi bantulah aku untuk menemukannya, semoga Allah merahmati anda.

Aku berkata: Demi Allah, tidak ada satu makhluk pun yang berjalan untuk memenuhi kebutuhan makhluk lainnya dan mendapat pahala yang lebih besar dari Allah daripada orang yang berjalan untuk memenuhi kebutuhan seperti kebutuhanmu. Maka aku pun melanjutkan perjalanan mencari anak laki-laki itu.

Aku belum jauh melangkah, sampai aku berada di antara bukit pasir, dan tiba-tiba aku melihat anak laki-laki itu, dan seekor binatang buas telah melahapnya dan memakan dagingnya. Aku mengucapkan doa istirja’ (innaalillaahi…) dan berkata: Bagaimana aku bisa dengan wajah lembut mendatangi pria itu? sementara aku berjalan mendekatinya, ingatan tentang Nabi Ayub alaihissalam muncul terintas dipikiranku.

Ketika aku datang kepadanya, aku mengucapkan salam, dan dia pun membalas salamku. Dia berkata: Bukankah kamu temanku?

Aku mejawab: Ya,

Baca Juga  Sifat-sifat Hamba Ar-Rahman (Sifat Kelima)

Dia berkata: Apa yang telah kamu lakukan terhadap kebutuhanku?

Aku bertanya: Apakah kamu lebih mulia di mata Allah atau Nabi Ayub?

Dia berkata: Tentunya Nabi Ayub.

Aku bertanya: Tahukah kamu apa yang dilakukan Tuhannya kepadanya? Bukankah Dia mengujinya dengan hartanya, keluarganya dan anak-anaknya?

Dia menjawab: Ya.

Aku bertanya: Bagaimanakah Rabbnya mendapatinya?

Dia berkata: Dia mendapatinya bersabar, bersyukur dan memuji-Nya.

Aku berkata: Bukankah itu cukup membuatnya merasa kesepian di antara sanak saudara dan orang-orang yang dicintainya?

Dia menjawab: Ya.

Aku bertanya: Bagaimana Tuhannya menemukannya?

Ia berkata: Dia menemukannya bersabar, bersyukur, dan memuji-Nya.

Aku berkata: hal itu belum cukup darinya hingga ia menjadi objek olok-olokan untuk orang-orang yang lewat. Apakah kamu mengetahui itu?

Ia menjawab: Ya.

Aku bertanya: Bagaimana Tuhannya menemukannya?

Dia berkata: bersabar, bersyukur, dan memuji-Nya, singkat saja (segera sampaikan kepadaku)- semoga Allah merahmatimu.

Saya berkata kepadanya: Anak laki-laki yang anda memintaku untuk mencarinya, saya menemukannya di antara bukit pasir, dan seekor binatang buas telah melahapnya dan memakannya. Semoga Allah menambah pahalamu dan memberimu kesabaran.

Maka orang yang tertimpa musibah itu berkata: “Segala puji bagi Allah, yang tidak menciptakan dari keturunanku seseorang yang durhaka kepada-Nya, lalu Dia menyiksanya dengan api neraka.”

Kemudian orang itu mengucapkan istirja’ dan dia tersentak dan meninggal dunia.

Aku berkata: “Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali”.

Sungguh besar malapetaka yang menimpaku. Jika aku meninggalkan orang seperti ini, binatang buas akan memakannya, dan jika aku tetap duduk di sini, aku tidak akan dapat berbuat apa-apa. Maka aku menyelimutinya dengan kain jubah yang ada padanya dan duduk di dekat kepalanya sambil menangis.

Ketika saya sedang duduk, empat pria menyerobot masuk.

Mereka bertanya: Wahai hamba Allah, bagaimana keadaanmu dan bagaimana kisahmu? akupun menceritakan kisahku dan kisahnya kepada mereka,

Mereka berkata kepadaku: Tunjukkanlah wajahnya kepada kami, agar kami dapat mengenalinya.

Baca Juga  Pengaruh Dossa (Bag. 1)

Maka aku menyingkap mukanya, lalu orang-orang mengerumuninya, sambil mencium kedua matanya sekali, dan mencium tangannyay sekali.

Dan mereka berkata, “Semoga ayahku menjadi tebusan, mata inilah yang telah lama tertundukkan dari larangan-larangan Allah, dan tubuhnya ini telah lama bersujud sementara manusia lainnya sedang tertidur.”

Aku berkata: Siapakah dia, semoga Allah merahmati kalian?

Mereka berkata: Ini adalah Abu Qilabah al-Jarmi, sahabat Ibnu Abbas. Dia sangat mencintai Allah dan Rasulullah saw. Maka kami memandikannya dan menkafaninya dengan kain yang kami miliki. kami menyalati dan menguburkannya.

Kemudian orang-orang itu pergi dan aku kembali ke tempat berjaga.

Ketika malam telah tiba, aku menyandarkan kepalaku, lalu aku bermimpi bertemu dengannya di sebuah taman dari taman-taman surga, dia mengenakan dua helai pakaian surga, dan dia melantunkan ayat: 

{سَلَـٰمٌ عَلَیۡكُم بِمَا صَبَرۡتُمۡۚ فَنِعۡمَ عُقۡبَى ٱلدَّارِ}

“Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepadamu atas kesabaran yang telah kamu lalui. Dan inilah sebaik-baik tempat kembali”. [Surat Ar-Ra’d: 24]

Aku berkata: Bukankah kamu temanku?

Ia menjawab; iya.

Aku bertanya: bagaimana kamu mendapatkan ini?

Ia menjawab: “di sisi Allah ada derajat-derajat yang tidak dapat diraih kecuali dengan kesabaran ketika tertimpa musibah, rasa syukur ketika di waktu lapang, dan rasa takut kepada Allah SWT, baik secara diam-diam maupun terang-terangan.”

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjadikan sabar dan syukur dalam kehidupan kita, sebagai wujud keimanan, Rasulullah ﷺ bersabda:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Perkara seorang mukmin sangat mengagumkan. Segala apa yang terjadi, itu yang terbaik untuknya. Dan hal itu tidak akan pernah didapatkan oleh seorangpun kecuali pada diri seorang mukmin. Bilamana ia mendapatkan kenikmatan, senantiasa ia bersyukur, dan itu baik untuknya. Bilamana ia tertimpa musibah, senantiasa ia bersabar dan itu juga baik untuknya.” (H.R. Muslim; 5318).

Imran Bukhari Ibrahim, Lc., M.H.

Mahasiswa S3 King Saud University, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Dirasat Islamiyah, Prodi Fiqih dan Ushul Fiqih

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?