Mimbar Jumat

Khutbah Jumat: Wafatnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam 

Khutbah Jumat

Wafatnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ،

وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،

مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ،

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا، وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً، وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ، إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.

أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ ﷺ، وَشَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.

وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.

Jama’ah jumat rahimakumullah

Wahai manusia, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim. Karena kematian itu datang secara tiba-tiba, dan kuburan adalah kotak amalan. Semua makhluk pasti mati, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ

“Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) akan mati, dan sesungguhnya mereka pun akan mati pula.”

Dan firman-Nya:

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa.”

Manusia berbeda-beda; ada yang jika ia mati tidak meninggalkan bekas apa-apa di belakangnya, dan tidak ada orang yang merasa kehilangan dirinya. Lebih buruk dari itu adalah orang yang jika ia mati, maka manusia dan negeri merasa lega darinya.

Ada pula orang yang jika ia mati, maka manusia merasa kehilangan, hati-hati berduka dengan kepergiannya, dan agama Islam berkabung, memiliki lubang besar yang sulit ditutup. Lubang itu besarnya sesuai dengan manfaat yang ia berikan bagi umat.

Musibah terbesar yang menimpa umat ini adalah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Mājah dalam Sunan-nya dari hadis ‘Āisyah رضي الله عنها, Nabi ﷺ bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ: أَيُّمَا أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ أَوْ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أُصِيبَ بِمُصِيبَةٍ فَلْيَتَعَزَّ بِمُصِيبَتِهِ بِي عَنِ الْمُصِيبَةِ الَّتِي تُصِيبُهُ بِغَيْرِي، فَإِنَّ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِي لَنْ يُصَابَ بِمُصِيبَةٍ بَعْدِي أَشَدَّ عَلَيْهِ مِنْ مُصِيبَتِي.

“Wahai manusia, siapa saja dari manusia atau kaum mukminin yang tertimpa musibah, maka hendaklah ia menghibur dirinya dengan musibahnya, karena musibah wafatku lebih besar dibandingkan musibah selainnya. Karena tidak ada seorang pun dari umatku yang ditimpa musibah setelahku yang lebih berat baginya daripada musibah karena wafatku.”

Al-Qurthubī berkata: “Dan benar Rasulullah ﷺ; karena musibah wafatnya beliau lebih besar daripada semua musibah yang menimpa seorang muslim setelahnya sampai hari kiamat. Wahyu terputus, kenabian berakhir, tampaklah permulaan keburukan dengan kemurtadan orang-orang Arab, dan lain sebagainya. Itu merupakan awal terputusnya kebaikan dan awal berkurangnya kebaikan.”

Maka beliau رحمه الله mengisyaratkan perkara agung yang terputus dengan wafatnya Nabi ﷺ, yaitu terputusnya wahyu yang terus turun sejak Adam diturunkan ke bumi, lalu berhenti dengan wafatnya Nabi ﷺ.

Abu Bakr dan Umar رضي الله عنهما masuk menemui Ummu Ayman (pengasuh Nabi saat masa kecil) setelah wafat Nabi ﷺ untuk menengoknya, lalu mereka mendapati Ummu Ayman menangis. Abu Bakr bertanya: “Apa yang membuatmu menangis? Bukankah apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasul-Nya?” Ia menjawab: “Demi Allah, aku tidak menangis karena aku tidak tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasul-Nya, tetapi aku menangis karena wahyu telah terputus dari langit.” Maka hal itu membuat Abu Bakr dan Umar ikut menangis.

Kaum muslimin jama’ah jumat rahimakumullah

Wafat Nabi ﷺ adalah peristiwa besar dan agung. Karena itulah tidak ada perselisihan tentang hari wafat beliau, yaitu hari Senin bulan Rabi‘ al-Awwal. Mayoritas ulama berpendapat pada hari kedua belas bulan itu, tahun ke-11 Hijriah.

Sungguh wafat Nabi Muhammad ﷺ adalah musibah terbesar yang menimpa umat. Dampaknya sangat besar terhadap jiwa para sahabat.

Hingga benar perkataan ‘Āisyah رضي الله عنها: “Kaum muslimin menjadi seperti kambing yang kebasahan di malam yang dingin karena kehilangan Nabi mereka.”

Ibn Rajab رحمه الله berkata: “Ketika Rasulullah ﷺ wafat, kaum muslimin terguncang. Ada yang terperanjat hingga pikirannya kacau, ada yang jatuh hingga tidak mampu berdiri, ada yang lidahnya terkunci hingga tidak mampu bicara, dan ada yang mengingkari wafatnya secara total.”

Anas رضي الله عنه berkata: “Ketika hari beliau masuk ke Madinah, maka semuanya bercahaya. Dan ketika hari beliau wafat, maka Madinah menjadi gelap gulita. Kami belum selesai menguburkan tangan kami dari tubuh Rasulullah ﷺ hingga hati kami berubah.”

Kaum muslimin jama’ah jumat rahimakumullah

Penyakit Nabi Muhammad ﷺ bermula pada awal bulan Rabi‘ al-Awwal. Ibn Hajar berkata: “Ulama berbeda pendapat tentang lama sakit beliau. Mayoritas mengatakan 13 hari. Ada yang mengatakan lebih, ada yang mengatakan kurang, ada yang mengatakan 10 hari. Dan ini ditegaskan oleh Sulaiman at-Taimī dalam kitab Maghāzī-nya, diriwayatkan oleh al-Bayhaqī dengan sanad yang sahih.” (Fath al-Bārī 7/736).

Telah dinukil kepada kita sebagian berita dan keadaan beliau ﷺ dalam sakitnya. ‘Āisyah berkata: “Ketika Nabi ﷺ berat sakitnya dan rasa sakit makin parah, beliau meminta izin kepada istri-istrinya agar dirawat di rumahku. Mereka pun mengizinkan. Maka Nabi ﷺ keluar antara dua orang lelaki, kakinya menyeret di tanah, yaitu antara Abbas dan seorang lelaki lain. ‘Ubaydullah berkata: Aku kabarkan kepada Ibn Abbas. Ia berkata: Tahukah engkau siapa lelaki lain itu? Aku jawab: Tidak. Ia berkata: Itu adalah Ali bin Abi Thālib رضي الله عنه.”

Dalam riwayat al-Bukhārī (664) dan Muslim (418), ‘Āisyah berkata: “Ketika Rasulullah ﷺ sakit menjelang wafat, datang waktu shalat, lalu dikumandangkan adzan. Beliau bersabda: ‘Perintahkan Abu Bakr untuk shalat bersama manusia.’ Lalu dikatakan kepadanya: ‘Sesungguhnya Abu Bakr itu lelaki yang lembut hatinya. Jika berdiri di tempatmu, ia tidak sanggup shalat bersama manusia.’ Mereka ulangi lagi, dan beliau ulangi lagi. Hingga ketiga kalinya beliau bersabda: ‘Sesungguhnya kalian seperti wanita-wanita Yusuf. Perintahkan Abu Bakr untuk shalat bersama manusia.’ Maka Abu Bakr pun keluar dan shalat bersama manusia. Kemudian Nabi ﷺ merasa agak ringan, lalu keluar dengan ditopang dua orang lelaki, seakan-akan aku melihat kedua kakinya menyeret di tanah karena sakit. Abu Bakr ingin mundur, namun Nabi ﷺ memberi isyarat: ‘Tetaplah di tempatmu.’ Lalu Nabi ﷺ didudukkan di sampingnya.”

Demikian pula dalam riwayat al-Bukhārī (681) dan Muslim (419) dari Anas bin Mālik: “Tiga hari Nabi ﷺ tidak keluar. Lalu iqamah ditegakkan, Abu Bakr maju. Nabi ﷺ menyingkap hijab, Maka Nabiyullah ﷺ mengangkat tirai (hijab) lalu membukanya. Ketika wajah Nabi ﷺ tampak jelas, tidak ada pemandangan yang lebih indah bagi kami daripada wajah Nabi ﷺ ketika wajah beliau tampak kepada kami. Abu Bakr pun mundur ke belakang untuk masuk ke shaf, karena menyangka Nabi ﷺ keluar untuk shalat. Namun Nabi ﷺ memberi isyarat dengan tangannya agar mereka tetap melanjutkan shalat. Lalu beliau menutup kembali hijab. Dan pada hari itulah beliau wafat.”

‘Āisyah رضي الله عنها berkata dalam riwayat al-Bukhārī (5646) dan Muslim (2570):

مَا رَأَيْتُ رَجُلًا أَشَدَّ عَلَيْهِ الْوَجَعُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-.

“Aku tidak pernah melihat seorang lelaki yang rasa sakitnya lebih berat daripada Rasulullah ﷺ.”

Dan dalam riwayat al-Bukhārī (5648) dan Muslim (2571) dari Abdullah bin Mas‘ūd رضي الله عنه: “Aku masuk menemui Rasulullah ﷺ saat beliau terserang sakit yang sangat keras. Aku menyentuhnya dengan tanganku, lalu berkata: Wahai Rasulullah, engkau benar-benar mengalami demam yang sangat keras! Beliau menjawab: ‘Benar, aku sakit sebagaimana sakitnya dua orang di antara kalian.’ Aku bertanya: Itu karena engkau mendapat dua pahala? Beliau menjawab: ‘Benar.’ Kemudian beliau ﷺ bersabda: ‘Tidaklah seorang muslim ditimpa sakit atau yang lainnya kecuali Allah akan menghapus kesalahannya sebagaimana pohon menggugurkan daunnya.’”

Dan dalam Musnad Ahmad, dari hadis ‘Āisyah رضي الله عنها, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah ﷺ ketika beliau hendak wafat, di hadapannya ada sebuah bejana berisi air. Beliau memasukkan tangannya ke dalam bejana itu lalu mengusap wajahnya seraya berdoa:

اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى سَكَرَاتِ الْمَوْتِ

“Ya Allah, tolonglah aku menghadapi sakaratul maut.”

Dalam riwayat al-Bukhārī (2644) dari Anas رضي الله عنه: “Ketika Nabi ﷺ semakin berat sakitnya, beliau sering pingsan. Fāthimah berkata: ‘Wahai betapa beratnya penderitaan ayahku.’ Maka Nabi ﷺ menjawab: ‘Tidak ada lagi penderitaan atas ayahmu setelah hari ini.’”

Maka kita pun berdoa:

اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَكَرَاتِ الْمَوْتِ

“Ya Allah, mudahkanlah kami menghadapi sakaratul maut.”

أَقُولُ قَوْلِي هٰذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ للهِ وَأَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسࣱ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدࣲۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِیرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ

Amma ba‘du:

Wahai manusia, sesungguhnya sakit Nabi ﷺ memberikan pengaruh besar terhadap jiwa para sahabat. Semuanya ingin menebus beliau dengan diri, anak, dan seluruh manusia.

Dalam Shahih al-Bukhārī dan Muslim, dari Anas bin Mālik al-Anshārī رضي الله عنه: “Abu Bakr biasa mengimami manusia saat Nabi ﷺ sakit yang kemudian beliau wafat dalam sakit itu. Hingga ketika tiba hari Senin, mereka sudah berdiri dalam shaf-shaf untuk shalat. Lalu Nabi ﷺ menyingkap tirai kamarnya dan melihat kami, beliau berdiri, wajahnya seakan-akan mushaf, lalu tersenyum. Hampir saja kami tergoda karena kegembiraan melihat beliau. Abu Bakr pun mundur hendak masuk ke shaf karena mengira Nabi ﷺ keluar untuk shalat. Namun Nabi ﷺ memberi isyarat agar kami menyempurnakan shalat, lalu beliau menutup kembali tirai, dan pada hari itulah beliau wafat. Dalam riwayat lain disebutkan: beliau wafat pada akhir hari itu.” (al-Bukhārī 754).

Ibn Katsīr berkata: “Hadis ini ada dalam kitab Shahih, dan menunjukkan bahwa wafat beliau terjadi setelah zawāl (lewat tengah hari). An-Nawawī dan Ibn Rajab berpendapat beliau wafat pada waktu dhuha hari itu.” (al-Bidāyah 5/223).

Dalam riwayat al-Bukhārī dan Muslim dari ‘Āisyah رضي الله عنها, ia berkata: “Termasuk nikmat Allah kepadaku adalah bahwa Rasulullah ﷺ wafat di rumahku, pada hariku, di antara dada dan leherku. Dan Allah mengumpulkan antara air liurku dan air liurnya saat beliau wafat. Abdurrahman masuk dengan membawa siwak di tangannya, sementara Rasulullah ﷺ sedang bersandar padaku. Beliau memandang ke arahnya, dan aku tahu beliau menyukainya. Aku bertanya: ‘Apakah aku ambilkan untukmu?’ Beliau memberi isyarat dengan kepalanya: ‘Ya.’ Aku ambilkan, namun terasa keras. Maka aku bertanya: ‘Apakah aku lunakkan untukmu?’ Beliau memberi isyarat dengan kepalanya: ‘Ya.’ Lalu aku melunakkannya dengan mulutku, dan beliau bersiwak dengannya. Di depannya ada bejana berisi air. Beliau memasukkan tangannya ke dalam air, mengusap wajahnya, lalu bersabda:

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ

Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, sesungguhnya kematian itu ada sakaratnya.’ Kemudian beliau mengangkat tangannya seraya berkata:

فِي الرَّفِيقِ الْأَعْلَى

(Bersama teman tertinggi di sisi Allah).’ Hingga beliau wafat dan tangannya jatuh terkulai.”

Dalam Shahih al-Bukhārī dan Muslim dari Anas رضي الله عنه: “Allah senantiasa menurunkan wahyu kepada Rasulullah ﷺ hingga beliau wafat. Dan paling banyak wahyu turun adalah pada hari wafat beliau ﷺ.”

Dan dalam Shahihain, dari ‘Āisyah رضي الله عنها: “Aku mendengar Rasulullah ﷺ sebelum wafat, beliau bersandar di dadaku, aku mendengar beliau berdoa

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَأَلْحِقْنِي بِالرَّفِيقِ الْأَعْلَى

Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku, dan gabungkanlah aku bersama ar-Rafīq al-A‘lā.’”

Dalam riwayat lain, ia berkata: “Ketika ajal menjemputnya, kepalanya berada di pangkuanku. Beliau pingsan, kemudian sadar, lalu menatap ke langit rumah, seraya berkata:

اللَّهُمَّ الرَّفِيقَ الْأَعْلَى

Ya Allah, ar-Rafīq al-A‘lā.’ Maka itulah kalimat terakhir yang beliau ucapkan.”

Wahai kaum mukminin, peringatan apa yang pantas diadakan pada hari yang umat Islam ditimpa musibah terbesar sepanjang sejarahnya?

Al-Fākihānī berkata: “Padahal bulan kelahiran Nabi ﷺ itu sendiri adalah bulan wafatnya beliau. Maka tidaklah lebih layak gembira daripada sedih di bulan itu.”

Maka tidak pernah ada perayaan kelahiran beliau, tidak ada perayaan wafatnya beliau, tidak pula perayaan hijrahnya beliau. Padahal semuanya terjadi di bulan Rabi‘ al-Awwal.

Kebaikan seluruhnya ada dalam mengikuti para salaf, dan keburukan seluruhnya ada dalam mengada-adakan bid‘ah dari kalangan khalaf.

Wahai kaum mukminin, tanda cinta kepada Nabi ﷺ adalah dengan mentaatinya. Sebagaimana bait syair:

تُعَصِي الإِلَهَ وَأَنْتَ تَزْعُمُ حُبَّهُ *** هَذَا لَعَمْرِي فِي الْقِيَاسِ بَدِيعٌ

لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقًا لَأَطَعْتَهُ *** إِنَّ الْمُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيعٌ

“Engkau bermaksiat kepada Allah namun engkau mengaku mencintai-Nya,

Demi Allah, itu benar-benar hal yang aneh dalam logika.

Jika cintamu benar-benar tulus, niscaya engkau akan taat kepadanya,

Karena sesungguhnya seorang pecinta pasti taat kepada yang dicintainya.”

Maka siapa yang mencintai Nabi ﷺ dan mencintai perjumpaan dengannya, hendaklah ia menempuh jalannya dan berpegang teguh dengan sunnahnya. Itulah tanda cinta yang sejati.

Nabi ﷺ telah melarang bid‘ah dan perkara baru dalam agama. Beliau bersabda: “Aku tinggalkan kalian di atas jalan yang putih bersih, malamnya bagaikan siangnya.” Dan Allah berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian.”

Maka siapa yang mengada-adakan bid‘ah dalam agama, ia berarti menentang perintah Allah dan Rasul-Nya, dan menganggap agama ini belum sempurna, serta menuduh Nabi ﷺ belum menyempurnakan risalah.

Sebagaimana Abdullah bin Mas’ud berkata:

ٱتَّبِعُوا وَلَا تَبْتَدِعُوا، فَقَدْ كُفِيتُمْ

“Ikutilah dan jangan berbuat bid‘ah, karena kalian telah dicukupkan.”

إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَـٰۤىِٕكَتَهُۥ یُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِیِّۚ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَیۡهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسۡلِیمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ وَغَافِرَ الذُّنُوْبِ وَالْخَطِيْئَاتِ

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ بِأَسْمَائِكَ الْحُسْنَى وَصِفَاتِكَ الْعُلَى، أَنْ تَحْفَظَ لَنَا دِينَنَا وَدُنْيَانَا وَآخِرَتَنَا، وَتَجْعَلَنَا مِنْ عِبَادِكَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَسْتَجِيبُونَ لِنِدَائِكَ وَيَقُومُونَ بِحُقُوقِكَ، وَيَعْمَلُونَ بِمَا يُرْضِيكَ عَنْهُمْ.

اللَّهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.

عِبَادَ اللهِ! اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ وَٱللَّهُ یَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُون

Berian Muntaqo Fatkhuri, Lc., M.A.

Kandidat Doktor, Qassim University, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button