Akidah

Diampunikah Dosa Syirik Kecil tanpa Tobat?

Dalam komparasi antara syirik besar dan syirik kecil, terdapat perbedaan yang disepakati oleh para ulama dalam membandingkan kedua jenis syirik tersebut, selain terdapat pula hal yang diperselisihkan di antara mereka dalam komparasi yang dimaksud.

Para ulama sepakat bahwa syirik besar mengeluarkan pelakunya dari Islam, mengekalkannya di Neraka, dan menggugurkan semua amalannya. Mereka juga sepakat bahwa syirik kecil tidak demikian. Mereka konsensus bahwa pelaku syirik kecil tidak keluar dari Islam, juga seandainya ia masuk Neraka maka ia tidak akan kekal di dalamnya, dan tidak gugur pahala amalannya selain yang tercampuri syirik kecil.

Akan tetapi para ulama berselisih apakah pengampunan dosa syirik kecil dipersyaratkan harus ditobatkan sebelum wafat seperti halnya pengampunan dosa syirik besar? Apakah dosa syirik kecil masuk ke dalam bagian awal atau sebaliknya masuk ke bagian akhir dari firman Allah berikut?

{إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ} [النساء: 48]

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An-Nisa’: 48).

Ayat ini mengklasifikasi dosa menjadi dua, yaitu dosa syirik dan dosa non syirik. Dan menegaskan bahwa dosa syirik tidak akan diampuni Allah, sedang dosa non syirik kembali kepada kehendak Allah; jika Allah menghendaki maka Dia mengampuninya, dan apabila tidak menghendakinya maka Allah tidak mengampuninya.

Ayat ini berlaku bagi pelaku dosa yang tidak bertobat sebelum wafatnya. Karena orang bertobat dari dosanya sebelum wafat, sekalipun dosanya merupakan dosa syirik maka berlaku padanya ketentuan firman Allah:{إِنَّ الله يَغْفِرُ الذنوب جَمِيعاً} [الزمر: 53]  “Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosasemuanya.”(QS. Az-Zumar: 53(. Karena konteks ayat ini membahas tentang seruan bertobat kepada Allah Ta’ala dan larangan berputus asa dari rahmat Allah.

Baca Juga  Rasa Takut Dalam Perspektif Islam

Dengan memparalelkan kedua ayat di atas maka dapat dipahami bahwa ayat QS An-Nisa’: 48 berlaku khusus untuk orang yang tidak bertobat dari dosanya sebelum wafat, sedang ayat QS Az-Zumar: 53, berlaku khusus untuk orang-orang yang telah bertobat.

Ayat QS An-Nisa’: 48 yang artinya:“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” membagi dosa menjadi dosa syirik dan dosa non syirik.

Untuk dosa non syirik, meskipun tanpa tobat, pelakunya masih berpeluang diampuni Allah karena hal itu tergantung kehendak-Nya. Sedang dosa syirik yang tidak ditobatkan oleh pelakunya sebelum wafatnya tidak akan diampuni Allah berdasarkan teks ayat tersebut.

Dalam persoalan dosa syirik, para ulama sepakat bahwa syirik besar yang tidak ditobatkan pelakunya tidak akan diampuni dosanya oleh Allah, tetapi mereka berbeda pendapat untuk syirik kecil apakah juga termasuk yang tidak akan diampuni Allah atau termasuk dosa yang kembali kepada kehendak Allah?

Pendapat pertama, syirik kecil tidak diampuni Allah tanpa tobat, pelakunya tetap mendapatkan siksaan, meskipun pada akhirnya akan masuk ke dalam Surga karena ia tetap dipandang sebagai seorang muslim dan tidak kafir.

Pendapat ini didasarkan pada keumuman firman Allah:

{إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ} [النساء: 48]

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An-Nisa’: 48).

Karena pada ayat tersebut Allah menggunakan ungkapan أن يشرك به. Yang dalam bahasa Arab dikenal masuk ke dalam rumus أن مصدرية + فعل مضارع  dapat diganti dengan masdar (إشراكا به). Sehingga dalam penafsirannya dapat diartikan: إن الله لا يغفر إشراكا به. Setelah diganti dengan masdar yang berbentuk nakirah (إشراكا به) maka berlaku padanya salah satu kaidah usul; “nakirah dalam konteks penafiyan memberi indikasi umum”. Setelah memperoleh indikasi makna umum dengan menggunakan kaidah ini, maka ulama yang pro pada pendapat dan istinbat ini berkesimpulan bahwa syirik kecil termasuk dosa yang tidak diampuni Allah dan bahwasanya ia sama dengan syirik besar berdasarkan keumuman ayat tersebut.

Baca Juga  Al Aqsha dalam Perspektif Syi'ah

Pendapat kedua, syirik kecil termasuk ke dalam kategori dosa yang tahta masyi’atillah (bergantung pada kehendak Allah). Karena pelakunya tetap berstatus muslim, tidak murtad, tidak kekal di Neraka sekiranya ia di siksa di dalamnya, dan juga karena tidak gugur amal-amalnya kecuali yang tercampuri syirik kecil tersebut. Sedang ayat QS An-Nisa’: 48 tersebut sekalipun secara konsep dapat berlaku umum tetapi keumumannya perlu diberlakukan secara khusus berdasarkan kebiasaan Al-Quran dalam menggunakan istilah syirik. Gaya bahasa seperti ini dapat masuk ke dalam salah satu kaidah usul; “‘Aamm yuradu bihil-khusus”, Karena pengunaan istilah syirik di dalam Al-Quran umumnya hanya berlaku untuk syirik besar. Seperti firman Allah:

{إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ} [المائدة: 72]

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka.” (QS. Al-Maidah: 72).

Dan firman Allah:

{ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ} [الزمر: 65]

“Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan hapuslah amalmu”. (QS. Az-Zumar: 65)

{وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ} [الأنعام: 88]

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al-An’am: 88).

Syirik pada ayat-ayat tersebut bermakna syirik besar dan tidak mencakup syirik kecil. Karena pelaku syirik pada ayat QS Al-Maidah: 72 yang haram masuk surga hanya pelaku syirik besar, sedang pelaku syirik kecil tetap dapat masuk surga. Dan yang mengugurkan keseluruhan amal yang diisyaratkan ayat QS Al-An’am: 88 dan ayat QS Az-Zumar: 65 hanya syirik besar, sedang syirik kecil tidak demikian.

Selain argumen tersebut, pendapat ini juga beralasan bahwa karena pelaku syirik kecil masih memiliki pahala maka pahala tersebut digunakan untuk menutupi dosa syirik kecilnya sehingga wajar jika dosa syirik kecilnya masuk ke dalam garis tahta masyi’atillah. Berbeda dengan pelaku syirik besar, ia tidak lagi memiliki pahala karena pahalanya telah gugur akibat kesyirikan besarnya maka wajar kalau Allah tidak menutupi atau mengampuni dosanya([1]).

Baca Juga  Mengapa Kita Harus Mengenal Allah? (Bag.1)

([1]) Lihat: Asy-Syaikh Abdur Rahman As-Sa’diy wa Juhuduhu fi Taudhih al-‘Aqidah, Abdul Razzaq

Salahuddin Guntung, Lc., MA., Ph.D.

Alumni S3, Bidang Aqidah & Pemikiran Kontemporer, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?