Candu Popularitas
“Aku sudah sudah coba berbagai hal, tapi kontenku kok nggak naik-naik ya.” Kata salah seorang remaja kepada temannya.
“Oh ya? Coba deh kamu buat hal yang diluar nalar, aneh, dan ekstrem. Viewerku aja langsung naik saat aku makan satu gorengan pake 100 cabe.” Timpalnya.
Begitulah isi percakapan dua orang remaja di pojok sebuah bangunan.
Munculnya bermacam-macam platform media sosial dengan berbagai jenisnya saat ini menyebabkan perubahan trend yang sangat cepatnya di masyarakat. Terutama di kalangan remaja (usia 15-19 tahun) yang menjadi pengguna medsos dengan persentase lebih dari 90 % di Indonesia. Kaum remaja banyak berlomba-lomba ikut meramaikan trend terbaru yang dicetuskan oleh idolanya. Mulai dari trend gaya rambut, tutur kata, dan segala sepak terjangnya agar tidak dicap kurang gaul serta ketinggalan zaman. Tak ayal, banyak remaja yang berangan angan untuk menjadi publik figur terkenal dan memimpikan kehidupan yang sempurna, penuh kebahagiaan, dan bergelimangan harta seperti yang terlihat dalam kehidupan sang idola.
Tidak ada yang salah dengan menjadi terkenal karena toh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang sangat terkenal bahkan menjadi orang paling berpengaruh di dunia. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa beliau orang yang populer dan bukan orang yang mencari dan gila popularitas. Imam al-Gazaliy rahimahullah mengatakan, “Sikap yang tercela adalah orang yang mencari ketenaran. Namun, jika ia terkenal karena karunia Allah tanpa ia cari-cari, maka itu tidaklah tercela.” (Ihya ‘Ulum ad-Din :3/278)
Iya, tidak ada yang salah dengan menjadi populer. Ada orang yang terkenal karena karya yang mengguncang dunia, ada yang terkenal dengan kecerdasannya yang luar biasa, dan ada pula yang terkenal karena tindakan mulia di masyarakatnya. Namun, sebuah kesalahan jika seorang mencari popularitas dengan menghalalkan segala cara. Misalnya melakukan tindakan aneh atau tabu bagi masyarakat. Bahkan, tak sedikit pula yang melanggar norma-norma agama demi mengikuti permintaan orang agar namanya terangkat. Semakin aneh tindakan seseorang, semakin banyak pula penggemarnya. Begitulah realitas yang kita saksikan saat ini. Dalam pepatah Arab disebutkan:
بال في زمزم ليشتهر
Dia kencing di sumur zam-zam agar terkenal
Realitas yang kita saksikan saat ini sungguh sangat mencengangkan. Banyak sekali keanehan yang dibalut dengan kata “seni” ditampakkan dengan gagah berani di depan publik yang hampir dari semua keanehan itu tidaklah dilakukan kecuali untuk mendapatkan popularitas. Ada yang rela berfoto dengan gaya sensual, melakukan tindakan ekstrem dengan nyawa sebagai taruhannya, bahkan ada yang rela memakan kotoran demi mendapatkan lebih banyak follower.
Taukah Anda, bahwa penyakit cinta popularitas bukan hanya menyerang orang awam sahaja. Namun, ia juga menjangkiti kalangan penuntut ilmu dengan bentuk yang berbeda. Penuntut ilmu yang ingin dilihat oleh orang lain sebagai orang pandai dan memiliki ilmu tinggi, memperlihatkan ibadahnya kepada khalayak umum agar terlihat seperti seorang ahli ibadah. Inilah yang dalam syariat disebut dengan riya’. Orang yang paling pertama dimasukkan ke dalam neraka adalah orang seperti ini. Sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa ada tiga golongan manusia yang pertama kali masuk neraka, yaitu orang alim yang riya’, mujahid yang riya’, dan dan orang dermawan yang riya’.
Abu Hurairah mengisahkan: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari Kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Ia didatangkan dan diperlihatkan kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan padanya di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab, ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman, ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian (malaikat) diperintahkan agar menyeret orang itu secara tertelungkup, lalu dilemparkan ke dalam neraka.”
Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya, “Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu, mengajarkannya, serta membaca Al-Quran. Ia didatangkan dan diperlihatkan kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya, ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab, ‘Aku menuntut ilmu, mengajarkannya, serta membaca Al-Quran hanya karena Engkau.’ Allah berfirman, ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang alim (yang berilmu) dan engkau membaca Al-Quran supaya dikatakan seorang qari’ (pembaca Al-Quran yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian (malaikat) diperintahkan agar menyeretnya secara telungkup dan melemparkannya ke dalam neraka.”
Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan padanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya, ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab, ‘Aku tidaklah bersedekah dan berinfak pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman, ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian (malaikat) diperintahkan agar menyeretnya secara telungkup dan melemparkannya ke dalam neraka.” (HR. Muslim).
Banyak dari para ulama salaf yang tidak menyukai ketenaran. Mereka menyembunyikan amalan kebaikan mereka dan menutupnya rapat-rapat sebagaimana mereka menutupi aib dan keburukan sekecil apa pun agar tidak terlihat oleh orang lain. Bahkan, banyak sekali di antara para ulama yang baru terungkap kebaikan kebaikannya setelah mereka meninggal dunia.
Ali bin Husain radhiyallahu ‘anhuma yang terkenal dengan julukan Zainul Abidin memikul sekarung makanan pada malam hari dan membagikannya kepada para fakir di Kota Madinah. Tidaklah diketahui bahwa beliaulah dermawan yang membagikan makanan setiap malam kecuali setelah beliau wafat dan para penduduk Madinah melihat bekas hitam di pundak beliau. (Shifah ash-Shafwah: 2/96)
Ayub as-Sikhtiyaniy seringkali berjalan di jalan sepi yang jarang dilewati manusia agar tidak ada yang mengenalnya lalu memujinya dan menyebut-nyebutkan namanya.(at tarikh wal ma’rifah 2/232)
Imam Ahmad berharap untuk tinggal di sela-sela gunung yang ada di Makkah agar tidak dikenal dan tertimpa musibah popularitas. (As-Siyar: 2/210)
Memilih untuk menjadi terkenal atau tidak adalah pilihan masing-masing orang karena setiap orang berhak menentukan jalan hidupnya masing masing. Namun, perlu diketahui bahwa setiap jalan yang dipilih akan memiliki konsekuensi tersendiri, maka dari itu mari kita selektif dalam menentukan pilihan itu. Menjadi terkenal dan dipuji orang lain terlihat sangat menyenangkan pada pandangan manusia, namun ada beberapa dampak negatif bagi orang yang berburu ketenaran dan menjadi populer yang bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan
1. Ketenaran merampas privasi
Salah satu resiko menjadi orang terkenal adalah kehidupannya menjadi milik publik. Bahkan, hal-hal sensitif terkait dengan dirinya akan selalu menjadi hal yang menarik untuk dikulik dan menjadi incaran publik. Padahal, dalam Islam kita diperintahkan untuk menjaga privasi diri sendiri maupun orang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ مِنْ أشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ القِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى الْمَرْأةِ وتُفْضِي إِلَيْهِ ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا. رواه مسلم
“Sesungguhnya manusia yang terjelek kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah seorang laki-laki yang mendatangi istrinya dan bersetubuh, kemudian dia menyebarkan rahasianya.” (HR. Muslim)
مَنْ اطَّلَعَ فِي بَيْتِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ فَقَدْ حَلَّ لَهُمْ أَنْ يَفْقَئُوا عَيْنَه. رواه مسلم
“Barang siapa yang melihat ke dalam rumah seseorang tanpa izin, maka ia halal dicongkel matanya.” (HR. Muslim)
Kesalahan kecil yang dilakukannya di masa kini ataupun masa lalu akan selalu menjadi topik yang menarik untuk di perbincangkan. Ketergelinciran yang biasa dialami oleh orang, akan menjadi masalah besar ketika dilakukan oleh orang yang terkenal. Jejak digital yang merekam semua perbuatannya di saat ini dan masa lalu akan selalu tersimpan yang mungkin saja suatu saat akan digunakan “lawan” untuk menjatuhkannya.
2. Rela melakukan apa pun demi memuaskan hasrat orang lain
Seseorang rela melakukan apa saja demi menambah jumlah fans dan memuaskan mereka meskipun harus berpenampilan dan bergaya eksentrik, melakukan tindakan abnormal tanpa memikirkan konsekuensinya, kerugian yang ditimbulkan di masa depan dari sisi kesehatan, sosial, mental dan lainnya. Bagaimana rasa malu yang timbul jika suatu saat dia memiliki anak lalu anaknya melihat tindakan absurd yang dilakukan orang tuanya di masa mudanya? Jangankan anaknya yang melihat bahkan jika dirinya saat tua akan merasa malu jika menilik kembali lembaran-lembaran masa lalunya.
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
“Jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS. Al-An’am: 116)
Cobalah Anda membaca kembali tulisan Anda di medsos beberapa tahun silam sebagai bahan renungan dan lihat betapa menggelikannya tulisan Anda tersebut saat itu.
3. Mudah tertekan/depresi
Seiring dengan meningkatnya popularitas seseorang bertambah pula tuntutan yang mesti dia lakukan untuk menjaga stabilitas kepopulerannya. Misalnya, seorang publik figur yang dituntut untuk selalu menyajikan hal-hal baru setiap harinya yang terkadang membuat lelah fisik dan psikisnya. Tekanan yang dialami seorang publik figur dapat menimbulkan berbagai dampak, salah satunya adalah kelelahan mental dan bahkan menyebabkan depresi. Mirisnya, beberapa oknum mencoba untuk menghilangkan tekanan psikisnya dengan hal-hal yang diharamkan seperti mabuk-mabukan dan mengonsumsi obat-obatan terlarang. Ada juga yang sampai mengakhiri hidupnya karena tidak sanggup lagi dengan tekanan yang dia hadapi.
4. Rentan terjangkit sifat sombong
Star sindrom, itulah istilah yang dikenal oleh orang untuk menggambarkan seseorang yang merasa drinya sempurna dan sangat terkenal sehingga terjadi perubahan sikap dan perilakunya. Sebelum terkenal seseorang terbiasa minum kopi di pinggir jalan, namun saat sudah mulai naik daun dia tidak minum kopi kecuali di tempat yang menurutnya berkelas tinggi. Sebelum terkenal ia terbiasa untuk bergaul bercengkrama dengan semua kalangan masyarakat, namun saat mulai terkenal ia mulai membatasi pergaulan hanya kepada orang yang menurutnya selevel dengannya atau lebih tinggi darinya. Ia juga tidak menerima masukan, serta mulai mengacuhkan dan menyepelekan orang lain karena menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR Muslim).