Berhias dengan Sabar
Ustaz Darul Idam, Lc
الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد؛
Selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diutus ke permukaan bumi ini untuk membawa risalah ilahi, beliau juga diembankan untuk menyempurnakan akhlak. Dalam hadis Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إنما بعثت لأتمم صالح الأخلاق
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (HR.Ahmad: 8595).
Oleh sebab itu, hanya pada diri beliaulah, keteladanan sempurna bisa kita dapatkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
لقد كان في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الأخر وذكر الله ذكرا كثيرا
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi yang mengharap rahmat Allah dan datangnya hari Kiamat serta dia banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21).
Di antara akhlak mulia yang memiliki kedudukan dan keutamaan dalam Islam adalah ‘sifat sabar’ yang merupakan sifat para nabi dan rasul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
ولقد كذبت رسل من قبلك فصبروا على ماكذبوا
“Sesungguhnya telah didustakan rasul-rasul sebelum kamu (wahai Muhammad), akan tetapi mereka bersabar terhadap pendustaan mereka.” (QS. Al-An’am: 34).
Dia juga berfirman,
وإسماعيل وإدريس وذاالكفل كل من الصابرين
“Ingatlah kisah Ismail, Idris, dan Zulkifli, semua mereka termasuk orang-orang sabar.” (QS. Al Anbiya’: 85)
Makna Sabar
Secara etimologi, sabar merupakan antonim dari kata tergesa-gesa serta berkeluh kesah. Ia juga bermakna menahan diri. Adapun secara istilah agama, maka sabar adalah menahan diri dalam 3 perkara:
1. Menahan diri dalam ketaatan kepada Allah
2. Menahan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah
3. Menahan diri dalam menyikapi takdir Allah yang buruk.
Dalil-dalil Kesabaran
Sifat sabar disebutkan di dalam Al-Quran sebanyak 90 kali dengan berbagai konteks; sebagaimana disebutkan oleh Imam Ahmad bin hambal rahimahullah. Di antara ayat-ayat tersebut adalah:
1- Perintah untuk sabar:
واصبر وما صبرك إلا بالله
“Bersabarlah dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah.” (QS. An-Nahl: 127).
2- Larangan dari lawan sifat sabar (terburu-buru):
ولا تستعجل لهم
“Janganlah kamu meminta untuk disegerakan (azab bagi mereka).” (QS. Al-Ahqaf: 35).
3– Pelipatgandaan pahala bagi pemilik sifat sabar:
أؤلئك يؤتَون أجرهم مرتين بما صبروا
“Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka.” (QS. Al-Qashash: 54)
إنما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب
“Sesungguhnya hanya orang-orang bersabarlah yang dicukupkan pahalanya tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
4– Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang bersabar:
إن الله مع الصابرين
“Sesungguhnya Allah beserta dengan orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153 dan Al-Anfal: 46).
5. Sabar adalah faktor datangnya pertolongan Allah:
واستعينوا بالصبر والصلاة
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.” (QS. Al-Baqarah: 45).
Adapun dalil dari hadis-hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka di antaranya:
1- Hadis:
ومن يتصبر يصبره الله
“Barang siapa yang menyabarkan dirinya, maka Allah akan memberinya kesabaran.” (HR. Bukhari: 6470).
Para ulama menjelaskan bahwa sabar butuh pembiasaan dan tidaklah ia ada pada diri seseorang kecuali atas berkat taufik dari Allah; sebagaimana firman-Nya kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وماصبرك إلا بالله
“Tidaklah kesabaranmu itu datang kecuali dari Allah.” (QS. An-Nahl: 127).
2- Hadis:
والصبر ضياء
“Sabar adalah cahaya.” (HR. Muslim: 223).
Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan bahwa ketika seseorang bersabar dengan sabar yang terpuji (yaitu sabar dalam ketaatan, sabar dalam meninggalkan maksiat, serta sabar terhadap takdir Allah), maka pada hakikatnya ia senantiasa berada di bawah cahaya kebenaran.
3- Hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengabarkan bahwa kesabaran itu letaknya pada musibah yang pertama kali menimpa. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu mengisahkan: Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati seorang wanita yang sedang menangis di samping sebuah kubur, lalu beliau bersabda kepada wanita itu, “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah,” Wanita itu lantas berkata, “Kamu tidak mengerti keadaan saya karena kamu tidak mengalami musibah seperti yang aku alami.” (Wanita itu tidak mengetahui bahwa yang menasihatinya itu adalah Rasulullah). Lalu ia pun diberitahu bahwa orang tadi adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Spontan ia langsung mendatangi rumah beliau, namun tidak mendapati Rasulullah. Ketika ia bertemu, maka ia pun berkata kepada Rasulullah, “Maafkan saya, sungguh saya tidak mengetahui kalau Anda adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.“ Maka Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya sabar itu pada musibah yang kali pertama.” (HR. Bukhari: 1203).
Ucapan Para Salaf tentang Kesabaran
Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu berkata, “Kami mendapati keutamaan hidup dengan kesabaran. Kalaulah sabar itu adalah seorang laki-laki maka tentulah ia sangat mulia.”
Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata, “Perumpamaan sabar dengan iman seperti kepala dengan badan, jika kepalanya terpotong maka binasalah badannya.” Lalu beliau dengan lantang berkata, “Ketahuilah, sungguh tidak sempurna iman seseorang yang tidak memiliki kesabaran.“
Hasan al-Bashriy rahimahullah juga pernah berkata, “Sabar adalah perbendaharaan surga yang tidak diberikan Allah kecuali bagi hamba yang mulia di sisi–Nya.”
Sulaiman bin al-Qasim rahimahullah berkata, “Semua amalan diketahui pahalanya kecuali sabar. Allah berfirman, ‘Sesungguhnya hanya orang-orang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas‘,”
Jenis-jenis Sabar
Sabar terbagi menjadi tiga:
1– Sabar dalam Ketaatan kepada Allah.
Dalam menjalankan ibadah serta ketaatan kepada Allah butuh kesabaran. Terkadang pada saat lelah dan capek ada satu kewajiban yang harus untuk dilaksanakan seperti ada hak muslim yang mesti ditunaikan, sehingga pada kondisi seperti itulah jiwa butuh untuk disabarkan. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Mengapa kesabaran dibutuhkan dalam ketaatan kepada Allah? Karena ketaatan itu akan membebani seseorang dan mewajibkan sesuatu pada dirinya. Ketaatan juga sama halnya dalam meninggalkan maksiat, akan terasa berat bagi yang jiwa yang sulit untuk meninggalkannya.”
Jenis sabar ini kita bisa lihat pada kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam bersama putranya, Nabi Ismail ‘alaihissalam, yang diabadikan di dalam Al-Quran. Ibrahim bersabar lama dalam menunggu adanya buah hati, namun ketika ia dianugerahi justru Allah memerintahkan untuk menyembelihnya. Namun, dengan jiwa yang sabar serta penuh harap atas pahala yang dijanjikan, maka Nabi Ibrahim pun tulus dan rida dalam melaksanakan perintah Tuhannya.
2– Sabar dari menjauhi maksiat.
Perlu diketahui bahwa jiwa seseorang senantiasa selalu mengajak kepada keburukan dan kemaksiatan, sehingga seseorang perlu menahan diri dari memperturutkan hawa nafsu yang sangat mencekam.
Contoh jenis sabar ini, bisa kita dapatkan pada kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam tatkala mendapatkan rayuan dari seorang wanita di dalam kamar yang hanya ada mereka berdua. Tak ada yang melihat keduanya kecuali Allah. Ketika itu, Nabi Yusuf menahan diri dan bersabar dalam memperturutkan hawa nafsunya sehingga Allah menolongnya dan menjaga kesuciannya. Ibnul-Qayyim menukil perkataan guru beliau, Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah, bahwa beliau mengatakan, “Kesabaran Yusuf ketika melawan rayuan istri sang penguasa itu lebih sempurna ketimbang kesabaran beliau tatkala dibuang ke dalam sumur dan ketika diperjual belikan, karena seluruh rentetan kejahatan yang beliau alami semua di luar keinginan beliau dan tidak ada yang bisa beliau lakukan selain bersabar, sedangkan kesabaran beliau di hadapan istri penguasa merupakan kesabaran yang muncul dari keinginan beliau sendiri untuk tidak melakukan maksiat tersebut dan sebagai bentuk perlawanan dari memperturutkan hawa nafsu.”
3– Sabar terhadap takdir Allah.
Takdir Allah di mata manusia terbagi menjadi dua, yaitu baik dan buruk. Adapun takdir yang baik maka kewajiban seseorang terhadapnya adalah dengan senantiasa mensyukurinya melalui hati, lisan, serta melalui anggota badan yang lainnya. Adapun takdir yang dianggap buruk bagi manusia, maka seseorang hendaknya bersabar atasnya serta tidak menampakkan kekesalan ataupun kekecewaan serta tidak berburuk sangka kepada Allah; karena tidaklah Allah menetapkan itu semuanya melainkan ada hikmah di baliknya.
Jenis kesabaran ini bisa kita dapatkan pada kisah Nabi Ayyub ‘alaihissalam tatkala beliau mendapatkan ujian dari Allah berupa penyakit yang mengakibatkan keluarga beliau meninggalkannya serta harta beliau habis. Namun, dengan kesabaran beliau yang mengantarkan untuk lebih memilih bermunajat kepada Allah, pada akhirnya Allah mengembalikan harta serta keluarga beliau berkali-kali lipat serta menjadikan beliau sebagai imamnya orang-orang yang bersabar.
Penghalang Kesabaran
1– Isti’jal atau tergesa-gesa.
Pada dasarnya sifat manusia adalah suka tergesa-gesa dalam segala hal. Bahkan, Allah sendiri menyebutkan di dalam Al-Quran,
خلق الإنسان من عجل
“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa.” (QS. Al-Anbiya’: 37).
2– Amarah.
3– Sedih yang berlebihan.
4– Putus asa.
Sarana untuk Memiliki Sifat Sabar
1. Mengetahui kebusukan serta akibat dari suatu maksiat. Inilah di antara sarana yang bisa dilakukan seseorang dalam bersabar untuk meniggalkan maksiat.
2. Menghadirkan rasa malu kepada Allah. Dengan hal ini, ia tidak akan mendekati segala hal yang Allah larang karena adanya rasa malu kepada Sang Pencipta, sehingga ia pun mampu bersabar.
3. Mensyukuri nikmat Allah, dan ketahuilah bahwa dosa menjadi sebab diangkatnya suatu nikmat sesuai dengan kadar dosa yang dilakukan.
4. Menghadirkan rasa takut kepada Allah dan pengharapan atas pahala yang dijanjikan kepadanya.
5. Mahabbatullah (rasa cinta kepada Allah). Inilah sebab utama seseorang bisa bersabar dalam meninggalkan maksiat, karena jika seseorang telah mencintai maka ia akan patuh terhadap perintah yang dicintainya.