Agar Rahasia, Tetaplah Rahasia
Persaudaraan yang dibangun di atas mahabbah fillah merupakan salah satu anugerah dari Allah yang wajib disyukuri oleh setiap muslim, karena hanya persaudaraan inilah yang akan kekal hingga hari kiamat, bahkan Allah akan mempertemukannya kembali di Surga kelak insya Allah. Namun dalam sebuah persaudaraan ada rambu dan batasan-batasan yang perlu untuk diperhatikan, menjaga rahasia salah satunya. Terkadang seorang teman menyampaikan suatu hal yang bersifat rahasia kepada kita dengan harapan mendapatkan solusi jika ia merupakan sebuah masalah dan atau hanya sekedar berbagi jika ia merupakan sebuah informasi namun bersifat privasi. Maka pada kondisi seperti itu kita wajib menutupi rahasia yang disampaikan, meski ia secara tidak langsung meminta kita untuk menutupinya, namun sebagaimana perkataan ahli hikmah: “Orang yang cerdas cukup dengan isyarat ia dapat memahami.”
Dalam Islam menjaga rahasia seorang muslim bahkan menjaga rahasia sendiri adalah hal yang diperintahkan, dalam Alquran Allah Ta’ala mengabarkan kisah Nabi Ya’qub ‘Alaihissalam yang memerintahkan anaknya Nabi Yusuf ‘Alaihissalam agar tidak menceritakan mimpi yang ia lihat kepada saudara-saudaranya, Allah Ta’ala berfirman:
قَالَ يٰبُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُءْيَاكَ عَلٰٓى اِخْوَتِكَ فَيَكِيْدُوْا لَكَ كَيْدًا ۗاِنَّ الشَّيْطٰنَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
“Dia (ayahnya, Nabi Ya’qub) berkata, “Wahai anakku, jangan engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu karena mereka akan membuat tipu daya yang sungguh-sungguh kepadamu. Sesungguhnya setan adalah musuh yang jelas bagi manusia.” (QS. Yusuf: 5).
Dari ayat ini bisa dipahami bahwa di antara hikmah sebuah rahasia ditutupi, yaitu agar tidak dimanfaatkan oleh orang-orang yang ingin mencelakai kita. Karena boleh jadi rahasia itu berupa nikmat sehingga dapat mengundang hasad dari orang lain atau bahkan saudara kandung sendiri. Dari ayat ini juga Ibnu Katsir mengatakan bahwa tidak semua nikmat itu perlu disampaikan hingga nikmat tersebut terwujud.
Menjaga rahasia pada hakikatnya adalah sebuah amanah yang wajib untuk diperhatikan, olehnya dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا حَدَّثَ الرَّجُلُ الْحَدِيثَ ثُمَّ الْتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ
“Jika seseorang bercerita tentang suatu hal lantas ia berpaling (agar ceritanya tidak tersebar), maka ungkapannya itu adalah amanah” (HR. Tirmizi, No. 1882).
Imam al-Munawiy rahimahullah ketika menjelaskan hadis di atas beliau mengatakan: “Jika tampak pada dirinya (pembawa kabar tersebut) isyarat bahwa apa yang dia sampaikan tidak ingin diketahui orang lain kecuali kepada yang dia kabarkan, maka apa yang dia sampaikan itu menjadi amanah bagi yang mendengarkannya, sehingga jika ia mengabarkan kepada orang ketiga maka ia telah melanggar perintah Allah (yaitu perintah untuk menjaga amanah), karena ia telah melimpahkan amanah tersebut kepada yang bukan ahlinya dan ia masuk dalam golongan orang yang membuat kezaliman. Olehnya itu, jika seseorang bercerita lalu ia berpaling ke kiri dan ke kanan maka ketahuilah bahwa itu adalah isyarat akan kerahasiaan dari apa yang ia sampaikan.” (Faidhul Qadir 1/329).
Dari pemaparan beliau di atas maka hendaknya seseorang yang ingin menyampaikan rahasia tidak menyampaikannya kepada setiap orang yang ia kenal, melainkan ia harus pandai memilih orang yang ia akan sampaikan sebuah rahasia kepadanya. Imam al-Mawardi rahimahullah menyebutkan beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seseorang yang dapat menjaga rahasia, beliau berkata: “Hendaknya orang yang diharapkan mampu menjaga rahasia, memiliki akal yang sehat, agama yang kuat, senang menasihati, kasih sayang terhadap sesama dan tabiat yang tidak mudah menyebarkan semua yang ia dengarkan.” (Adab Ad-Duniya wa Al-Akhirah, hal. 308).
Namun perlu diketahui bahwa tidak semua rahasia wajib untuk ditutupi, ada beberapa rahasia yang justru wajib untuk disebarkan agar orang lain tidak terkena dampaknya, misalnya kejahatan seseorang, perlu untuk disebarkan agar orang lain menjaga diri darinya dan agar kejahatannya segera diatasi. Begitu pun di pengadilan ketika hakim meminta saksi ataupun terdakwa menyampaikannya baik dalam menuntut keadilan atau menuntut hak mereka.
Adapun jenis rahasia yang sebaiknya ditutupi di antaranya:
- Menyembunyikan hajat baik yang hendak dijalani, sampai ia telah menuntaskannya. Dalam sebuah hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bantulah kesuksesan hajat-hajat kalian dengan merahasiakannya, karena setiap orang yang memiliki nikmat itu akan menjadi sasaran hasad dari orang lain.” (HR. At-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Kabir 20/94 dan disahihkan oleh Al-Albani, Silsilah Hadis Sahih 3/436).
- Menyembunyikan rahasia pasangan suami istri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat ialah seseorang yang menggauli istrinya dan istri menggauli suaminya, kemudian sang suami menyebarkan rahasia istrinya” (HR. Muslim, No: 2597).
- Menyembunyikan rahasia negara, khususnya terhadap musuh-musuhnya. Hal ini juga menjadi strategi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam banyak peperangan beliau, sebagai contoh: Dua bulan setelah perang Uhud, sampai kabar kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa Talhah dan Salamah dari Bani Khuwailid memerintahkan kaumnya dari kalangan kaum Asad bin Khuzaimah untuk kembali menyerang kota Madinah dan merampas seluruh harta kaum muslimin. Maka ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan cekatan bergegas mengirim pasukannya dan memerintahkan mereka melakukan perjalanan di malam hari dan bersembunyi ketika siang hari, serta mengambil jalur lain yang bukan menjadi jalan umum agar tak satu pun yang mengetahui pergerakan dan strategi mereka. Alhasil mereka pun mampu menghalangi Bani Asad di luar dari perkiraan mereka. (Zad al-Ma’ad 3/218). Ini menjadi salah satu contoh bagaimana pentingnya menjaga sebuah rahasia yang dengannya menjadi salah satu sebab kemenangan dan pertolongan.
Beberapa faedah dari menjaga rahasia di antaranya:
- Bagian dari muruah dan keluruhan budi seseorang.
- Salah satu sebab pertolongan dari musuh.
- Dapat menjauhkan seseorang dari iri dan dengki.
- Dapat memperkuat hubungan suami istri.
- Menjadi salah satu sebab keberhasilan dalam perbaikan masyarakat.
Semoga Allah ta’ala menghiasi diri-diri kita dengan sifat-sifat mulia nan terpuji.
Wallahu a‘lam.