Usul Tafsir

Serial Usul Tafsir (bag. 11)

B. Macam-macam ikhtilaf (perselisihan) dalam tafsir.

Perselisihan dalam tafsir sedikit sekali terjadi pada masa Nabi shallallahu alaihi wasallam; karena beliaulah yang menjadi rujukan utama akan hal itu. Setelah beliau wafat, munculah beberapa ahli tafsir dari kalangan para sahabat, dan merekapun berijtihad dalam menafsirkan Alquran. Sehingga munculah keberagaman dalam menafsirkan makna suatu ayat; karena perbedaan pengetahuan mereka.

Para ulama telah berupaya menetapkan macam-macam perbedaan pendapat dalam penafsiran di kalangan Salaf, di antaranya:

Ibnu Taimiyah, membagi perbedaan tersebut menjadi dua macam:

Perbedaan kontradiksi, kaidahnya: ketidakmungkinan untuk menyatakan kedua makna secara bersamaan, seperti perbedaan tentang siapa yang dimaksud dengan orang yang memegang akad nikah dalam firman Allah azza wajalla: {إِلَّا أَنْ يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ} “Kecuali jika mereka (membebaskan) atau dibebaskan oleh orang yang akad nikah di tangannya” [Al-Baqarah: 237], apakah dia suami? Atau wali?

Perbedaan keanekaragaman, yang terdiri dari dua bagian:

Pertama: Dua pendapat itu memiliki arti yang sama, namun dengan ungkapan yang berbeda.

Kedua: Dua pendapat itu artinya tidak sama, namun tidak saling bertentangan. Bagian ini ada empat bentuk:

Masing-masing dari mereka mengungkapkan dengan ungkapan yang berbeda, dan ungkapan tersebut menunjukkan arti yang berbeda, namun hal yang disebutkan itu sama.

Masing-masing dari mereka menyebutkan salah satu contoh dari kata umum pada suatu ayat.

Kata itu memiliki dua arti, baik karena memiliki kesamaan makna, atau kesamaan asal kata.

Mengungkapkan makna dengan kata-kata yang mirip, namun bukan sinonim.

Ibnu Juzaiy, ia membagi perbedaan penafsiran menjadi tiga macam:

Perbedaan ungkapan dengan makna yang sama.

Perbedaan dalam menyebutkan contoh.

Perbedaan makna, ini yang dimaksud dengan perbedaan pendapat.

Dari itu semua, dapat disimpulkan bahwa perbedaan penafsiran dari segi makna terbagi menjadi dua bagian:

Perbedaan pendapat yang disebutkan, kembali ke satu makna. Hal ini ada empat bentuk:

Pendapat-pendapat yang ada adalah bentuk permisalan untuk lafaz yang umum, di antaranya tentang sebab turunnya ayat. Contoh: Perbedaan pendapat dalam menafsirkan kebaikan di dunia dalam dari firman Allah azza wajalla:

 {وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ} “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka”” [Al-Baqarah: 201], dikatakan: kesejahteraan dunia, dikatakan: ilmu dan ibadah, dan dikatakan: harta, semuanya itu hanyalah permisalan. Adapun sebab turunnya ayat, di antaranya perbadaan para ulama dalam menyebutkan sebab-sebab turunnya firman Allah azza wajalla:

 {وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ} “Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat” [An-Nahl: 91].

Tafsir dengan ungkapan yang mengandung sebagian maknanya. Contoh: Penafsiran kata (المَوْر) dalam firman Allah azza wajalla: {يَوْمَ تَمُورُ السَّمَاءُ مَوْرًا} “Pada hari (ketika) langit berguncang sekeras-kerasnya” [Ath-Thur: 9], yaitu: pergi, datang, dan berguncang.

Tafsir dengan kelaziman makna. Contoh: Penafsiran kata (الخَاسِرُوْنَ) dalam firman Allah azza wajalla: {أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ} “Mereka itulah orang-orang yang rugi” [Al-Baqarah: 27], dengan: orang-orang yang binasa.

Tafsir dengan ungkapan yang mendekati maknanya. Contoh: Penafsiran firman Allah azza wajalla: {يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا} “niscaya Dia akan memberikan furqān kepadamu” [Al-Anfal: 29], dikatakan: jalan keluar, dikatakan: keselamatan, dan dikatakan: pemisahan.

Perbedaan pendapat-pendapat yang disebutkan memiliki beberapa makna. Hal ini ada dua bentuk:

Perbedaan itu merujuk pada lebih dari satu makna yang tidak saling bertentangan. Seperti penafsiran mengenai makna (العَلَامَات) dalam firman Allah azza wajalla: {وَعَلَامَاتٍ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ} “dan (Dia menciptakan) tanda-tanda, dan dengan bintang-bintang mereka mendapat petunjuk” [Al-Nahl:16], dikatakan: penunjuk jalan pada siang hari, dikatakan: bintang-bintang, dikatakan: gunung-gunung.

Perbedaan itu merujuk lebih dari satu makna yang saling bertentangan. Contohnya adalah perbedaan dalam hal menafsirkan siapa yang ditebus dalam firman Allah azza wajalla: {وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ} “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar” [Ash-Shafat: 107], dikatakan: Ishak, dan dikatakan: Ismail.

Menanggapi perbedaan-perbedaan pendapat dalam tafsir, dapat dilakukan dengan empat hal:

Menentukan perbedaan itu, masuk ke perbedaan keragaman atau kontradiksi.

Mengkaji dan mencermati ayat tersebut, masuk ke kategori macam yang mana.

Menjelaskan sebab perbedaan.

Memilih satu pendapat yang paling kuat berdasarkan kaidah tarjih, jika diperlukan.

Sadnanto. BA. MA

Kandidat Doktor Ulumul Hadis Universitas Islam Madinah

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button