Puasa ‘Asyura
Hukum Puasa ‘Asyura
Puasa ‘Asyura adalah puasa yang dilakukan pada hari ‘Asyura yaitu hari kesepuluh bulan Muharram. Puasa ‘Asyura hukumnya sunnah dan bukan wajib menurut Ijma’ ulama , berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulullah pernah ditanya tentang puasa ‘Asyura, kemudian Beliau menjawab: «Menghapuskan dosa setahun yang lalu». (HR. Muslim, no. 1162)
Dan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata: “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk berpuasa pada hari ‘Asyura, tetapi setelah diwajibkannya puasa Ramadhan (Beliau memberikan kebebasan bagi) siapa yang ingin berpuasa untuk berpuasa, dan bagi siapa yang ingin tidak berpuasa untuk tidak berpuasa”. (HR. Al Bukhari, no. 2001, dan HR. Muslim, no. 1125)
Keutamaan Puasa ‘Asyura
Keutamaan puasa hari ‘Asyura adalah menghapuskan dosa-dosa yang dikerjakan pada satu tahun yang lalu, berdasarkan hadits Abu Qatadah radhiyallahu anhu di atas. Dosa-dosa yang dihapuskan dengan puasa ‘Asyura adalah semua dosa kecil, dan tidak termasuk di dalamnya dosa besar; karena dosa besar tidak dapat dihapuskan kecuali dengan bertaubat atau dengan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala .
Tata Cara Puasa Asyura
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwasannya ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada mereka: «Hari apa ini sehingga kalian berpuasa?» Mereka menjawab: “Hari ini adalah hari istimewa, dimana Allah menyelamatkan Nabi Musa beserta kaumnya, dan Allah menenggelamkan Fir’aun beserta pasukannya, lalu Nabi Musa berpuasa pada hari ini sebagai rasa syukur, dan karena itu kami juga berpuasa”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: «Kami lebih berhak dan lebih utama kepada Nabi Musa daripada kalian». Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa, dan memerintahkan (para sahabatnya) untuk berpuasa. (HR. Muslim, no. 1130).
Hadits di atas menjelaskan bahwa puasa ‘Asyura disyariatkan kepada Bani Israil sebagaimana disyariatkan juga kepada kaum muslimin, oleh karena itu pada hari ‘Asyura mereka berpuasa sebagaimana kita juga berpuasa. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya untuk menyerupai mereka dan memerintahkan umatnya untuk menyelisihi mereka.
Oleh sebab itu, disunnahkan bagi seorang muslim yang hendak berpuasa ‘Asyura untuk menggabungkan puasa ‘Asyura dengan berpuasa pada hari kesembilan atau hari kesebelas bulan Muharram, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: «Puasalah pada hari ‘Asyura, dan selisihilah orang Yahudi (dengan cara) berpuasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya». (HR. Ahmad, no. 2154) .
Imam Nawawi menyebutkan 2 sebab disunnahkannya menggabungkan puasa hari ‘Asyura dengan berpuasa pada hari sebelumnya atau sesudahnya :
Sebab pertama: untuk lebih berhati-hati; karena bisa jadi terjadi kesalahan saat penetapan awal bulan, sehingga berakibat pada kesalahan penentuan hari ‘Asyura.
Sebab kedua: untuk menyelisihi kaum Yahudi; karena mereka hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja, sehingga untuk menyelisihi mereka disunnahkan untuk berpuasa juga pada hari kesembilan, dan barangsiapa yang tidak berpuasa pada hari kesembilan maka berpuasa pada hari kesebelas.
Allahu a’lam.