Fiqih Enam Komoditas Ribawi: Memahami Larangan Riba dan Pengecualiannya dalam Transaksi

يحرم بيع الذهب بالذهب والفضة بالفضة والبر بالبر والشعير بالشعير والتمر بالتمر والملح بالملح الا مثلا بمثل يدا بيد وفي إلحاق غيرها بها خلاف،فإن اختلفت الأجناس جاز التفاضل إذا كان يدا بيد،ولا يجوز بيع الجنس بجنسه مع عدم العلم بالتساوي، وإن صحبه غيره،ولا بيع الرطب بما كان يابسا،إلا لأهل العرايا،ولا بيع اللحم بالحيوان،ويجوز بيع الحيوان باثنين او اكثر من جنسه، ولا يجوز بيع العينة
Mohon terjemahannya, ustadz…
Jawaban
“Diharamkan menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai (syair) dengan jelai, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, kecuali dengan ukuran yang sama dan secara tunai (langsung diserahterimakan).
Dan terdapat perbedaan pendapat tentang apakah selain enam jenis barang ini disamakan hukumnya dengan mereka atau tidak.
Apabila jenis barangnya berbeda, maka boleh adanya kelebihan (selisih takaran atau nilai) asalkan dilakukan secara tunai.
Tidak boleh menjual suatu jenis barang dengan jenis yang sama tanpa diketahui kesetaraannya (dalam takaran atau timbangan), meskipun disertai dengan tambahan barang lain.
Tidak boleh menjual kurma yang masih basah (ruthab) dengan yang sudah kering (tamr) dari jenis yang sama, kecuali bagi _ahli ‘arāyā_ (yaitu jual beli kurma segar di pohon dengan kurma kering karena kebutuhan).
Tidak boleh menjual daging dengan hewan hidup.
Boleh menjual seekor hewan dengan dua ekor atau lebih dari jenis yang sama.
Dan tidak boleh melakukan jual beli ‘īnah”.
Tambahan penjelasan :
1. Makna ‘Arāyā secara bahasa:
Kata العَرِيَّة (al-‘ariyyah) berarti pohon kurma yang diberikan oleh pemiliknya kepada orang lain agar ia dapat memakan buahnya yang masih segar. Disebut demikian karena orang tersebut يَعْرُوها — yaitu datang kepadanya (untuk mengambil buahnya).
Kata ini berbentuk fa‘īlah dengan makna maf‘ūlah (yakni bermakna objek, bukan pelaku). Huruf hā’ di akhir kata ditambahkan karena kata ini telah diperlakukan sebagai nama benda (isim), seperti kata النَّطِيحَة (yang tertanduk) dan الأَكِيلَة (yang dimakan).
Apabila kata ini digunakan bersama kata “pohon kurma (نخلة)”, maka huruf hā’ dihilangkan, sehingga dikatakan نخلة عَرِيٌّ (pohon kurma yang diberikan buahnya), sebagaimana dikatakan امرأة قَتيل (wanita yang terbunuh).
Bentuk jamaknya adalah العَرَايا (al-‘arāyā).
Makna jual beli ‘Arāyā secara istilah (fikih):
Bai‘ al-‘arāyā adalah menjual kurma yang masih segar (ruthab) di tangkai pohonnya berdasarkan taksiran (perkiraan jumlahnya) dengan kurma kering (tamr) yang sepadan takarannya, dalam jumlah kurang dari lima wasaq, dan diperbolehkan bagi orang yang membutuhkan kurma segar untuk dimakan tetapi tidak memiliki uang untuk membelinya.
2. Jual beli ‘īnah yaitu bentuk transaksi tipu daya riba dengan menjual barang secara kredit, lalu membelinya kembali secara tunai dengan harga yang lebih rendah.”



