Futurnya Aktivis Kebaikan
Para aktivis kebaikan adalah tonggak perubahan dalam melahirkan generasi Islam yang menjunjung nilai keislaman yang sesungguhnya, serta merealisasikan masyarakat madani dan percontohan bagi umat yang lain. Hal tersebut dapat diraih dengan cara memperbaiki hubungan dengan Allah ﷻ. Sufyan Ibn ‘Uyainah mengatakan bahwa barang siapa yang memperbaiki hubungan antara dirinya dengan Allahﷻ , maka Allah ﷻ akan senantiasa memperbaiki hubungan orang tersebut dengan orang lain, dan barang siapa yang beramal untuk akhiratnya, maka Allah ﷻ akan mencukupkan baginya perkara dunianya.
Dewasa ini, para aktivis kebaikan mengalami penurunan semangat, mereka berkata bahwa ia telah ketinggalan peradaban, teknologi sudah canggih dan zaman telah berubah, sementara ia tidak dapat berbuat banyak dengan keadaan ini.
Hal ini disebabkan karena kurangnya rasa tangungjawab, tidak percaya diri, dan lemahnya semangat. Malik ibn Dinar berkata, ”Hati orang-orang beriman itu sangat bergairah untuk beramal kebaikan. Sebaliknya, hati orang-orang ahli maksiat sangat bergairah untuk melakukan keburukan. Padahal, Allahﷻ Maha Melihat kecenderungan kalian. Maka perhatikanlah kecenderungan kalian. Semoga Allahﷻ merahmati kalian.”
Sekiranya hati ini bergairah atau terdapat padanya kecenderungan kepada perkara akhirat, tentulah dia mengetahui bagamana cara berkontribusi terhadap agamanya. Namun, yang terjadi pada para aktivis kebaikan adalah mereka rela jika profesi dakwah dan perbaikan dilakukan oleh orang lain saja, tanpa ikut serta di dalamnya. Hal ini merupakan penyakit yang merasuki kalangan aktivis kebaikan, seakan-akan orang lain telah berdesakan untuk mendapatkan posisi tersebut. Duhai, sungguh merugi saudara kita ini yang telah memberikan tugas dakwah kepada orang lain dan menyibukkan dirinya dalam mencari rezeki dan profesi yang padanya manusia menanti untuk kehilangan profesi yang diinginkan tersebut. Padahal, Allahﷻ berfirman,
وَفِى ذَٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ ٱلْمُتَنَٰفِسُونَ
Terjemahnya: “Untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al-Muthaffifin: 83:26).
Pada ayat yang lain, Allahﷻ berfirman,
وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Terjemahnya: “Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.“ (QS. Ali ‘Imran 3:133)
Allah ﷻ berfirman ketika menyifati orang-orang yang beriman,
أُو۟لَٰٓئِكَ يُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْخَيْرَٰتِ وَهُمْ لَهَا سَٰبِقُونَ
Terjemahnya: “Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al-Mu’minun 23:61)
Setiap orang dari umat Islam berkewajiban untuk berdakwah sesuai dengan kemampuan dan keahliannya masing-masing jika tidak terdapat orang lain yang melakukannya. Adapun jika telah dilakukan oleh orang lain, maka terlepaslah kewajiban tersebut darinya, sehingga apa yang tidak disanggupinya tidak akan dipaksa untuk melakukannya.
Adapun jika orang lain tidak sanggup untuk melakukannya sedangkan dirinya mampu, maka wajib bagi dirinya untuk melakukan hal tersebut; karena hal itu merupakan kewajiban atas dirinya. Terkadang, dakwah terbagi-bagi atas umat sesuai dengan keadaan ini, juga terkadang dengan hal yang lain. Sebab itu, tugas dakwah terbagi-bagi; ada orang yang wajib mendakwahkan akidah, ada yang berkewajiban mendakwahkan amalan-amalan lahirih, ada juga yang berkewajiban untuk mendakwahkan amalan batin. Sebab itu, dakwah ini menjadi beragam, terkadang pada perkara yang berkaitan dengan Allah secara langsung, juga terkadang pada perkara yang berkaitan dengan makhluk lain.
Di sini, jelaslah bahwa dakwah kepada Allah ﷻ adalah wajib bagi setiap muslim, tetapi pada batasan fardu kifayah. Hanya saja, ia dapat menjadi fardu ain jika hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh orang lain selain dirinya. Hal ini berkaitan dengan perkara amar makruf (menyeru kepada keabaikan) dan nahi mungkar (melarang perbuatan keji), menyampaikan apa saja yang datang dari Rasulullahﷺ , jihad di jalan Allah ﷻ, mengajak kepada keimanan, dan mengajarkan al-Qur’an.