Ciri ilmu yang bermanfaat
Diriwayatkan dari Imam Syafii rahimahullah bahwasanya beliau pernah berkata: “Saya berharap suatu saat nanti orang yang datang setelahku mempelajari ilmu ini (yaitu ilmu yang beliau tuankan di dalam buku-bukunya) tanpa harus menyandarkan ilmu itu kepadaku”[1].
Untaian kalimat yang keluar dari lisan beliau memberikan isyarat terhadap perkara penting bagi seorang penuntut ilmu di dalam perjalannya dalam menuntut ilmu yaitu perkara ikhlas, yang merupakan syarat utama yang selalu harus dihadirkan dalam segala amalan yang kita lakukan (terlebih khusus dalam menuntut ilmu). Sekaligus mengisyaratkan bahwa di antara ciri dari ilmu yang bermanfaat, yaitu ketika ilmu yang telah diperoleh tidak menjadikan seseorang berbesar diri atau sombong melainkan justru menjadikan penuntutnya semakin rendah diri dan tawadhu. Tentu apa yang beliau sebutkan di atas adalah bentuk ketawadhuan beliau, meskipun pada hakikatnya sebuah ilmu apapun itu tetap harus disandarkan kepada pemiliknya sebagai salah satu bentuk amanah dalam penyampaian ilmu itu.
Berbicara tentang ilmu secara umum tentu bagaikan orang yang menyelam dalam lautan yang sangat luas sebab ia merupakan perkara yang seseorang dituntut untuk mempelajarinya hingga maut mendatanginya, terlebih khusus ilmu agama yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang dengannya dapat mengenal Tuhannya sampai ia menemui-Nya di akhirat kelak. Sehingga menuntut ilmu agama dikategorikan sebagai ibadah. Oleh karenanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengatakan:
“Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim” HR.at Tabraani di Mu’jam al Ausath (8567), al Baihaqi di Syuabul Iman No.1667[2].
Namun di antara hal yang perlu diperhatikan bagi seorang penuntut ilmu adalah apakah ilmu yang telah dipelajarinya bermanfaat atau tidak. Oleh karena itu, para ulama mengklasifikasikan ilmu menjadi dua: ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang membawa mudarat bagi penuntunya (tidak bermanfaat). Dan pada pembahasan kali ini, kita akan menyebutkan secara singkat di antara ciri ilmu yang bermanfaat.
Ibnu Rajab dalam kitabnya Fadhlu ilmi as salaf ‘ala ilmi al khalaf menyebutkan ciri-ciri ilmu yang bermanfaat, di antaranya:
- Para penuntutnya tidak memandang tinggi dirinya dengan apa yang orang lain katakan kepadanya (berupa pujian), justru dalam hati mereka benci dengan segala bentuk pujian serta tidak bersikap angkuh dan sombong kepada siapapun.
Berkata Hasal al Bashri: “Seorang yang fakih adalah dia yang zuhud di dunia, menginginkan kehidupan akhirat, paham terhadap agamanya serta rutin di dalam ibadahnya”
Dan dalam riwayat lain beliau berkata: “Seorang yang fakih adalah dia yang tidak hasad kepada orang yang berada di atasnya, tidak merendahkan orang yang berada di bawahnya serta tidak mengambil upah dari ilmu yang ia ajarkan”.
Meskipun yang disebutkan pada riwayat ini adalah seorang fakih, namun seluruh yang menisbatkan dirinya sebagai penuntut ilmu agama maka juga termasuk di dalamnya.
- Para penuntutnya semakin bertambah ilmunya, maka semakin bertambah pula rendah dirinya kepada Allah, serta semakin bertambah rasa takut kepada-Nya dengan senantiasa menghinakan dirinya di hadapan Allah.
Sebagian ulama berkata: “Sudah sepantasnya bagi seorang alim menaruh tanas di atas kepalanya sebagai bentuk ketawadhuan kepada Allah, karena semakin bertambah ilmu seseorang maka semakin bertambah pula rasa takut kepada-Nya, rasa cinta terhadap-Nya serta semakin bertambah pula kehinaannya di hadapan-Nya”.
- Ilmu bermanfaat akan menjauhkan seseorang dari rasa tamak terhadap dunia, secara khusus kecintaan untuk menjadi seorang pemimpin, atau keinginan untuk terkenal dan dipuji. Maka adanya usaha yang sungguh-sungguh untuk menjauhi kesemuanya itu menunjukkan bahwa ilmu yang ada pada dirinya adalah ilmu yang bermanfaat. Dan jika ia terjatuh pada salah satu di dalamnya tanpa disertai dengan keinginan dari dalam dirinya, maka seyogianya ia takut dan cemas karena jangan sampai itu merupakan makar dan ujian, sebagaimana Imam Ahmad sangat khawatir terhadap dirinya tatkala namanya mulai dikenal oleh khalayak.
- Para penuntutnya tidak menyadarkan dirinya sebagai seorang yang alim dan juga ia tidak berbangga dengan ilmu yang ia miliki serta tidak menganggap orang lain sebagai orang bodoh kecuali pada orang yang menyelisihi syariat, karena pada hakikatnya ia berbicara untuk membela agama Allah dan bukan dalam rangka membela dirinya apatah lagi untuk menaikkan derajatnya di hadapan orang lain.
Inilah beberapa ciri ilmu yang bermanfaat yang disebutkan oleh Imam Ibnu Rajab rahimahullah. Semoga ilmu yang kita kita miliki adalah ilmu yang bermanfaat di dunia dan di akhirat. Amin.
[1]. Hilyatul Aulia (9/118)
[2]. Berkata Syekh bin Baz rahimahullah : “Kendatipun asal hadis ini lemah namun dikuatkan dengan banyaknya jalur dan syahid dari hadis-hadis yang lain pada bab ini sehingga hadis ini bisa dikatakan sahih” Fatawa al jami al Kabir.