Tak Ada Ujungnya
Tak ada Ujungnya
Perjalanan hidup seorang hamba memang sulit dan berliku, terkadang berupa gunung tinggi yang sukar tuk didaki, sesekali berwujud samudera yang luasnya tak bertepi, ingin mengarunginya namun takut akan tenggelam dan akhirnya mati. Tak disangka, curamnya jurang yg ada disetiap sudut gunung, dalamnya palung yg menjadi titik terdalam kegelapan ternyata bukan menjadi hambatan yg berarti bagi para pengejar kenikmatan dunia yang tak ada ujungnya.
Dunia sejatinya bukan tempat abadi, ia hanya sebidang tanah yg kakimu tertapak di atasnya sampai waktunya tiba nanti, semua akan kembali.
Dunia sejatinya bukan hanya tempat tuk berhias diri, ia hanya fatamorgana yg suatu saat keindahannya akan hilang dan lenyap dihadapan kita nanti.
Dunia sejatinya bukan tempat untuk mengumpulkan harta benda hingga membuat lupa diri, karena semuanya akan musnah dan hanya amalan soleh lah yang akan menemani.
Tapi, Manusia yg lemah sangat mudah untuk tertipu, gemerlap dunia sangat melenakan jiwa. Binarnya yg berkilau membuat siapapun takjub, harumnya yg begitu semerbak membuat candu bagi siapapun yg menghirupnya, bahkan tipu dayanya yg begitu licik membuat banyak orang tertipu. Hingga berlomba-lombalah manusia yg lengah dengan apa yg ada di dunia, berlomba untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyak nya, saling berbangga diri dengan apa yg dimiliki dari secuil kenikmatan dunia, hingga ajal menjemput tapi perlombaan itu belum menemui penghujungnya.
Allah azza wa jalla berfirman tentang hakikat kehidupan dunia:
ٱعۡلَمُوۤا۟ أَنَّمَا ٱلۡحَیَوٰةُ ٱلدُّنۡیَا لَعِبࣱ وَلَهۡوࣱ وَزِینَةࣱ وَتَفَاخُرُۢ بَیۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرࣱ فِی ٱلۡأَمۡوَ ٰلِ وَٱلۡأَوۡلَـٰدِۖ كَمَثَلِ غَیۡثٍ أَعۡجَبَ ٱلۡكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ یَهِیجُ فَتَرَىٰهُ مُصۡفَرࣰّا ثُمَّ یَكُونُ حُطَـٰمࣰاۖ وَفِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ عَذَابࣱ شَدِیدࣱ وَمَغۡفِرَةࣱ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَ ٰنࣱۚ وَمَا ٱلۡحَیَوٰةُ ٱلدُّنۡیَاۤ إِلَّا مَتَـٰعُ ٱلۡغُرُورِ)
Artinya:
“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.” [Al-Hadid/57:20]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Artinya:
“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” [Ali ‘Imrân/3:185]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ.
Artinya:
“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” [Ghâfir/40:39]
Orang yg menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya akan mendapatkan kesengsaraan yg tak bertepi, seakan dunia telah mencukupi segala hal yg menjadi kebutuhannya, seolah dunia adalah obat dari setiap keresahan dan suka duka yg selama ini dirasakan, seakan dunia menjadi solusi dari setiap masalah yang senantiasa merundungnya.
Akan tetapi dibalik semua itu, ternyata Allah menyiapkan azab yg pedih bagi budak-budak dunia yang mengejar sesuatu yg hina dan tidak bernilai di sisi Allah azza wa jalla.
Allah berfirman:
(مَن كَانَ یُرِیدُ ٱلۡحَیَوٰةَ ٱلدُّنۡیَا وَزِینَتَهَا نُوَفِّ إِلَیۡهِمۡ أَعۡمَـٰلَهُمۡ فِیهَا وَهُمۡ فِیهَا لَا یُبۡخَسُونَ. (أُو۟لَـٰۤىِٕكَ ٱلَّذِینَ لَیۡسَ لَهُمۡ فِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا۟ فِیهَا وَبَـٰطِلࣱ مَّا كَانُوا۟ یَعۡمَلُونَ)
Artinya:
“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan”. [Hud/11: 15-16]
Dunia merupakan sesuatu yang hina disisi Allah Azza wa jalla, ia tidak sama sekali bernilai bahkan tidak menambah kebesaran dan keagungan yang dimiliki oleh tuhan semesta Alam, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menggambarkan dalam sebuah hadis tentang hinanya dunia ini, Sahabat Jabir bin Abdullah meriwayatkan hadis dari beliau:
أنَّ رَسولَ اللهِ ﷺ مَرَّ بالسُّوقِ، داخِلًا مِن بَعْضِ العالِيَةِ، والنّاسُ كَنَفَتَهُ، فَمَرَّ بجَدْيٍ أَسَكَّ مَيِّتٍ، فَتَناوَلَهُ فأخَذَ بأُذُنِهِ، ثُمَّ قالَ: أَيُّكُمْ يُحِبُّ أنَّ هذا له بدِرْهَمٍ؟ فَقالوا: ما نُحِبُّ أنَّهُ لَنا بشَيءٍ، وَما نَصْنَعُ بهِ؟! قالَ: أَتُحِبُّونَ أنَّهُ لَكُمْ؟ قالوا: واللَّهِ لو كانَ حَيًّا كانَ عَيْبًا فِيهِ؛ لأنَّهُ أَسَكُّ، فَكيفَ وَهو مَيِّتٌ؟! فَقالَ: فَواللَّهِ لَلدُّنْيا أَهْوَنُ على اللهِ مِن هذا علَيْكُم.
Artinya:
“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan melewati pasar sementara banyak orang berada di dekat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau berjalan melewati bangkai anak kambing jantan yang kedua telinganya kecil. Sambil memegang telinganya Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa diantara kalian yang berkenan membeli ini seharga satu dirham?” Orang-orang berkata, “Kami sama sekali tidak tertarik kepadanya. Apa yang bisa kami perbuat dengannya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian mau jika ini menjadi milik kalian?” Orang-orang berkata, “Demi Allâh, kalau anak kambing jantan ini hidup, pasti ia cacat, karena kedua telinganya kecil, apalagi ia telah mati?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Demi Allâh, sungguh, dunia itu lebih hina bagi Allâh daripada bangkai anak kambing ini bagi kalian.” (HR. muslim:2957)
Mengejar dunia memang tak ada ujungnya, bahkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menggambarkan bagaimana kecintaan manusia terhadap dunia, nabi bersabda:
لَوْ كانَ لِابْنِ آدَمَ وادِيانِ مِن مالٍ لابْتَغى ثالِثًا، ولا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إلّا التُّرابُ، ويَتُوبُ اللَّهُ على مَن تابَ.
Artinya:
“Jika sekiranya seorang anak adam memiliki 2 lembah emas, tentu ia menginginkan lembah yg ketiganya, tidak ada yang menghalangi isi perutnya selain tanah, dan Allah menerima Taubat siapa saja yg mau bertaubat ”
HR. bukhari (6436)
Maka seyogyanya, seorang hamba yg beriman kembali merenungi firman Allah azza wa jalla dalam Al-Qur’an:
وَیَوۡمَ یَحۡشُرُهُمۡ كَأَن لَّمۡ یَلۡبَثُوۤا۟ إِلَّا سَاعَةࣰ مِّنَ ٱلنَّهَارِ یَتَعَارَفُونَ بَیۡنَهُمۡۚ
Artinya:
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa) seakan-akan tidak pernah berdiam (di dunia) kecuali sesaat saja pada siang hari, (pada waktu) mereka saling berkenalan.”
Bahwasanya, Hidup didunia ini adalah fase yang sangat singkat, jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat maka dunia hanya tempat persinggahan sementara disiang hari yg terik untuk berteduh kemudian setelah itu melanjutkan perjalanan menuju akhirat yg begitu panjang. Dengan singkatnya waktu hidup ini, hendaknya seorang manusia menjadikannya sebagai tempat mengumpulkan amal soleh yg kelak akan menemaninya dan menyertainya pada fase fase mendebarkan di kehidupan selanjutnya.
Tak ada waktu untuk berlomba mengumpulkan harta, tak ada waktu untuk berlomba meraih jabatan, tak ada waktu untuk mencari dan menjadikan secuil kehidupan dunia ini sebagai tujuan hidup yang ketika dikejar tak akan ada ujungnya …