Posisi Para Reformis di Masa Fitnah Dan Krisis (4)
Mendekati Orang Mulia dan Menjauhi si Muka Dua
Poin ini adalah pelengkap poin sebelumnya. Mampu membedakan antara kebenaran dan kebatilan saja tidaklah cukup. Tetapi harus dilanjutkan dengan menjalin korelasi baik bersama orang-orang mulia. Selain mendukung sikap mulia mereka, kita juga bisa mengajak mereka bekerja sama dalam kebaikan dan takwa, memperluas jaringan pembela kebenaran, sekaligus bersama melawan gerakan para pengusung kebatilan. Bahkan, orang awam bisa saja menjadi pendukung yang menguatkan posisi dan sikap seorang alim besar. Kita dapat melihatnya dalam kisah Imam Ahmad dengan seorang pedalaman yang bernama Jabir ibn Amir. Saat Imam Ahmad digiring menuju pusat khilafah, di tengah jalan orang awam ini berkata pada beliau, “Anda adalah imam kaum muslimin, maka tetaplah pada pendirianmu.”
Fitnah yang sedang membara perlu segera dipadamkan. Maka strategi mengahadapinya harus bersinergi dengan prakarsa. Cara ini bisa diterapkan dengan mengajak khalayak ramai agar tetap tenang dan konsisten, serta tidak terburu-buru mengeluarkan pernyataan atau mengambil tindakan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. al-Hujurat: 6)
Penting juga menjelaskan kebenaran dan urgensi istikamah padanya serta mengungkap kebatilan beserta para pengusungnya. Langkah darurat ini insya Allah mampu memadamkan fitnah untuk sementara waktu. Untuk ke depannya perlu dipikirkan strategi jangka panjang. Bisa berupa proyek seumur hidup, baik personal maupun kolektif yang tidak akan terpengaruh dengan berbagai krisis yang melanda. Dengan demikian, potensi kaum muslimin tidak habis dalam pertahanan atau pembelaan saja, melainkan bisa dikerahkan untuk membangun proyek-proyek strategis dalam reformasi, dakwah, sekaligus membela kebenaran dan melawan kebatilan.
Dakwah dan Serangan Bertubi-tubi atas Pengusung Kebatilan
Para pengusung kebatilan harus diserang dengan bertubi-tubi dan kontinu. Proyek westernisasi dan perusakan umat yang mereka klaim telah tuntas, harus dibongkar kembali dengan cara-cara jitu. Inilah pembelaan yang dianjurkan Islam. Allah Ta’ala berfirman:
Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam. (QS. al-Baqarah: 251)
Disamping serangan tiada henti terhadap para penjaja kebatilan, dakwah juga harus terus berjalan. Dengan inovasi proyek-proyek dakwah strategis dan prakarsa jitu yang variatif serta berkesinambungan akan tercipta peluang besar tersebarnya kebaikan. Kesempatan partisipasi dan investasi dalam kebaikan bagi berbagai pihak juga terbuka lebar. Inilah cara paling jitu untuk memerangi kebatilan sekaligus mengembangkan dakwah.
Meningkatkan Wacana Dakwah
Al-Quran adalah sumber wacana utama bagi dakwah dan ishlah/reformasi. Tadabbur Al-Quran tentang eksperimen dakwah para rasul Allah sangat membantu dalam memperkuat topik-topik dakwah. Masih banyak wacana penting dalam Al-Quran yang terlupakan atau belum dikaji sebagaimana mestinya. Misalnya topik tentang budaya hak asasi. Di era kontemporer, topik seperti ini sangat menarik untuk dikemukakan. Dunia kita telah disibukkan dengan tuntutan, pengacara, pengadilan banding, organiasi dan lembaga hak asasi manusia, dsb. Sudah saatnya dunia hukum dan hak asasi diwarnai dengan wacana Qurani. Masih banyak topik menarik lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan serta memperbaharui wacana dan sarana dakwah.
Analisa Ilmiah dan Profesional terhadap Berbagai Peristiwa Penting
Apa yang terjadi hari ini, besok akan berubah menjadi sejarah. Jika generasi yang hidup saat ini sangat haus akan analisis ilmiah yang valid terhadap berbagai peristiwa yang terjadi, apatah lagi dengan generasi mendatang yang tidak menyaksikan langsung atau mengalami peristiwa tersebut. Dengan mengetahui fakta sejarah, setiap generasi dapat mengambil pelajaran berharga. Agar dakwah tidak jalan di tempat, atau generasi berikutnya hanya mengulangi eksperimen umat terdahulu dengan semua kekurangan dan kekeliruannya, sehingga tiada perbedaan antara mereka kecuali tempat dan waktu. Maka setiap periode hendaklah menyusun analisis ilmiah yang profesional, sebagai dokumentasi ilmiah tentang realita dakwah di setiap era.
Perang Media
Tidak salah jika dikatakan bahwa zaman ini adalah era perang media dengan berbagai perangkat dan teknologi mutakhirnya. Pengaruh media sangat besar bagi perkembangan dunia. Karenanya wajib bagi para pembela kebenaran untuk memanfaatkannya sebagai senjata ampuh dalam konfrontasi dahsyat. Sarana yang ada dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sembari mencari inovasi baru yang lebih berpengaruh. Jejaring sosial bisa menjadi salah satu alternatif untuk menyampaikan dakwah atau memebongkar kebatilan. Bahkan terkadang lebih menguntungkan daripada pusat media massa milik pihak lain yang biasanya lebih merugikan atau berusaha memanipulasi kesepakatan.
Di sinilah terlihat urgensi kerjasama antara sesama aktivis Islam. Ulama dan intelektual berpartisipasi dengan ilmu dan pemikiran. Jurnalis bertugas mencari ide dan menyusun strategi. Para pengusaha mendukung dengan hartanya. Perusahaan media menjadi mercusuar dakwah. Lembaga riset mengajukan eksperimen dan langkah-langkah strategis demi mempersingkat proses kerja dakwah. Dengan demikian semua potensi bersatu saling berkooperasi dalam kebaikan dan takwa. Selanjutnya media massa islami berusaha mempersempit ruang gerak media kiri yang senantiasa menebar kebatilan, mendistorsi kebenaran dan menyesatkan publik.
Selalu Optimis dan Berprasangka Baik kepada Allah Ta’ala
Senantiasa optimis dalam segala kesempatan dan kondisi, terutama ketika cobaan dan ujian menimpa adalah manhaj para rasul dan pengikut mereka. Lihatlah Nabi Nuh ‘alaihissalam, sebagai rasul yang pertama kali diutus oleh Allah, beliau telah membuktikan kesabaran dan prasangka baik yang tiada taranya. Padahal masa dakwahnya sangat panjang, sampai akhirnya kaumnya dimusnahkan dengan banjir bandang. Allah Ta’ala berfirman:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim. (QS. Nuh: 14)
Bahkan beliau telah mencoba segala macam cara dalam berdakwah, baik dengan cara terang-terangan dan diam-diam, di saat siang dan waktu malam.
Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai penutup para nabi, juga telah memberikan teladan terbaik dalam optimisme tinggi dan prasangka baik kepada Allah. Ini terlihat jelas ketika orang-orang kafir Quraisy mengepungnya di Gua Tsur, beliau justru memberi semangat kepada sahabatnya:
Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita. (QS. at-Taubah: 40)
Sebab, beliau sangat yakin dengan pertolongan Allah:
Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan jangan sekali-kali orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. (QS. ar-Ruum: 60)
Perjalanan hidup Rasulullah penuh dengan teladan baik dalam optimisme dan prasangka baik kepada Allah. Pada Perang Ahzab, di mana kaum muslimin dikepung oleh musuh dari segala penjuru dan mereka sangat ketakutan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam malah berjanji bahwa kelak mereka akan menaklukkan Syam, Persia, dan Yaman. Setelah perang berakhir dan pasukan musuh lari tungang-langgang membawa kekalahan, beliau kembali memberi kebar gembira kepada kaum muslimin saat itu: “Sejak saat ini kitalah yang akan menyerang, dan mereka tidak akan mampu lagi menyerang kita.” Dalam riwayat lain ditambahkan: “Mendengar ini kaum muslimin sangat riang gembira.” [i] Benar saja, sejak saat itu kaum Kuffar Quraisy tidak pernah lagi datang menyerang Madinah.
Di antara Nabi Nuh dan Nabi Muhammad alaihimassalam, ada Nabi Musa alaihissalam, yang dengan keyakinan tinggi menjanjikan kemenangan dan kejayaan bagi kaumnya di saat mereka lemah dan tertindas.
Musa berkata kepada kaumnya: “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa”.
Kaum Musa berkata: “Kami telah ditindas (oleh Firaun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang.” Musa menjawab: “Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khafilah di bumi(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu.” (QS. al-A’raaf: 128-129)
Benar saja, akhirnya janji Allah terealisasi dan prasangka baik Nabi Musa ‘alaihssalam benar-benar terjadi.
Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah tertindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. (QS. Al-A’raaf: 137)
Pengikut para rasul hendaklah senantiasa menghembuskan angin optimisme pada setiap saat, utamanya ketika jiwa kaum muslim ditimpa nestapa atau putus asa yang menyerang silih berganti. Hendaklah umat ini selalu diingatkan kepada Allah Sang Pencipta, dan bahwa tiada yang terjadi di dunia ini kecuali dengan seizin-Nya.
Bersambung…[ii]
[i] Fath al-Bari, jilid VII, h, 397
[ii] Artikel ini adalah terjemahan dari artikel berjudul (أين مواقع المصلحـين حين الشدائد والفتن), karya Prof. DR. Sulaiman bin Hamd al-‘Audah. Sumber: https://www.albayan.co.uk/mobile/MGZarticle2.aspx?ID=3150