Koleksi Berkah Ramadan 1

Ramadhan, Momen Mengalap Berkah Sesuai Sunnah
Sudah menjadi kebiasaan orang-orang soleh sejak dahulu kala mencari berkah di setiap tempat, masa dan dari amalan yang sesuai dengan sunnah dan petunjuk Nabi shallallahu alaihi wasallam. Sebab, mencari berkah dari semua sumber yang tidak berdasarkan petunjuk beliau, justru akan membawa petaka di dunia atau di akhirat nantinya. Sungguh merugi orang yang saat di dunia banyak beramal, namun kelak semuanya terbuang sia-sia. Allah Azza wa Jalla berfirman:
{وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا} [الفرقان: 23]
“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23).
Menyambut Ramadhan dengan Suka Cita
Ketika bulan Ramadhan tiba, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberi kabar gembira kepada para sahabat beliau. Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, tatkala Ramadhan tiba, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا، فَقَدْ حُرِمَ”.
“Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang penuh berkah, Allah Azza wa Jalla mewajibkan kepadamu berpuasa. (Pada bulan Ramadhan) pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, sedang setan-setan dibelenggu. Di dalamya ada satu malam yang lebih mulia dari seribu bulan, barang siapa yang tidak mendapat kebaikannya, maka ia benar-benar rugi.” (Hadits shahih Riwayat Ahmad dan Nasa’i).
Dalam Riwayat lain dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلِكَ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ.
dan Allah membebaskan orang-orang dari neraka, dan (pembebasan) tersebut terjadi di setiap malam (bulan Ramadhan). (Hadist shahih riwayat Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Lihatlah, betapa banyak kebaikan dan berkah yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada kita di bulan Ramadhan, semuanya bertujuan memotivasi kita agar semangat membebaskan diri dari nereka dan meniti jalan terus melaju menuju surga.
Mu’alla bin Fadhl rahimahullah berkata: Adalah kebiasaan mereka (para salafus sholeh) berdoa kepada Allah Ta’ala selama enam bulan agar diberi kesempatan bertemu Ramadhan, dan (setelah Ramadhan berlalu) mereka berdoa kepada Allah selama enam bulan berikutnya agar semua amal ibadahnya diterima. (Lihat, Ibnu Rajab, Lathaif al Ma’arif, hal 209).
Betapa besar harapan mereka agar senantiasa bertemu dengan bulan Ramadhan, demi meraih berkah-berkah mulia di dalamnya. Ketika Ramadhan tiba mereka mengisinya semaksimal mungkin dengan puasa, qiyamullail, tilawah dan tadarus Al-Qur’an, serta memerbanyak amal sholeh yang beraneka ragam. Kemudian setelah Ramadhan berlalu, mereka senantiasa berdoa agar semua amal ibadah dan amal baiknya diterima oleh Allah Azza wa Jalla.
Satu saja dari kebaikan yang kita lakukan diterima Allah Ta’ala maka itu sudah merupakan keuntungan yang tak terhingga, sebab itu artinya kita termasuk orang yang bertakwa. Allah Ta’ala berfirman:
{إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ}
“Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27).
BERKAH-BERKAH RAMADHAN
- Berkah persiapan.
Sudah menjadi sunnatullah yang diamini semua manusia, bahwa segala usaha dan karya butuh persiapan yang baik agar hasil yang dicapai juga baik dan memuaskan.
Untuk menjaga keamanan dan kedamaian negara dari serangan musuh, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk mempersiapkan pertahanan semaksimal mungkin di semua lini, paling tidak dengan persiapan tersebut musuh menjadi gentar. Firman Allah Azza wa Jalla:
{وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ}
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. (QS. Al-Anfal: 60).
Mengetahui tanda-tanda kiamat baik, tetapi yang lebih utama adalah memersiapkan diri dengan memerkuat iman dan memperbanyak amal sholeh. Jangan samai sibuk mempelajari dan berdebat tentangnya jutru melalaikan kita dari hal yang lebih utama, karena belum tentu kita hidup sampai mendapatkan tanda-tanda tersebut. Apalagi ada kiamat kecil yang pasti mendatangi kita semua, yakni kematian.
Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; “Kapankah hari Kiamat terjadi wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “Apa yang telah kau persiapkan untuknya?” laki-laki itu menjawab; “Aku belum mempersiapkan banyak, baik itu shalat, puasa ataupun sedekah, namun aku hanya mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Beliau bersabda: “Kamu akan bersama dengan orang yang kamu cintai.” (HR. Bukhari).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengarahkan sahabat tersebut untuk lebih memperhatikan persiapan menghadapi kiamat jika terjadi.
Sya’ban pintu Gerbang Memasuki Ramadhan
Sya’ban adalah bulan persiapan menghadapi Ramadhan, itulah sebabnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah puasa sunnah di bulan lain sebanyak puasa beliau di bulan Sya’ban.
Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Saya tidak (pernah) melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa satu bulan penuh selain di bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa (sunnah) sebanyak puasa beliau di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sahabat Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam alasan beliau banyak berpuasa di bulan Sya’ban, maka beliau menjawabnya: “Bulan (Sya’ban) itu adalah bulan yang sering dilupakan manusia, (bulan) yang berada antara Rajab dan Ramadhan, di bulan ini amalan dingkat kepada Rabbul Alamin Azza wa Jalla, dan aku senang jika amalanku diangkat saat aku berpuasa.” (Hadits hasan, riwayat Ahmad).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa berpuasa di bulan Sya’ban menjadi afdhal dengan beberapa alasan:
- Bahwa bulan Sya’ban adalah bulan yang sering dilupakan kaum muslimin untuk berpuasa sunnah karena terletak di antara Rajab (salah satu bulan haram) dan Ramadhan (bulan penuh berkah). Padahal beribadah di saat atau tempat orang-orang lalai menjadi lebih mulia.
Karenanya, ulama kita menganjurkan banyak berzikir ketika memasuki pasar, karena di tempat ini umumnya manusia lalai dari berzikir kepada Allah Ta’ala.
Begitu pula fokus beribadah di saat fitnah dan kekacauan terjadi, pahalanya setara dengan hijrah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sebab di masa-masa seperti ini mayoritas manusia sibuk dengan keselamatan dirinya, dan lalai dari beribadah kepada Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«الْعِبَادَةُ فِي الْهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ»
“Beribadah di masa haraj (fitnah kekacauan terjadi) sama seperti hijrah kepadaku.” (HR. Muslim).
- Di bulan ini, amal ibadah manusia diangkat dan dihadapkan kepada Allah Azza wa Jalla, maka alangkah mulianya ketika laporan amalan diangkat, kita sedang dalam kondisi beribadah.
- Puasa sunnah di bulan Sya’ban sama seperti shalat sunnah rawatib.
Jika shalat fardhu lima kali sehari semalam diiringi sholat sunnah rawatib qabliah(sebelum) dan ba’diah (sesudah), maka puasa Ramadhan juga memiliki sunnah qabliah yakni puasa sunnah di bulan Sya’ban dan sunnah ba’diah yakni puasa enam hari di bulan Syawal. Ibadah-ibadah sunnah ini berfungsi menambal dan menutupi kekurangan dari ibadah fardhu yang diiringinya.
Imam Ibnu Rajab al-Hanbali berkata: “Puasa sunnah di bulan Sy’aban lebih afdhal dari puasa sunnah di bulan-bulan haram, puasa sunnah yang lebih afdhal adalah yang melekat dengan puasa Ramadhan, sebelum atau sesudahnya, sama kedudukannya dengan shalat sunnah rawatib qabliah dan ba’diah yang berfungsi sebagai penyempurna bagi shalat fardhu. Demikianlah juga dengan puasa sunnah sebelum dan sesudah Ramadhan.” (Lihat, Lathaif al-Ma’arif, hal. 190).
Tapi perlu diingat, bahwa makruh hukumnya berpuasa sunnah pada tanggal 29 Sya’ban, juga pada hari syak (30 Sya’ban), kecuali bagi orang yang terbiasa berpuasa pada hari tertentu (misalnya hari Senin atau Kamis) yang bertepatan dengan tanggal 29 dan 30 Sya’ban, maka tidak mengapa ia berpuasa pada hari itu. Jika seseorang berpuasa di hari 30 Sya’ban dengan niat ihtiyath (berhati-hati) karena khawatir hari itu adalah bagian dari Ramadhan, maka hukumnya haram.