Konsep Pendidikan Nabawi
Salah satu konsekuensi syahadat atau persaksian kita ialah meyakini bahwa apa yang datang dari Muhammad shallallahu alaihi wasallam selaku utusan Allah itu yang terbaik bagi umat manusia. Tak luput dalam urusan pendidikan, baik di dalam keluarga maupun di sekolah. Konsep pendidikan yang ditawarkan oleh Allah dan RasulNya sepatutnya menjadi acuan kita dalam menjalankan pendidikan.
Allah berfirman dalam QS. Al Jumuah: 2:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ آياتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ
“Dialah yang telah mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul dari kalangan mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan kitab dan hikmah (sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelum itu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Terpampang jelas dalam ayat di atas tugas Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam mendidik umat manusia. Tugas ini telah beliau emban dengan sebaik-baiknya sehingga lahir generasi terbaik sepanjang masa. Keberhasilan pendidikan yang patut mendapat perhatian untuk kita terapkan dalam pendidikan kita di masa ini.
Secara ringkas konsep itu terdiri atas tiga tahap; tilawah, tazkiyah, dan taklim.
Tilawah
Tilawah atau membacakan ayat dijadikan oleh Allah sebagai tugas pertama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ini tidak berlebihan, karena ayat-ayat al-Quran ibarat fondasi atau akar dalam sebuah bangunan atau pohon. Semakin kuat dan kokoh dasar ini maka akan semakin kuat pula bangunan serta batang yang ada di atasnya.
Bacaan al-Quran itu melembutkan hati yang tadinya keras, membawa pembacanya kepada sebuah ketenangan, bahkan menyembuhkan hati dan fisik yang sakit. Bacaan al-Quran berbeda dengan bacaan lainnya, tentu karena ia adalah firman atau kalam Allah ta’ala, media di mana kita bisa berinteraksi dengan Rabb yang menciptakan kita. Belum lagi kandungannya yang sarat dengan ajaran tauhid yang mengajak kita hanya bergantung kepada Allah semata, Allah yang Mahakuat dan Mahakuasa atas segala sesuatu.
Bisa kita pahami sekarang, anak kita atau peserta didik kita yang hatinya bersih, sehat, dan tenang, dengan izin Allah akan dapat belajar dengan lebih baik. Karena pada dasarnya hati inilah yang sangat menentukan baik dan tidaknya organ tubuh lainnya, termasuk otak, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
أَلاَ وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً: إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ القَلْب
“Ingatlah! Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada sepotong daging, jika ia baik, maka akan baik pula seluruh tubuhnya. Dan jika ia rusak, maka akan rusak pula seluruh tubuhnya. Ingatlah! Bahwa daging itu ialah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karenanya, harus ada aktivitas tilawah di dalam rumah kita, untuk kita dan anak-anak kita. Lembaga-lembaga pendidikan juga harus menjadikan al-Quran sebagai materi ajar pertama.
Tazkiyah
Tahapan kedua dalam pendidikan ala Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ialah tazkiyah atau penyucian jiwa. Jiwa manusia itu unik, sehingga Allah bersumpah dengannya dalam salah satu suratNya:
وَنَفْسٍ وَما سَوَّاها (7) فَأَلْهَمَها فُجُورَها وَتَقْواها (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاها (9) وَقَدْ خابَ مَنْ دَسَّاها (10)
“Dan demi jiwa serta penyempurnaan ciptaannya, lalu Allah ilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 7-10)
Tazkiyah merupakan tahapan yang sangat penting, terlebih di zaman kita yang penuh dengan propaganda kemaksiatan. Tazkiyah berarti membersihkan jiwa dari noda syirik serta sikap durhaka kepada Allah. Menjauhkan jiwa kita dan jiwa anak kita dari memandang gambar porno yang terlarang, mengakses situs yang memancing birahi, atau melakukan tindakan asusila yang jelas-jelas diharamkan dalam Islam.
Kemaksiatan seperti di atas itu candu, orang akan ketagihan untuk terus melakukannya. Alhasil, otaknya akan terus dihinggapi pikiran kotor sehingga tidak dapat berpikir jernih, merancang masa depan, dan tidak memiliki ketertarikan untuk mendalami ilmu pengetahuan. Islam sudah menawarkan konsep tazkiyah ini agar dampak negatif tersebut tidak menjangkiti umatnya. Allah mensyariatkan ghaddul bashar (menundukkan pandangan) dan menjaga kemaluan. Allah juga melarang kita mendekati zina dengan bentuk apapun. Dan secara umum melarang kita untuk berbuat maksiat yang hanya akan menjadi noda hitam di hati pelakunya.
Kita perlu penjagaan ekstra di era internet saat ini. Sebagai orang tua kita harus dekat dengan dunia anak kita, membangun komunikasi yang baik, sehingga kita mudah mengontrol apa yang dilakukannya, memberi nasihat saat ada indikasi ia mengakses pornografi. Indikasi itu antara lain: Sering berlama-lama di kamar mandi, sering berkhayal, sulit konsentrasi, prestasi akademik menurun, suka menyendiri, berkelakuan jorok seperti memegang alat vital orang lain, dan lain-lain.
Taklim
Pengajaran ilmu mendapat posisi yang ketiga dalam konsep pendidikan ini. Allahu A’lam, di antara hikmahnya ialah bahwa ilmu yang dibangun di atas tilawah dan tazkiyah akan menjadi ilmu yang bercahaya, berberkah, dan tentunya akan digunakan dalam kemaslahatan. Hal ini telah dibuktikan oleh generasi terbaik umat ini, dengan motivasi qurani para ilmuwan muslim unggul dalam banyak bidang dengan penemuan-penemuan yang selanjutnya menjadi rujukan dan embrio lahirnya teknologi modern.
Sangat berbeda dengan apa yang kita alami saat ini. Pengajaran hanyalah pengajaran, tidak lebih dari sekedar pengetahuan belaka, jauh dari pengamalan dan rasa bahwa ilmu tersebut dari dan untuk Allah semata. Selain itu, ada semacam pemahaman bahwa ilmu dunia tidak ada kaitannya dengan Allah dan agamanya, sehingga merasa tidak perlu diatur dengan agama.
Konsep pendidikan nabawi di atas sudah saatnya kita hadirkan kembali ke dalam rumah dan sekolah kita, agar terlahir kembali generasi saleh salehah yang menjadikan ilmu pengetahuan sebagai sarana dalam mendekatkan diri kepada Allah.