Koleksi Berkah Ramadan 2
Ramadhan, Momen Mengalap Berkah Sesuai Sunnah (02)
- Berkah menjaga kebersamaan dan merajut ukhuwah.
Momen yang kerap kali menimbulakn perbedaan, perdebatan dan mungkin perselisihan adalah saat menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan.
Untuk menghindari perbedaan tersebut, Allah dan Rasul-Nya telah menentukan metode mudah dan bisa dilakukan oleh seluruh kaum muslimin di manapun mereka berada di sepanjang masa, yakni rukyatul hilal (melihat hilal awal bulan) dengan mata kepala saja atau dibantu dengan teleskop dan alat bantu rukyah lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Berpuasalah karena melihat (hilal), dan berbukalah (sudahi puasa) karena melihatnya, jika terhalang (sehingga tidak terlihat), maka sempurnakanlah bulan Sya’ban 30 (hari).” (HR. Bukhari).
Al-Qur’an menjelaskan fungsi bintang-bintang, yakni sebagai perhiasan di langit, pelempar setan yang mecuri berita dari langit, dan sebagai petunjuk jalan bagi musafir. Sedangkan untuk menetukan waktu ibadah, bulanlah yang menjadi patokan. Firman Allah Ta’ala:
{يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ} [البقرة: 189]
“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan sabit). Katakanlah: bulan sabit itu tanda-tanda waktu bagi manusia dan (ibadah haji).” (QS. Al-Baqarah: 189).
Inilah cara mudah versi syariat Islam dalam menentukan awal dan akhir bulan-bulan hijriah, termasuk di dalamnya waktu berbagai ibadah penting, seperti haji dan puasa Ramadhan. Jika kesaksian seseorang yang melihat hilal ditolak pemerintah resmi yang amanah, atau ada pendapat lain tentang awal masuk dan akhir puasa Ramadhan, maka semuanya diimbau untuk legowo dan tetap berpuasa bersama jamaah kaum muslimin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Puasa Ramadhan adalah saat kalian (semua) berpuasa, dan (hari ‘ied) fitri adalah saat kalian semua (ber’ied) fitri, dan hari berkurban (Iedul Adha) adalah di saat kalian semua berkurban.” (Hadits shahih riwayat Abu Daud & Ibnu Majah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda: “Kami adalah umat yang ummy, tidak menghitung (ilmu perbintangan) dan tidak menulis, bulan itu seperti ini (beliau membentangkan kesepuluh jarinya) tiga kali, dan melipat jari induk di kali ketiga.” (Hadits shahih riwayat Ahmad dan Nasa’i).
Hadits ini menegaskan bahwa semua bulan hijriah pada dasarnya berjumlah 29 hari, tetapi jika hilal awal bulan berikutnya tidak terlihat, maka bulan sebelumnya disempurnakan 30 hari. Untuk menentukan awal setiap bulan menggunakan metode rukyatul hilal bukan menggunakan ilmu perbintangan dan yang lainnya.
Bersatu bersama pemerintah dan jama’ah kaum muslimin dalam segala urusan, apalagi ibadah jama’iah adalah tujuan utama syariat Islam yang harus selalu dijaga dan dilestarikan. Karena “perbedaan dan perselisihan (dalam masalah agama) itu buruk”, sebagaimana ditegaskan sahabat mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. (Lihat, Sunan Abu Daud, juz II, hal. 199).
- Berkah Kemudahan Syariat Islam.
Sesunggunya syariat Islam ini mudah. Kemudahan itu kita saksikan via keringanan-keringanan yang diberikan dalam berbagai aspek ibadah dan muamalah, bahkan dalam rukun Islam itu sendiri banyak kemudahan; zakat dan haji hanya diwajibkan bagi yang memiliki kemampuan. Shalat bisa dijamak dan diqashar bagi musafir, boleh dilaksanakan sambil duduk atau berbaring bagi orang yang sakit. Begitu pula dengan puasa Ramadhan.
Bagi muslim & muslimah yang memiliki uzur secara permanen, sehingga selama sisa hidupnya tidak lagi mampu berpuasa, maka mereka boleh tidak berpuasa dan menggantinya dengan membayar fidyah. Seperti tua renta, orang sakit dan tidak ada harapan sembuh lagi, atau punya penyakit permanen yang jika berpuasa penyakitnya bertambah parah.
Sedang bagi muslim & Muslimah yang memiliki uzur temporal, mereka boleh meninggalkan puasa saat ada uzur, dan mengqadha’ puasa yang ditinggalkan saat uzurnya hilang, seperti musafir dan orang sakit yang merasa berat berpuasa, juga wanita hamil dan menyusui.
Alhamdulillah, sungguh indah agama ini yang menuntun pemeluknya menuju surga melalui berbagai ibadah dan ketaatan, tetapi tetap memperhatikan kondisi manusia yang tidak selamanya sehat, tidak selamanya mampu melakukannya.
- Berkah sahur dan berbuka puasa.
Bagi seorang muslim, sahur membawa banyak berkah baik di dunia maupun akhirat; yang paling utama adalah mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang dengannya curahan pahala terus mengalir. Dengan bersahur ia menjadi kuat dan semangat menjalankan ibadah puasa. Sengaja bangun di waktu yang pernuh berkah ini memotivasinya untuk berzikir, berdoa atau shalat di akhir malam. Bagi yang belum sempat berniat, sahur menjadi kesempatan untuk memastikan niat puasa.
Semua berkah ini, terangkum dalam hadits Nabi kita yang singkat dan padat. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«تَسَحَّرُوا، فَإِنَّ فِي السُّحُورِ بَرَكَةً»
“Bersahurlah kamu, sesungguhnya di sahur itu (ada) berkah.” (Muttafaq alaihi).
Berkah itu terus mengalir sampai seorang muslim berbuka puasa:
- Menyegerakan berbuka.
Dengan menyegerakan berbuka puasa begitu azan berkumandang, maka berbagai kebaikan akan diraih. Selain menaati ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang membawa pahala, mengakhiri berbuka sampai malam berarti menyerupai ahlul kitab dan beberapa sekte menyimpang seperti syi’ah rafidhah, yang mengakhirkan berbuka puasa sampai munculnya bintang di langit.
Segera berbuka puasa akan memberi kesegaran bagi tubuh dan kekuatan sebagai modal untuk qiyamullail dan aktifitas lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Senantiasalah manusia dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka (puasa).” (Muttafaq alaihi)
- Waktu doa mustajab.
Saat berbuka adalah salah satu waktu istijabah doa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya orang yang berpuasa ketika berbuka memiliki doa yang tidak tertolak.” (Hadits hasan riwayat Ibnu Majah).
- Peluang melipatgandakan pahala puasa.
Selain mendapatkan pahala dari puasanya sendiri, seorang muslim juga berpeluang melipatgandakan pahalanya dengan memberi pembuka puasa bagi orang lain yang berpuasa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang memberi pembuka bagi orang yang berpuasa, maka ia mendapatkan pahala seperti orang itu, tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun.” (Shahih, riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Dengan banyaknya berkah saat bersahur dan berbuka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa seorang muslim mendapat dua kebahagiaan; pertama, merasakan kebahagiaan tiada tara saat berbuka puasa. Kedua, saat nanti ia bertemu dengan Allah Azza wa Jalla ia mendapat pahala yang tiada tara.
- Berkah Lailatul Qadr.
Tiada malam yang lebih mulia sepanjang tahun, yang berlimpahan berkah tak terhingga selain malam lailatul qadr. Limpahan berkah itu tertuang dalam beberapa keutamaan berikut:
- Malam diturunkannya Al-Qur’an.
Pada malam ini diturunkan kitab suci Al-Qur’an dari lauh mahfuzh ke Baitul izzah di langit dunia. Kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam secara berangsur-angsur. Al-Qur’an adalah kitab suci paling mulia, dibawa oleh Malaikat yang yang paling mulia (Jibril alaihissalam), diturunkan kepada nabi yang paling mulia, yakni nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, di malam yang paling mulia yakni malam lailatul qadr.
Maka, membaca, memahami, mentadabburi dan mengamalkan Al-Qur’an di bulan ini pahalanya pastilah berlipat ganda.
- Lebih mulia dari 1000 bulan.
Malam ini lebih mulia dari waktu 1000 bulan lamanya, dan pahala amal ibadah di dalamnya juga lebih baik dari amalan sunnah selama 1000 bulan lamanya. Barang siapa mendapat taufik beribadah di malam ini, maka sama saja ia mendapat pahala lebih baik dari beribadah 83 tahun lamanya.
- Pengampunan dosa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang qiyam lailatul qadr dengan penuh keimanan dan hanya mengharap pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari).
Qiyam di sini berarti shalat sunnah, juga mencakup semua ibadah lainnya, seperti membaca Al-Qur’an, berzikir, berdoa. Berkah ini didapat oleh orang yang mengisi malam dengan ibadah, baik ia mengetahui bahwa malam itu lailatul qadr atau tidak.
Saat menyambut bulan Ramadhan dituntut adanya persiapan maksimal, maka begitu pulalah persiapan menyambut malam lailatu qadr. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberi suri teladan bagi kita dalam hal ini. Beliau melakukan berbagai persiapan maksimal. Seperti:
- Konsisten beri’tikaf di masjid pada 10 akhir Ramadhan.
- Bersunggungh-sungguh dalam mengisi seluruh malam 10 akhir ramadhan dengan ibadah.
- Membangunkan keluarganya untuk shalat dan beribadah.
Ummul mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan: “Jika sepuluh akhir Ramadhan masuk, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari & Muslim).
Beliau juga meriwayatkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa beri’tikaf di sepuluh akhir Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau, kemudian sepeninggal beliau istri-istrinya tetap beri’tikaf.” (HR. Bukhari & Muslim).
Lakukanlah semua persiapan untuk dapat fokus beribadah di malam-malam 10 akhir Ramadhan, khususnya malam ganjil, terutama beri’tikaf di masjid. Ketika beri’tikaf, maka usahakanlah untuk menyendiri dan fokus beribadah sampai saat sahur tiba, sampai kita yakin sudah mengisi seluruh malam ini dengan beribadah dan berdoa kepada Allah Ta’ala.
Berkah-berkah Ramadhan tidak berhenti di sini. Setelah rangkaian ibadah puasa selesai, pada malam ‘iedul fitri kita diwajibkan membayar zakat fitrah dan membagikaannya kepada kaum fakir miskin, agar kebahagiaan tersebar di jiwa setiap muslim-muslimah. Supaya rasa kemenangan dinikmati oleh semua yang telah bersungguh-sungguh menjalankan ibadah puasa dan qiyam Ramadhan, sampai selesai dengan sempuran.
Walhamdulillah, wallahu a’lam.