Husnuzzhan Alias Baik Sangka
Husnuzzhan Alias Baik Sangka
Suatu hari seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, istriku telah melahirkan anak yang berkulit hitam”, Beliau bertanya, “Apakah kamu memiliki beberapa ekor unta?”, Lelaki itu menjawab, “Iya wahai Rasulullah”. Beliau lalu melanjutkan bertanya, “Apa saja warna kulitnya?” Ia menjawab, “Merah”, beliau bertanya lagi, “Apakah di antara unta itu ada yang berkulit keabu-abuan?”, lelaki itu menjawab, “Ada wahai Rasulullah”. Rasulullah lantas kembali bertanya, “Kenapa bisa seperti itu?” Lelaki itu menjawab, “Mungkin itu karena faktor keturunan”, Maka Rasulullah berkata, “Mungkin anakmu juga seperti itu (yaitu karena faktor keturunan)”. (HR. Bukhari No. 4893).
Jika kita mencermati kisah di atas, ada hal tersirat yang ingin diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada lelaki penanya tersebut sekaligus menjadi pelajaran bagi seluruh umatnya, yaitu berbaik sangka atau husnuzzhan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan pengajarannya yang sangat santun dan mendidik berusaha untuk memalingkan lelaki itu dari prasangka buruk terhadap istrinya, sehingga beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengiaskan apa yang terjadi pada anaknya dengan anak-anak unta yang dimilikinya.
Husnuzzhan adalah salah satu sikap terpuji yang disyariatkan di dalam agama islam yang merupakan lawan dari suuzan atau berburuk sangka. Adapun definisi husnuzzhan yaitu suatu bentuk sikap penguatan sisi kebaikan atas sisi keburukan terhadap suatu hal. (Lihat: Nadratun Naim, 5/1797). Dan ia termasuk salah satu amalan-amalan hati. Di dalam Al Qur’an, Allah subhanahu wata’ala memperingatkan hamba-hambaNya untuk menjauhi sikap suuzzhan yang juga secara tidak langsung Allah memerintahkan sebaliknya yaitu husnuzzhan. Allah ta’ala berfirman:
لَوْلَآ اِذْ سَمِعْتُمُوْهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بِاَنْفُسِهِمْ خَيْرًاۙ وَّقَالُوْا هٰذَآ اِفْكٌ مُّبِيْنٌ
“Mengapa orang-orang mukmin dan mukminat tidak berbaik sangka terhadap kelompok mereka sendiri, ketika kamu mendengar berita bohong itu, dan berkata, “Ini adalah (berita) bohong yang nyata?” (QS. An Nur: 12).
Ibnu ‘Asyur berkata, “Pada ayat ini terdapat peringatan bahwa jika seorang mukmin mendengar sebuah berita tentang saudaranya, maka (untuk mengambil sebuah kesimpulan atas berita tersebut) hendaknya ia berlandaskan kepada perasangka dan bukan kepada keraguan, lalu kemudian ia melihat dan memperhatikan tanda-tanda serta kesesuaian berita yang ia dengarkan itu. Jika yang disandarkan kepada seseorang yang dikenal dengan kebaikannya adalah keburukan, maka seharusnya ia berperasangka bahwa itu hanyalah tuduhan sampai ia mendapatkan bukti yang nyata (Lihat: At Tahrir wa at-Tanwir, 18/174-175).
Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إياكم والظن، فإن الظن أكذب الحديث
“Jauhilah dari kalian perasangka, sebab perasangka itu adalah ungkapan yang paling dusta” (HR. Al Bukhari No. 4747).
Imam Al-Qurthubi berkata, “Yang dimaksudkan dengan prasangka dalam hadis tersebut yaitu tuduhan tanpa sebab, seperti halnya ketika seseorang dituduh melakukan perbuatan keji tanpa bukti dan tanda yang menguatkannya.” (Lihat: Fathul Bari, 10/481).
Sementara Imam An Nawawi mengatakan bahwa di hadis ini terdapat larangan berburuk sangka. (Lihat: Syarah Sahih Muslim li an-Nawawi, 16/119).
Tidak dipungkiri bahwa pertikaian ataupun permusuhan yang terjadi di tengah masyarakat di antara sebab utamanya adalah prasangka buruk antara mereka. Inilah satu dari sekian dampak negatif dari perasangka buruk yang darinya lahir kebencian antar sesama. Wal’iyadzubillah.
Beda halnya dengan husnuzzhan yang tidak mendatangkan kecuali kebaikan, oleh karena itu ulama kita menyebutkan beberapa faedah dari sikap husnuzzhan, di antaranya:
- Husnuzzhan merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang yang senantiasa menghiasi dirinya dengan sikap mulia tersebut, sehingga tidaklah seseorang berprasangka kepada saudaranya seiman kecuali prasangka baik.
- Husnuzzhan menjadi wasilah untuk menutup pintu-pintu fitnah dan keburukan lain yang berasal dari bisikan syaithan, karena pada hakikatnya pintu-pintu itulah yang menjadi akar tumbuhnya buruk sangka pada diri seseorang.
- Husnuzzhan merupakan salah satu wasilah untuk menumbuhkan kasih sayang dan keharmonisan dalam bermualah dengan orang lain.
- Husnuzzhan merupakan benteng di tengah masyarakat dari tersebarnya berita-berita buruk, sehingga mereka terselamatkan dari kezaliman.
- Dengan memiliki sikap husnuzzhan dapat menjadikan hati menjadi lebih tenang dan lapang.
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidak halal bagi seorang muslim yang mendengar dari saudaranya suatu perkataan yang menurutnya buruk, sedang ia mampu mendapatkan jalan keluarnya dengan sesuatu yang baik.” (Lihat: Al-Adab Al-Syar‘iyyah, 1/47).
Maka sebagai seorang muslim hendaknya berusaha untuk selalu mengedepankan prasangka baik terhadap saudaranya. Berikut ini beberapa wasilah yang disebutkan ulama yang dapat membantu seseorang untuk memiliki sikap husnuzzhan:
- Memperbanyak doa kepada Allah ta’ala agar dikaruniai hati yang selamat,
- Senantiasa membaca sirah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya bagaimana mereka dalam bermuamalah di tengah masyarakat dan sikap mereka terhadap isu dan berita-berita buru
- Mengajarkan anak sejak dini akan pentingnya mengedepankan husnuzzhan, keutamaannya serta menjelaskan bahaya dan dosa dari su’uzzhan.
- Memperbanyak amalan-amalan saleh yang mampu meningkatkan keimanan dan ketakwaan sehingga benih-benih su‘uzzhan dapat dihilangkan sejak awal.
- Membiasakan memberi uzur kepada saudara. Muhammad bin Sirin berkata, “Jika sampai kepadamu berita (yang kurang baik) tentang saudaramu, maka berilah ia uzur, dan jika tidak maka katakanlah, ‘Boleh jadi ia memiliki alasan yang saya tidak ketahui’.”
- Senantiasa menahan ucapan jika khawatir akan mendatangkan mudharat.
- Menjauhi majelis yang di dalamnya hanya mengundang su‘uzzhan kepada orang lain.
Semoga Allah senantiasa menghiasi diri kita dengan sifat-sifat terpuji yang dengannya kita mampu meraih keridaanNya. Wallahu A’lam