Efisien

Efisien menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan sebuah pekerjaan. Dalam ilmu ekonomi, sifat efisien pada sebuah pekerjaan akan nampak apabila output yang dicapai terhitung maksimal dengan input yang minimal. Dengan kata lain, Sebuah sistem ekonomi yang efisien dapat memberi lebih banyak barang dan jasa bagi masyarakat, tanpa menggunakan lebih banyak sumber daya.
Di antara langkah utama dan pendukung primer guna tercapainya sifat efisien dalam sebuah pekerjaan, apapun bentuk pekerjaan tersebut adalah bijak dalam menentukan keputusan yang dianggap akan mendatangkan keuntungan terbesar dalam proses perjalanan pekerjaan yang akan dilakukan, dengan tetap mengindahkan jumlah kebutuhan atau input yang dimiliki. Semakin kecil input yang dibutuhkan dengan hasil output yang maksimal, menunjukkan bahwa keputusan yang telah diambil masuk dalam kategori efisien.
Tentu saja efisien tidak akan serta-merta didapatkan dengan begitu mudahnya, karena di sana ada banyak variabel eksternal yang juga harus masuk dalam pertimbangan seorang pelaku bisnis misalnya. Sebagai contoh kecil, reaksi masyarakat yang muncul terhadap kebijakan kita yang tidak selamanya bersifat positif, kebanyakan justru negatif jika tidak dioperasionalkan dengan cara yang profesional. Begitu pula dengan jangka waktu yang akan dihabiskan untuk mencapai hasil yang diinginkan, dan hal ini menjadi urgen karena sumber daya manusia yang dimiliki tidak selamanya ada dan baik. Dan contoh kecil ini justru terkadang menjadi penghambat tercapainya hasil maksimal sebagaimana yang diinginkan.
Jika kita tarik makna ini dalam lini kehidupan beragama secara umum, maka efisien memiliki kedudukan yang sangat dibutuhkan guna meraih manfaat sebanyak-banyaknya dengan sumber daya terbatas yang dimiliki. Oleh karena kita adalah makhluk yang memiliki keterbatasan dalam banyak sisi, maka hal ini mengharuskan kita untuk bersikap efisien dalam segala hal yang dibutuhkan.
Mari melihat sejarah sebagai contoh yang paling dekat dan paling benar, adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam orang yang paling efisien dalam segala sesuatu. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan bersama keluarga dan diri sendiri, sifat efisien itu senantiasa tercermin dari diri beliau. Kisah masyhur, dakwah beliau dalam daarul arqam menjadi bukti yang sangat nyata bagaimana sifat efisien dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Mekkah pada hari itu dipenuhi persoalan yang sangat banyak dan kompleks. Syirik, khurafat, perdukunan, zina, perjudian, praktek riba, minuman keras, peperangan antar suku dan berbagai macam kemungkaran lainnya yang seakan akan pernah habis jika ingin diberantas setiap hari sepanjang tahunnya.
Dalam keadaan seperti itu, dalam keadaan kemungkaran dan kedurhakaan terjadi di mana-mana di hadapan mata kepala, Nabi shallallahu alaihi wasallam yang ditopang oleh wahyu Allah tidak bersikap gegabah dalam mengingkarinya. Kita semua telah mengetahui bahwa sedikit pun tidak pernah disebutkan dalam buku-buku sejarah bahwa beliau membakar rumah-rumah tempat perzinahan, merobohkan kedai-kedai penjual minuman keras, atau membunuh para pelaku sihir kala itu. Beliau justru mengumpulkan para sahabat beliau di daarul arqam dan mengajari mereka wahyu Allah sedikit demi sedikit. Hasilnya, memang tidak akan terlihat sehari atau dua hari, satu atau dua bulan, bahkan satu atau dua tahun, namun membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya dalam mengambil sikap efisien untuk mengubah jahiliah menjadi masyarakat madaniah.
Bandingkanlah jika Nabi shallallahu alaihi wasallam mengambil jalan pintas dengan mengeluarkan seluruh kekuatan beliau, untuk memberantas kemungkaran di kota Mekkah saat itu. Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, kemungkaran mungkin akan tetap ada, dan sumber daya terbatas yang dimiliki kian berkurang dan pasti habis. Dan pada akhirnya perubahan yang terjadi pada umat tidak akan tercapai sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, bukankah dakwah daarul arqam sangatlah efisien saat itu? Melihat perubahan yang terjadi beberapa tahun setelahnya ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam mendirikan Negara Islam di kota Madinah An-Nabawiyyah.
Dalam sebuah perjalanan ibadah haji yang dilakukan oleh Umar bin Khattab radiyallahu anhu. Beliau mendapati beberapa orang sahabat sedang berkumpul di bawah sebuah pohon. Karena penasaran, Umar kemudian bertanya kepada mereka perihal apa yang mereka lakukan di tempat tersebut.
Salah seorang sahabat mengatakan “kami sedang berkumpul di bawah pohon yang dianggap merupakan saksi bai’at Ar Ridwan yang disebutkan di dalam Al Quran sebelum Nabi shallallahu alaihi wasallam membebaskan kota Mekkah”. Mendengarkan alasan tersebut, Umar radiyallahu anhu mengetahui akan ke mana alur perbuatan tersebut dari orang-orang yang datang setelah mereka jika dibiarkan begitu saja. Beliau kemudian memerintahkan para sahabat radiyallahu anhum untuk menebang pohon tersebut agar tidak menjadi wasilah syaitan untuk menjerumuskan seseorang ke dalam lembah syirik, khurafat, dan bid’ah.
Bisa dibayangkan jika Umar mengambil keputusan dengan melarang para warga untuk mendekati pohon tersebut. Berapa lama hidup Umar setelahnya? dan apakah orang yang datang setelahnya akan meneruskan kebijakannya atau tidak? Contoh kisah ini ternyata mengajarkan bahwa efisien juga dapat diperoleh dalam waktu singkat. Dan hal ini bergantung pada kebijakan terbaik yang diambil oleh seseorang.
Maka, di manakah kita dari sikap efisien?
Contoh tahunan, masuknya bulan rabiul awal, sudah menjadi agenda tahunan pembahasan perayaan maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan akan digelar di mana-mana. Begitu pula pembicaraan, diskusi sampai debat kusir akan kembali terulang di media-media sosial yang ada. Atau saat masuknya tahun baru hijriah, tanggal 15 dari bulan sya’ban, dan berbagai macam perayaan tahunan yang terus menerus berulang sepanjang tahunnya. Ini semua bukti nyata kalau kita mungkin belum mengambil langkah yang efisien dalam mengingkari kemungkaran yang ada di tengah masyarakat kita. Yang menjadi tanggung jawab bersama untuk mencari formula terbaru dengan tingkat efisiensi tertinggi dan mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin.