Tatsqif

Cerdas Menyikapi Perbedaan

Ketahuilah, penulis dan pembaca sedang berada di tengah-tengah gempuran perbedaan antara satu sama lain, tapi bukanlah tentang perbedaan suku, adat, budaya, atau agama yang dimaksud pada tulisan ini, namun mengerucut kepada perbedaan pemahaman dalam persoalan agama IsIam.

Suatu hal yang lumrah bagi kita di zaman sekarang,bahwa perbedaan pemahaman atau pendapat telah menjalar hingga berbagai daerah atau kelompok tertentu.Saling menganggap bahwa pendapatnya lebih kuat dibandingkan pendapat kelompok lain. Pertanyaannya; apakah kondisi tersebut menjadi penguatan bagi kita atau justru menjadi sebab perpecahan.?, Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.

Beberapa pendapat yang sampai sekarang masih menjadi perbedaan di antara kita, diantaranya;

Mengeraskan basmalah atau mengecilkan saat membaca al Fatihah ketika salat jahriyah.

Perbedaan pendapat ini telah bergabung sejak penulis duduk di bangku sekolah, namun hingga saat ini perbedaan pendapat tersebut masih tetap menjadi perbincangan hangat tak berujung, siapakah kiranya yang benar mengenai kedua pendapat tersebut. Penulis menyimpulkan tidak ada yang salah dari kedua pendapat tersebut, sebab masing-masing pendapat mempertahankan pilihannya berdasarkan dalil yang sah, sehingga menjadikan pendapat tersebut terus dipertahankan. Maka sejatinya perbedaan ini bukanlah persoalan yang seharusnya dibesar-besarkan, namun yang harus lebih diperhatikan ketika kita tidak mendengar basmalah bukan karena suatu pendapat yang kuat, tapi karena kita tidak mendirikan salat. Hal ini lah yang seharusnya lebih diseriusi, sebab tidak ada perbedaan pendapat mengenai wajibnya mendirikan salat.

Qunut subuh

Salah satu perbedaan pendapat yang berkepanjangan di kalangan kaum muslimin adalah qunut subuh, sebagian kita ada yang membaca qunut ketika salat subuh dan ada juga yang tidak membacanya. Setiap pendapat pada = perbedaan ini  memiliki dalil yang sah.. Menyikapi perbedaan ini hendaknya kita sebagai awam lebih bijak dan tidak menjadikannya sumber perpecahan. Jangan sampai dengan perdebatan ini justru menjadikan kita tidak ingin salat di masjid yang berqunut sehingga silaturahim diantara kita menjadi renggang. Tentunya silahturahim lebih penting dibandingkan qunut atau tidaknya pada saat salat subuh.

Baca Juga   Bunda Para Kesatria Tampan Ahli Bait

Isbal atau cingkrang

Isbal adalah mejulurkan atau melebihkan kain (celana, sarung, atau juba) hingga menutupi mata kaki. Cingkrang itu sendiri kebalikan dari isbal. Fenomena celana cingkrang tentunya bukan lagi suatu fenomena yang aneh karena telah benyak dari mereka yang menggunakannya, bukan sekedar gaya atau keren-kerenan akan tetapi mereka tengah mengamalkan salah satu sunah dari Rasulullah. Tentunya hal tersebut masih menjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Mereka yang memakai pakaian isbal terlepas disertai kesombongan atau tidak; kita tidak boleh langsung menyalahkannya, sebab kemungkinan ia berpegang kepada pendapat yang membolehkannya berdasarkan pemahaman ulama tersebut terhadap dalil.

Penulis ingin mengajak seluruh pembaca untuk selalu mengedepankan persamaan dibandingkan perbedaan yang menjadikan kita terpecah-pecah. Bukan kah lebih banyak persamaan dibandingkan perbedaan di antara kita? Selama kita meyakini bahwa Allah adalah tuhan, tidak ada tuhan selain Allah, Allah Satu-satunya tuhan yang berhak diibadahi, dan meyakini bahwa Muhammad adalah utusan Allah serta membenarkan apa yang ia kabarkan maka itu sudah cukup menjadi alasan untuk menjadi penguatan diantara kita sesama muslim. Wallahu a’lam..

Muhammad Ali, S.H.

Mahasiswa S1, Jurusan Dakwah dan Ushuluddin, Universitas Islam Madinah, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?